Mohon tunggu...
Achmed Hibatillah
Achmed Hibatillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Brawijaya

Mahasiswa yang konsisten berjuang untuk transformasi sosial demi terciptanya masyarakat egaliter.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ekonomi Terencana Harus Diwujudkan

7 Februari 2023   14:44 Diperbarui: 21 Maret 2023   07:34 734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Atas dasar kebutuhan yang urgen, saya merasa terpanggil untuk menulis artikel ini. Dalam artikel ini, saya (Ahmed) tidak menjiplak sedikitpun dari artikel-artikel dari mana pun. Saya pikir sangat perlu untuk menghidupkan kembali wacana-wacana kekirian yang telah menghilang beberapa dekade lalu akibat hadirnya periode reaksi orde baru. Tak hanya menghilang, wacana-wacana kekirian juga didistorikan oleh banyak pihak yang tak bertanggungjawab—dari filsuf, akademisi, ekonom, politisi, ulama, pendeta, dll.—yang menjadi pembela atas "kesucian" sistem kapitalisme. Akhirnya, hampir semua masyarakat Indonesia—bahkan masyarakat dunia—yang meyakini kebohongan mengenai fantasi-fantasi keindahan dan keabadian sistem kapitalisme. Seperti perkataan Marx, "Gagasan yang dominan adalah gagasan kelas penguasa." Masyarakat akan selalu meyakini gagasan yang disampaikan kelas penguasa, tak peduli apakah gagasan itu merupakan sebuah kebohongan atau kebenaran.

Kembali ke topik artikel ini, sebelum membahas lebih lanjut, kita perlu mengetahui apa itu ekonomi terencana. Ekonomi terencana (planned economy) adalah suatu sistem ekonomi yang produksi dan distribusi atas komoditas-nya ditentukan melalui perencanaan yang matang. Lawan dari ekonomi terencana adalah ekonomi pasar. Ekonomi terencana menolak mekanisme hukum pasar yang berdasarkan permintaan dan penawaran (supply and demand) dalam menentukan produksi dan distribusi atas komoditas.

Ekonomi pasar sebenarnya adalah bentuk dari sistem sosio-ekonomi kapitalisme. Tak bisa dipungkiri, sistem sosio-ekonomi masyarakat pada saat ini adalah kapitalisme. Tak peduli orang-orang menamainya sebagai apa—liberalisme, neo-liberalisme, sosial demokrasi, dsb. Adam Smith menyatakan—yang juga disepakati oleh banyak ekonom—bahwa gerak ekonomi pasar ditentukan oleh invisible hand atau "tangan yang tidak nampak". Yang dimaksud invisible hand adalah jumlah komoditas yang diminta oleh masyarakat di pasar dan jumlah komoditas yang mampu ditawarkan oleh penjual di pasar. Mungkin ada seseorang yang bertanya "Bukannya jika pengusaha ingin menentukan produksi dan distribusi komoditas, mereka harus merencanakannya dengan matang hukum pasar yang berlaku? Bukannya ini adalah bentuk dari ekonomi terencana?" Untuk menjawab ini, saya kutip dari perkataan Adam Smith (bapak ekonomi kapitalisme) dalam buku "The Wealth of Nations":

By pursuing his own interest, he frequently promotes that of the society more effectually than when he really intends to promote it. I have never known much good done by those who affected to trade for the public good. It is an affectation, indeed, not very common among merchants, and very few words need be employed in dissuading them from it.

Disini, secara tidak langsung, Adam Smith mengungkapkan bahwa "his own interest" atau keinginan pribadi (pedagang atau pengusaha) merupakan faktor yang mendorong terpenuhinya ketersediaan komoditas di suatu pasar. Saya berikan contoh sederhananya pada pedagang es buah. Seseorang pasti tidak ada minat untuk menjual es buah bila ia tidak ada keinginan untuk menjualnya. Lantas, apa yang menyebabkan munculnya para pedagang es buah di pasar? Pedagang es buah muncul karena adanya keinginan pribadi dari individu-individu dalam suatu masyarakat yang ingin mencari keuntungan dari penjualan es buah. Tidak mungkin seseorang menjual es buah dengan motif memenuhi perut para konsumen. Hal ini karena penjual es buah telah mengambil untung dari penjualannya. Komoditas es buah tidak akan ada di pasar bila tidak ada orang yang ingin mencari keuntungan.

Selain menjadi pembeda dengan sistem ekonomi terencana, "his own interest" juga merupakan kelemahan besar dari sistem ekonomi pasar, dimana keputusan atas produksi dan distribusi komoditas berada pada sang penawar—yakni pedagang, penjual, atau pengusaha. Kita tak perlu munafik dengan mengatakan bahwa permintaan dan penawaran secara seimbang menentukan keputusan atas produksi dan distribusi komoditas dalam sistem ekonomi pasar. Nyatanya, penawaran-lah yang mendominasi, tidak ada keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Walaupun sebenarnya hadirnya penawaran pada awalnya didorong oleh adanya permintaan, tetap saja keputusan terakhir atas produksi dan distribusi komoditas berada sepenuhnya pada pihak penawar. Hubungan antara peminta dengan penawar ibarat kucing dengan majikan. Kucing adalah penawar dan majikan adalah peminta. Bila majikan datang ke taman untuk memanggil kucingnya tanpa menyediakan whiskas, kucing pasti cenderung tidak tertarik untuk menemui majikannya. Tapi jika majikan telah menyediakan whiskas, kucing pasti menghampiri majikannya. Begitupula penawaran, para penawar tidak akan tertarik menghampiri pasar bila permintaan para konsumen yang berada di pasar tidak bisa menghasilkan keuntungan. 

Kita tahu bahwa jika terlalu banyak komoditas yang beredar di pasar, maka harga komoditas itu akan turun. Nah, kita bisa bahas lagi soal pedagang es buah. Bagaimana jika suatu saat terjadi kelonjakan peredaran es buah di pasar? Karena pengambil keputusan atas produksi dan distribusi komoditas dalam ekonomi pasar adalah pedagang, maka tentunya pedagang es buah akan mengurangi produksi dan distribusi es buah agar harga es buah naik ke harga normal lagi. Hal ini perlu dilakukan oleh para pedagang es buah demi menjaga stabilitas harga sekalipun permintaan dari masyarakat terhadap es buah sangatlah tinggi.

Yang saya bahas tadi hanyalah pada pasar dalam lingkup kecil. Jika pedagang es buah mengurangi jumlah penjualannya, maka masih ada minuman alternatif lainnya seperti es teh, kopi, dsb. Beda halnya jika kita membahas pasar dalam lingkup besar—seperti pasar skala nasional dan internasional, atau bahkan pasar kebutuhan pokok seperti beras—yang jauh lebih mengerikan kondisinya. Satu persen orang di dunia menguasai setengah dari kekayaan dunia yang mereka dapatkan dari mencuri nilai lebih dari kerja buruh. Satu persen orang-orang ini adalah pihak penawar diatas miliyaran peminta.yang dapat mengendalikan produksi dan distribusi atas komoditas vital. Pasar bebas hanyalah omong kosong dalam hal ini. Pasar hanya bebas untuk segelintir "manusia spesial".

Sebenarnya, kemajuan yang telah dicapai umat manusia pada saat ini—seperti sains dan teknologi—dapat menghasilkan kebutuhan yang lebih dari cukup untuk menghidupi seluruh umat manusia. Bahkan, dalam bidang pangan, PBB menyatakan pada tahun 2009 bahwa umat manusia dapat memproduksi pangan dengan surplus sebesar 50%, lebih banyak daripada kebutuhan pangan harian umat manusia semestinya. Namun, mengapa masih banyak sekali masyarakat yang tengah terancam kelaparan? Jelas, hal ini buka disebabkan oleh kekurangan kualitas maupun kuantitas industri pertanian, tapi karena produksi dan distribusi atas pangan berada di tangan penawar yakni segelintir orang yang tidak bekerja di sawah tapi mendapatkan keuntungan terus-menerus. Demi mendapat profit serta mengamankan harga pangan, para penawar pangan ini membatasi jumlah produksi dan distribusi pangan, tak peduli jika setiap detiknya ada orang mati karena kelaparan. Sungguh kurang ajar para penawar pangan ini.

Permasalahan-permasalahan yang saya jelaskan secara singkat diatas hanya dapat diselesaikan dengan mengubah sistem ekonomi pasar ke ekonomi terencana. Seperti yang telah saya jelaskan sebelum ini, ekonomi terencana mengandalkan perencanaan yang matang atas proses produksi dan distribusi komoditas. Ekonomi terencana yang saya tawarkan disini adalah ekonomi sosialis—dimana alat produksi seperti pabrik dan sawah dimiliki secara kolektif, demokratis, dan terencana oleh masyarakat pekerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun