Mohon tunggu...
Achmed Sukendro
Achmed Sukendro Mohon Tunggu... TNI -

Membaca Menambah Wawasan, Menulis Berbagi Wawasan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Taat pada Kanjeng Dimas Taat Pribadi: Masyarakat Sudah Rusak?

8 November 2016   11:27 Diperbarui: 8 November 2016   11:49 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus Heboh Penggadaan uang Guru Besar Padepokan Kanjeng Mas Taat Pribadi banyak menimbulkan tanda tanya atau keheranan baik dari cara menggadakan uang yang divideokan dan diunggah di situs populer Youtube.com,pengikut atau yang menyebut dirinya santri yang jumlahnya ribuan  dari jawa maupun luar jawa,pengikutnya bukan sekedar rakyat kebanyakan tetapi dari berbagai kalangan ,intelektual,pejabat tinggi,militer,polisi,pedagang,pengusaha,politisi.

Keheranan juga melihat dari kepercayaan dan ketaatan terhadap sosok Taat Pribadi,meski sang guru besar sudah ditangkap polisi dengan tuduhan otak pembunuhan dan penipuan, namun kepercayaan dan ketaatan terhadap Taat Pribadi tidak menjadi surut,masih banyak para pengikutnya dari berbagai penjuru daerah bertahan di padepokan.  Beberapa keluarga yang berusaha menjemput atau mengajak pulangpun tidak digubris.

Berbagai komentar tentang fenomena Kanjeng Dimas Taat Pribadi, salah satu diantaranya mengomentari tentang pengikut-pengikut/baca santri....ketaatan,kepercayaan yang bukan hanya membabi buta tapi sungguh tak masuk diakal apalagi banyak orang pintar yang mampu menggunakan akalnya,bahkan dedengkotnya merupakan PhD ..doktor lulusan Amerika Serikat,pengurus Majelis Ulama Indonesia,senior di Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia/ICMI,sebuah organisasi intelektual yang cukup punya nama pada masa akhir pemerintahan Soeharto dan pada pemerintahan Habiebie.

Salah satu analisis tentang fenomena para pengikut Taat Pribadi yang dikemukakan beberapa ahli di media massa, yakni masyarakat yang sudah rusak sehingga tidak  ada lagi pemikiran rasional, membabi buta,mengalami kebingungan dll. Tanpa mengurangi rasa hormat atas pendapat para ahli,maka saya menyatakan berbeda pendapat.Masyarakat kita,bangsa ini, bangsa Indonesia bukan masyarakat yang sudah rusak. Masyarakat tidak rusak.Mengapa fenomena semacam kasus kanjeng dimas taat pribadi banyak terjadi di masyarakat kita. Jawabnya..Karena para penipu itu memakai simbol-simbol agama untuk menarik dan membangun kepercayaan masyarakat.

Manusia adalah makhluk simbolik(animal symbolicum),bahwa pemikiran simbolis dan tingkah laku simbolis merupakan ciri-ciri yang betul-betul khas manusiawi. Hubungan sosial atau Komunikasi antar manusia adalah kebersamaan dalam pemaknaan simbol-simbol.  Dalam kehidupan religi atau keagamaanpun diperlukan dan menggunakan simbol-simbol. Agama timbul akibat kemampuan manusia untuk mempertanyakan segala pertanyaan yang kemudian manusia tidak dapat memberi jawaban yang bersifat rasional secara memuaskan,misalnya “siapa yang menciptakan alam semesta?’,” Darimana manusia berasal?,Sangkan Paraning Dumadi.

Adapun jawabannya adalah Tuhan Yang Maha Esa yang menciptakan atau semua itu berasal adalah jawaban non-rasional/irasional, karena penerima jawaban ini lebih banyak bergantung pada unsur kepercayaan daripada suatu bukti nyata yang dapat dikemukakan dengan jalan pikiran.Agama disebut juga dengan religi. Religi berasal dari bahasa Latin religio.Religi berarti suatu perhubungan yaitu suatu perhubungan dengan antara manusia dengan dzat yang diatas manusia (supra manusia).

Dengan religi,manusia membedakan antara yang sakral/sacred dan yang profan Dalam beragama, manusia menyatakan mengalami pengalaman religius. Unsur pokok dalam pengalaman religius adalah perasaan numinus/perasaan ketuhanan yang nonrasional terhadap obyek(mysterium trimendum). Obyek numinus (mysterium trimendum) menimbulkan rasa kagum atau takut,kuasa atau kekuatan,dan urgensi atau energi.Obyek ini tidak hanya membuat kagum dan takut, tetapi juga tertarik dan terpikat.Agama sebagai sistem keyakinan dapat menjadi bagian dan inti dari sistem nilai-nilai yang ada dalam kebudayaan masyarakat dan menjadi pendorong atau penggerak serta pengontrol bagi tindakan-tindakan masyarakat anggotanya untuk tetap berjalan sesuai aturan agama dan kebudayaan masyarakat.

Agama juga merupakan salah satu unsur-unsur kebudayaan yang berfungsi mengatasi masalah ketidak-berdayaan yang dihadapi manusia.  Dalam kegiatan beragama dilakukan secara berkelompok,sehingga Durkheim menyatakan bahwa landasan kehidupan beragama adalah dari dan di dalam kehidupan sosial itu sendiri.Keyakinan akan yang suci, yang gaib hanya dipunyai oleh seorang individu dengan tindakan-tindakannya bukanlah keyakinan agama tetapi magi.

Dalam kelompok atau kebersamaan yang dilandasi kesamaan tujuan yang ingin dicapai para anggotanya.Dalam kelompok-kelompok juga ada norma-norma atau aturan yang ditetapkan. Adanya norma-norma tersebut sebuah kelompok sebenarnya juga merupakan sebuah sistem status, yang menggolong-golongkan para anggota-anggotanya dalam status-status yang bertingkat-tingkat atau hirarkie yang masing-masing mempunyai kekuasaan dan kewenangan serta prestise yang berbeda-beda sesuai dengan tujuan utama yang ingin dicapai kelopmpok tersebut.

Kanjeng Dimas Taat Pribadi menggunakan simbol-simbol agama dalam hal ini Islam, untuk menarik orang untuk menjadi pengikutnya. Ketika ranah agama dijadikan alat maka ranah non rasional,sakral,numinus, mysterium trimendum dll. Masyarakat tidak sakit,masyarakat terbuai karena simbol-simbol agama yang dihadirkan. Pengikut Kanjeng Dimas Taat Pribadi juga belum tentu orang yang serakah,kehadiran numinus, obyek uang yang digandakan yang akan diperuntukan untuk Tuhan(uang yang didapat akan disedekahkan ke rakyat indonesia,untuk membangun kemashlahatan umat dll) . Pengikut yang orang-orang pinter sudah terseret dalam ranah non rasional.

Sistem status juga dihadirkan dengan nama Kanjeng Dimas,sebuah nama dalam tradisi Jawa yang merupakan nama seseorang dalam status masyarakat yang tinggi, pemberian gelar Sultan dll. Maka semuanya kembali dalam diri kita dalam memaknai keagamaan kita masing-masing dengan tidak terbuai atau terpikat dengan simbol-simbol tetapi belajar dan berpegang dengan ajaran agama itu sendiri melalui sumbernya bukan pada simbol yang dibawa oleh seseorang. Dalam Islam kembali pada Allah dan RasulNya yaitu Al-Quran dan Hadist Nabi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun