Pandemi merupakan sebuah wabah penyakit yang menyebar secara luas dan menjadi masalah bagi seluruh warga dunia. Sejak Desember 2019, dunia tengah dihadapi oleh Pandemi COVID-19 dan dampak meluas darinya. Kesejahteraan manusia terancam di berbagai aspek, semua berlomba untuk survive dan memenuhi kebutuhan. Pemerintah harus paham, bahwa meregresikan diri juga menjadi cara untuk tetap sejahtera di kondisi seperti ini
Pandemi COVID-19 dengan segala kebijakannya sudah tentu memberikan dampak bagi masyarakat, bukan hanya dalam segi ekonomi, tetapi juga berdampak pada segi sosial, hukum, pendidikan, bahkan kesehatan mental. Angka kemiskinan juga pengangguran sudah dan akan naik selama pandemi, terlebih apabila diberlakukannya lagi lockdown atau karantina wilayah. Tidak sejahteranya keadaan finansial, tak terpenuhinya kebutuhan pokok, kegiatan kemasyarakatan yang sangat terganggu, angka kriminalitas naik drastis, tidak optimalnya kegiatan belajar mengajar, dan sebagainya adalah dampak negatif dari pandemi ini yang sebenarnya juga menjadi stressor (sumber stress) atau pengganggu dari kesejahteraan mental seseorang.
Steven Taylor seorang profesor psikiatri dari University of British Columbia yang menuliskan buku “The Phychology of Pandemics” menjelaskan bahwa akan ada 10-15 persen minoritas malang yang hidupnya tidak akan kembali normal karena dampak pandemi pada kesejahteraan mental mereka dan hal ini juga akan terjadi di Indonesia sebagai negara yang sangat terdampak. Konsensus yang meluas menekankan bahwa pandemi COVID-19 tidak hanya mempengaruhi kesehatan fisik, tetapi juga kesehatan mental. Pandemi saat ini mengubah prioritas untuk populasi umum, tetapi juga menantang agenda profesional kesehatan, termasuk psikiater dan profesional kesehatan mental lainnya.
Berdasarkan uraian diatas, kita sama-sama memahami bahwa pandemi adalah tentang masyarakat luas dengan segala kebutuhannya. Manusia mempunyai beragam kebutuhan sehingga terus berusaha memenuhinya dan pemerintah hadir sebagai, agaknya kebijakan yang diberlakukan haruslah disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dari rakyat dan bangsa Indonesia sebagai entitas terbesarnya agar semua tepat sasaran penuh kemurnian.
Carl J Federick mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Kebijakan yang dikeluarkan haruslah menunjukan apa yang sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan pada suatu masalah dengan melibatkan semua unsur dalam bernegara demi tujuan yang ingin dicapainya.
Hakikatnya kebutuhan manusia tidak pernah terpuaskan, itu adalah bagian dari sifat dan karakteristik manusia untuk selalu ingin mencapai lebih dan lebih banyak hal di lingkungan manusia. Keinginan yang tak terpuaskan dari orang untuk mencapai kondisi kehidupan yang lebih baik di berbagai kalangan masyarakat tantangan bagi pemerintah khususnya di kondisi pandemi seperti ini. Menurut saya, Hierarki Kebutuhan dari Abraham Maslow ini juga dapat direfleksikan dengan kebutuhan Indonesia dalam menjalankan roda kepemerintahannya.
Teori diatas berhasil mengklasifikasikan kebutuhan yang perlu dipenuhi oleh manusia ataupun kelompok, hasil penyempurnaan dari teori ini adalah teori ERG. Teori ERG yang merupakan penyempurnaan dari teori kebutuhan ini dikemukakan oleh Alderfer dalam Robbins (2001:171), tiga hirarki dalam kebutuhan inti yaitu eksistensi (existence), kekerabatan atau berhubungan (relatedness), dan perkembangan (growth). Adapun ketiga hirarki dalam kebutuhan inti tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Kebutuhan Eksistensi Kebutuhan (existence needs) merupakan pemberian persyaratan eksistensi materiil dasar, mencakup butir-butir yang Maslow anggap sebagai kebutuhan fisiologis (kebutuhan dasar bermanusia) dan keamanan serta keselamatan
2. Kebutuhan Berhubungan Kebutuhan (relatedness needs) merupakan hasrat yang kita miliki untuk memelihara hubungan antar pribadi yang bermanfaat. Keinginan untuk berinteraksi dengan orang-orang lain agar dipuaskan yang segaris dengan kebutuhan sosial pada Hierarki kebutuhan Maslow.
3. Kebutuhan Pertumbuhan Kebutuhan (growth needs) merupakan suatu hasrat instrinsik untuk perkembangan pribadi, mencakup komponen instriksi dari kategori penghargaan Maslow dan karakteristik-karakteristik yang tercakup pada aktualisasi diri.
Hal yang ingin saya tekankan adalah adanya komponen Frustasi-Regresi itu wajar dalam usaha memenuhi kebutuhan. Tidak seperti Maslow, disini Alderfer menjelaskan bahwa kebutuhan dapat muncul dalam waktu bersamaan dan frustasi terhadap kebutuhan yang lebih tinggi dapat mempengaruhi hasrat terhadap kebutuhan yang lebih rendah. Pandemi COVID-19 menjadi kondisi istimewa dimana kita semua, terlebih pemerintah seharusnya lebih paham untuk mengatur prioritas dan hasrat dalam memenuhi kebutuhan rakyat.
Pada akhirnya saya ingin mengajak kita semua untuk mengelaborasikan antara kondisi yang kita alami saat ini, esensi dari kebijakan publik, dan teori motivasi dalam memenuhi kebutuhan manusia. Diawal dari artikel ini saya menjelaskan apa-apa yang menjadi konsekuensi dari dampak pandemi COVID-19 dan kebijakannya, hal ini dimaksudkan agar pembaca memiliki awareness yang sama dengan penulis hingga nantinya muncul keinginan untuk membagikan ke orang banyak.
Kebijakan publik pada suatu sistem harus mampu mengatur penyelesaian pertentangan atau konflik dan memberlakukan penyelesaian ini pada pihak yang bersangkutan. Pandemi COVID-19 di Indonesia menuntut lahirnya suatu kebijakan publik yang dapat memberikan akomdasi dari keresahan rakyat Indonesia. Pada dasarnya, suatu sistem dibangun berdasarkan elemen-elemen yang mendukung sistem tersebut dan bergantung pada interaksi antara berbagai subsistem, suatu sistem akan melindungi dirinya melalui tiga hal, yaitu:
a. menghasilkan outputs yang dapat memuaskan;
b. menyandarkan diri pada ikatan yang berakar dalam sistem;
c. menggunakan atau mengancam untuk menggunakan kekuatan (penggunaan otoritas).
Dengan penjelasan yang demikian, model ini memberikan manfaat dalam membantu mengorganisasikan penyelidikan terhadap pembentukan kebijakan.
Pada diagram alir diatas, seharusnya inputs disini adalah kekuatan yang dibiarkan timbul dari dalam berupa teori dan model untuk membuat a political system (kebijakan publik) yang memerhatikan motivasi Teori ERG dengan baik. Sedangkan outputs adalah implikasi dari kebijakan publik yang nantinya akan memicu feedback yang opsinya adalah tuntutan baru ataupun dukungan. Saya percaya ketika kebijakan penanganan pandemi COVID-19 ini didasarkan dengan motivasi teori ERG dengan adanya positive mindset juga eksekusi yang baik, outputs-nya adalah proses yang berangsur membaik.
Sebelum memberikan saran dan rekomendasi, berikut beberapa contoh kebijakan selama pandemi COVID-19 di Indonesia yang tidak memerhatikan Teori ERG dengan baik :
- Pilkada 2020, pilkada yang merupakan kebutuhan perkembangan (growth needs) seharusnya dapat ditunda untuk memberikan rasa aman bagi rakyat (existence needs) dan dananya dapat dialokasikan untuk sektor yang lebih esensial (existence needs).
- PSBB dan PPKM yang birokratis, kedua kebijakan dalam usaha penekanan angka kasus COVID dinilai birokratis karena alurnya yang berbelit dari pembentukan berbagai tim hingga pengkajian yang lambat. Hal rumit tersebut seharusnya dapat dipangkas, meregresikan alur mekanisme untuk kebutuhan yang lebih penting (existence needs).
- Menggencarkan inovasi dan investasi, hal ini adalah tindakan sangat positif dimana pemerintah ingin lebih berkembang (growth needs), akan tetapi pandemi COVID-19 di Indonesia juga tentang ketidakmerataan ekonomi. Menurut saya, akan lebih elok apabila Indonesia menggencarkan penekanan dampak ekonomi bagi rakyat kalangan menengah ke bawah.
Selanjutnya adalah rekomendasi berupa contoh sederhana dari perlakuan ataupun kebijakan yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah dan sesuai dengan Teori ERG :
- Rutinnya presiden Jokowi muncul dengan pidato-pidatonya yang memberi ketenangan untuk rakyat daripada sebelumnya (existence needs).
- Penghentian pembahasan tentang pemindahan Ibukota dan pembelian alutsista, fokuskan anggaran untuk kebutuhan fisiologis rakyat (existence needs).
- Pemberlakuan kurikulum istimewa yang menjelaskan tentang pentingnya komunikasi efektif dan kesejahteraan jiwa (relatedness needs), lebih baik beban akademisnya dikurangi selama pandemi.
Pemerintah seharusnya paham bahwa rakyatnya sedang membutuhkan kebijakan yang benar-benar bijak, kami membutuhkan produk nyata dari kajian komprehensif yang sudah tentu memperhatikan aspek humanisasi, sekali lagi kebijakan publik seharusnya bertujuan untuk memberikan solusi dari sebuah tujuan yang didasarkan dari pemenuhan kebutuhan itu sendiri. Teori ERG Alderfer menjelaskan bahwa frustasi dan regresi diri adalah wajar untuk memenuhi hasrat kebutuhan pada tingkat lebih rendah, begitu juga dengan Indonesia. Pemerintah Indonesia harus paham bahwa yang kami butuhkan saat ini adalah kesejahteraan ekonomi dan psikis yang fundamental, bukan suatu pembaharuan dan perkembangan skala nasional yang proyeksinya adalah kemajuan tingkat makro bahkan sarat dengan agenda politik.
Daftar Pustaka
Fiorillo, A., Gorwood, P., 2020. The consequences of the COVID-19 pandemic on mental health and implications for clinical practice. European Psychiatry, 63(1)
Agustino Leo, Dasar –Dasar Kebijakan Publik, Alfabeta, Bandung, 2008
Dr. Sahya Anggara, M.Si. 2014.Kebijakan Publik. Bandung: Pustaka Setia
Dr. E. O. Aruma and Dr. Melvins Enwuvesi Hanachor., 2017. Abraham Maslow’s Hierarchy of Needs and Assement of Need in Community Development. International Journal of Development and Economic Sustainability Vol.5, No.7, pp.15-27,
Shella Alvio Mayvita, Endang Siti Astuti, dan Ika Ruhana., 2017. Pengaruh Motivasi Existence, Relationship, Growth (ERG) Terhadap Prestasi Kerja. Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang
Ihsanuddin. Ini Sederet Kebijakan Kontroversial Jokowi Selama Pandemi Covid-19 . Available at : https://nasional.kompas.com/read/2020/10/06/05332291/ini-sederet-kebijakan-kontroversial-jokowi-selama-pandemi-covid-19?page=all
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H