Mohon tunggu...
Achmad Taher
Achmad Taher Mohon Tunggu... lainnya -

My Profil : http://www.achmadtaher.web.id

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Perhitungan Neraca Minyak= 1 Timbel Sadulur

23 Maret 2012   18:31 Diperbarui: 4 April 2017   16:38 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melengkapi postingan terdahulu di blog saya tentang BBM Naik SBY lebay Lagi, Di sini saya akan share soal cara menghitung Neraca Minyak kaitannya Rencana Pemerintah menaikkan harga BBM tanggal 1 April 2012 mendatang. Dimana Pemerintah memberi alasan demi menyelamatkan anggaran APBN yang defisitnya naik melebihi angka 3%. Termasuk juga karena melonjaknya harga minyak di pasar internasional.

Demikian alasan Pemerintah melalui menteri Bambang Brodjonegoro (Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu). Yang bikin sakit hati rakyat, ternyata perhitungan Neraca Minyak hasilnya berbeda dengan hasil perhitungan para Pengamat Ekonomi semisal Kwik Kian Gie dan banyak pengamat ekonom lainnya yang mengatakan APBN kita sebenarnya dalam keadaan Surplus sekalipun BBM tidak dinaikkan. Nah loh...yang benar mana yah, kita mah rakyat kecil gak ngerti itung2an macam gini mah. Untung ada yang baik hati memberikan pencerahan soal rumus itung-itungannya.

Nah, sekadar untuk berbagi pengetahuan soal hitung-hitungan Neraca Minyak, supaya kita tahu ukuran-ukurannya dan nggak tertipu statement pejabat, berikut itung-itungannya :

Satuan Energi • Minyak mentah dihitung dengan barrel. • Minyak siap pakai (BBM) dihitung dengan liter. • 1 Barrel = 1 drum. Untuk minyak mentah = 158,9873 liter. • 1 kiloliter = 6,2893 barrel. • Gas alam (Liquid Natural Gas) diukur dengan Kaki Kubic (Cubic Feet/CF), atau Trilyun Standar Kaki Cubic (TSCF). • Satu CF adalah 28,3168 liter atau 0,1781 barrel. • Karena kandungan energi gas berbeda dari minyak, maka untuk mudahnya digunakan satuan “Setara Barrel Minyak” (SBM) atau Barrel Oil Equivalent (BOE). • Ada juga satuan energi yang dihitung dengan Peta Joule, ini lazim di dunia fisika listrik. 1 Peta Joule = 10^15 Joule atau kira-kira sama dengan yang dihasilkan oleh 175074 SBM. Produk Minyak Mentah • Minyak mentah setelah diolah menjadi banyak sekali produk, antara lain : gas (Liquid Petroleum Gas / LPG / elpiji), avtur, minyak tanah, gasoline atau bensin (premium, pertamax), minyak diesel (solar), minyak bakar, lilin, asphalt, dsb. • Dari 1 barrel minyak mentah akan didapat 74,7 liter bensin atau cuma 47% • Beda premium dan pertamax hanya berbeda di pengolahan di kilangnya, yang menyebabkan nilai oktannya berbeda. • Lifting minyak adalah jumlah rata-rata minyak mentah yang diambil setiap hari. • Harga minyak bervariasi, baik di tingkat produksi maupun di pasar. • Harga minyak di tingkat produksi dipengaruhi biaya instalasi sumur dan biaya operasi sehari-hari, tingkat kesulitan medan (hutan, pantai, laut), jarak dari kilang atau dermaga, dan jumlah cadangan yang ada. • Di pasar dunia harga minyak mentah bervariasi mengikuti musim, kondisi geopolitik, dan sebagainya. Karena minyak diperdagangkan di bursa barang berjangka dunia, maka harga minyak menjadi objek spekulasi. Nah, sekarang soal asumsi minyak di APBN 2012 : • Lifting : 950.000 barrel/hari • Harga minyak :US$ 90 / barrel • Nilai tukar 1 US$ = Rp. 8800,- Dari ketiga asumsi ini, didapat angka sebagai berikut: • Produksi setahun minyak mentah adalah 950.000 x 365 = 346,75 juta barrrel / tahun. • Pendapatan negara dari lifting minyak mentah “seharusnya” adalah 346,75 juta barrel x US$ 90 x Rp. 8800 = Rp. 274,62 Trilyun. • APBN 2012, pendapatan dari minyak bumi hanya ditulis 159, 47 triliun (hanya 58% dari harga lifting). • Mungkin penjelasannya angka total Rp. 274,62 Triliun masih brutto. Sementara ada “biaya produksi” sebesar Rp 115,15 Triliun, sehingga netto jatuh Rp. 159,47Trilyun. • Untuk sebuah “ongkos”, Rp. 115,15 Trilyun (41,93%) memang sangat besar. Mungkin ini termasuk cost-recovery di hulu (selain cost-recovery di hilir), biaya bagi hasil dengan kontraktor minyak asing, dan keuntungan pertamina hulu. • Dengan produksi minyak mentah 346,75 juta barrel / tahun dan asumsi yang menjadi bensin hanya 47%, maka ini akan menjadi 26,4 juta kiloliter (dari 354,1 juta barrel X 47% dibag 6,2893 barrel.) • Tapi volume BBM bersubsidi pada APBN 2011 adalah 38,2 juta kiloliter. Ini mencakup seluruh BBM, termasuk solar dan minyak tanah, karena yang premium hanya 60% atau sekitar 23 juta kiloliter. Kalau ditambah pertamax yang selama ini pasarannya sangat kecil, sekitar 5%, maka semestinya belum mencapai 26,4 juta kiloliter yang diproduksi di dalam negeri.

Tetapi jika memang perhitungan versi Pemerintah itu benar, bahwa APBN kita buruk, maka pertanyaannya:

‎1. Kenapa sekarang ada kalimat “menyelamatkan ekonomi kita” karena keuangan negara buruk, sementara beberapa bulan lalu pemerintah bilang ekonomi kita OK, dan memutuskan untuk membeli pesawat kepresidenan? Lalu, argumentasi solidaritas dengan saudara kita di daerah terpencil yang harga BBM-nya beberapa kali lipat dari harga normal, itu tidak ada kaitannya dengan subsidi BBM. Itu disebabkan Pertamina tidak memasok BBM ke daerah itu, karena tidak ada infrastrukturnya. Dan lagi, kalau harga BBM dinaikkan, apa harga di daerah terpencil tidak ikut naik? Kalo mau solider dengan penduduk di daerah terpencil, ya bangun infrastruktur di sana, gak usah beli pesawat kepresidenan, ngawinin anaknya gak usah di istana cipanas, dll.

2. Kalau subsidi BBM merangsang spekulan untuk menyelundupkannya, itu mah pengawasan dan penindakannya aja enggak bener.

3. Wakil Menteri ESDM bilang sejak dulu setuju pengurangan/penghapusan subsidi BBM. Kenapa ketika SBY mengumumkan penurunan harga BBM semua happy? Saat itu tidak ada yang protes, mengemukakan argumen ilmiah/objektif. Jadi, apa yang diomongkan Wamen ESDM itu bukan penjelasan objektif, tapi dukungan politik. Sikap ini jugaditunjukkan oleh para pendukung SBY secara tiba-tiba: seolah-olah jadi mendadak pinter, anti subsidi.

4. Penghematan, itu bukan berarti semua pos pengeluaran diketatkan, tapi pengalokasian APBN harus diefektif kan. Misalnya, anggaran perbaikan jalan yang tiap tahun diajukan, sebenarnya cukup untuk memperbaiki jalan raya menjadi bagus dan tidak perlu diperbaiki selama 5 tahun. Tapi, karena dalam pelaksanaannya dana yang dipakai/tersisa hanya 45% maka tiap tahun harus diperbaiki. Penguapan 55% itu terjadi di semua bidang (kecuali pembayaran cicilan dan bunga hutang). Coba kalau dananya 100%, dalam 5 tahun tak perlu ada anggaran perbaikan. Hemat. (Poin ini harusnya ada sound bite pemborong).

5. Reaksi keras publik terhadap rencana itu, karena selama ini sikap pemerintah diametral dengan harapan publik dalam berbagai isu, terutama isu korupsi yang melibatkan kader parpolnya SBY. Misbakhun (PKS) dengan cepat diproses, dibui. Sementara orang2 PD yg terlibat korupsi mungkin bisa bebas.

Sebaliknya jika perhitungan kompasianer yang benar, masih perlukah Pemerintah menaikkan harga BBM jika hanya untuk menyelamatkan APBN, yang nyata-nyata surplus?

Sumber: Hannibal Wijayanto (yang bagi itung-itungan Neraca Minyak)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun