Pada akhirnya saya ingin mengajak kita semua untuk mengelaborasikan antara kondisi yang kita alami saat ini, esensi dari kebijakan publik, dan teori motivasi dalam memenuhi kebutuhan manusia. Diawal dari artikel ini saya menjelaskan apa-apa yang menjadi konsekuensi dari dampak pandemi COVID-19 dan kebijakannya, hal ini dimaksudkan agar pembaca memiliki awareness yang sama dengan penulis hingga nantinya muncul keinginan untuk membagikan ke orang banyak.
      Kebijakan publik pada suatu sistem harus mampu mengatur penyelesaian pertentangan atau konflik dan memberlakukan penyelesaian ini pada pihak yang bersangkutan. Pandemi COVID-19 di Indonesia menuntut lahirnya suatu kebijakan publik yang dapat memberikan akomdasi dari keresahan rakyat Indonesia. Pada dasarnya, suatu sistem dibangun berdasarkan elemen-elemen yang mendukung sistem tersebut dan bergantung pada interaksi antara berbagai subsistem, suatu sistem akan melindungi dirinya melalui tiga hal, yaitu:
a. menghasilkan outputs yang dapat memuaskan;
b. menyandarkan diri pada ikatan yang berakar dalam sistem;
c. menggunakan atau mengancam untuk menggunakan kekuatan (penggunaan otoritas).
Dengan penjelasan yang demikian, model ini memberikan manfaat dalam membantu mengorganisasikan penyelidikan terhadap pembentukan kebijakan.
      Pada diagram alir diatas, seharusnya inputs disini adalah kekuatan yang dibiarkan timbul dari dalam berupa teori dan model untuk membuat a political system (kebijakan publik) yang memerhatikan motivasi Teori ERG dengan baik. Sedangkan outputs adalah implikasi dari kebijakan publik yang nantinya akan memicu feedback yang opsinya adalah tuntutan baru ataupun dukungan. Saya percaya ketika kebijakan penanganan pandemi COVID-19 ini didasarkan dengan motivasi teori ERG dengan adanya positive mindset juga eksekusi yang baik, outputs-nya adalah proses yang berangsur membaik.
      Sebelum memberikan saran dan rekomendasi, berikut beberapa contoh kebijakan selama pandemi COVID-19 di Indonesia yang tidak memerhatikan Teori ERG dengan baik :
- Pilkada 2020, pilkada yang merupakan kebutuhan perkembangan (growth needs) seharusnya dapat ditunda untuk memberikan rasa aman bagi rakyat (existence needs) dan dananya dapat dialokasikan untuk sektor yang lebih esensial (existence needs).
- PSBB dan PPKM yang birokratis, kedua kebijakan dalam usaha penekanan angka kasus COVID dinilai birokratis karena alurnya yang berbelit dari pembentukan berbagai tim hingga pengkajian yang lambat. Hal rumit tersebut seharusnya dapat dipangkas, meregresikan alur mekanisme untuk kebutuhan yang lebih penting (existence needs).
- Menggencarkan inovasi dan investasi, hal ini adalah tindakan sangat positif dimana pemerintah ingin lebih berkembang (growth needs), akan tetapi pandemi COVID-19 di Indonesia juga tentang ketidakmerataan ekonomi. Menurut saya, akan lebih elok apabila Indonesia menggencarkan penekanan dampak ekonomi bagi rakyat kalangan menengah ke bawah.
Selanjutnya adalah rekomendasi berupa contoh sederhana dari perlakuan ataupun kebijakan yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah dan sesuai dengan Teori ERG :
- Rutinnya presiden Jokowi muncul dengan pidato-pidatonya yang memberi ketenangan untuk rakyat daripada sebelumnya (existence needs).
- Penghentian pembahasan tentang pemindahan Ibukota dan pembelian alutsista, fokuskan anggaran untuk kebutuhan fisiologis rakyat (existence needs).
- Pemberlakuan kurikulum istimewa yang menjelaskan tentang pentingnya komunikasi efektif dan kesejahteraan jiwa (relatedness needs), lebih baik beban akademisnya dikurangi selama pandemi.
Pemerintah seharusnya paham bahwa rakyatnya sedang membutuhkan kebijakan yang benar-benar bijak, kami membutuhkan produk nyata dari kajian komprehensif yang sudah tentu memperhatikan aspek humanisasi, sekali lagi kebijakan publik seharusnya bertujuan untuk memberikan solusi dari sebuah tujuan yang didasarkan dari pemenuhan kebutuhan itu sendiri. Teori ERG Alderfer menjelaskan bahwa frustasi dan regresi diri adalah wajar untuk memenuhi hasrat kebutuhan pada tingkat lebih rendah, begitu juga dengan Indonesia. Pemerintah Indonesia harus paham bahwa yang kami butuhkan saat ini adalah kesejahteraan ekonomi dan psikis yang fundamental, bukan suatu pembaharuan dan perkembangan skala nasional yang proyeksinya adalah kemajuan tingkat makro bahkan sarat dengan agenda politik.
Daftar Pustaka