Mohon tunggu...
Achmad Syafii
Achmad Syafii Mohon Tunggu... Hamba Sajak

Hamba sajak amatiran. Hobi menggauli kata-kata agar melahirkan puisi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mari Berkenalan dengan "Oligarki" Cabang Perguruan Tinggi

2 November 2020   07:03 Diperbarui: 2 November 2020   07:09 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebagai maba yang polos---satu tahun yang lalu---saya tidak tahu apa itu oligarki. Kendati demikian, sebelumnya ketika masih SMA saya suka mengkritik pemerintah berbekal bacaan dari salah satu seniman jalanan di Yogya yang aktif mengkritik pemerintah menggunakan media poster. 

Dari situ wawasan politik saya dapatkan walau tidak banyak. Tetapi lumayan untuk pengetahuan dan menambah daya peka terhadap keadaan lingkungan sekitar. 

Celakanya, ketika saya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dan bertemu dengan kakak-kakak mahasiswa kritis yang suka mengkritik oligark, saya malah belum tahu tentang istilah oligark dan oligarki. Sungguh hanya sedikit sekali pengetahuan saya tentang politik. 

Saya lalu mencoba mencari-cari arti dari oligarki. Pertama saya mencarinya di KBBI, dari arti yang ada di sana, pikiran saya langsung menyasar ke kehidupan politik kampus saya (sebut saja kampus tebu), di mana terjadi sentralisasi kekuasaan yang hanya diisi oleh beberapa orang dari kelompok tertentu saja.

Sebelumnya, mari kita mengulas sedikit pengertian oligarki. Oligarki sendiri jika kita merujuk pada KBBI diartikan sebagai sebuah pemerintahan yang dijalankan  oleh beberapa orang dari kelompok tertentu.  

Sedangkan dalam teori Thomas Aquinas, istilah oligarki dapat disimpulkan berupa kekuasaan oleh kelompok kecil, sedangkan dalam oligarki penguasa, negara menindas rakyat melalui represi terhadap ekonomi. 

Ciri-ciri negara yang menganut sistem oligarki adalah kekuasaan dipegang atau dikendalikan oleh segelintir orang dari kelompok tertentu, lalu terjadi kesenjangan material, dan kekuasaan hanya dimiliki oleh penguasa untuk mepertahankan kekayaannya saja.

Tetapi di sini saya akan menyederhanakan pengertian oligarki sebagai suatu sistem kekuasaan yang dikendalikan oleh segelintir orang dari kelompok tertentu. 

Bukan bermaksud memangkas atau membuat arti baru dari oligarki, namun karena apa yang ada di kampus saya hampir sama dengan sistem oligarki, di mana kekuasaan tertinggi di kampus dan juga petinggi petinggi mahasiswanya diisi oleh segelintir orang dari salah satu organisasi kemahasiswaan . 

Pola untuk memiliki kekuasaan juga terjadi, bedanya kalau oligarki negara dilakukan untuk mempertahankan kekayaan penguasa, di sini dilakukan untuk mempertahankan eksistensi.

Mungkin penggunaan kata oligarki terlalu radikal jika dikaitkan dengan kekuasaan di kampus. Namun, saya geram dengan polah para elite kampus ini. Banyak dari teman saya yang jadi korban sentralisasi kekuasaan para elite kampus. 

Seperti kejadian yang menimpa teman saya beberapa waktu lalu. Teman saya ini bergabung ke dalam Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) jalur non ormek. Ketika itu, ada suatu acara di kampus dia yang membutuhkan banyak relawan untuk menjadi panitia. 

Teman saya ingin bergabung dengan harapan dapat  menambah pengalaman, tetapi akses untuk mendapatkan informasi mengenai relawan acara tersebut sulit didapatkan. Karena memang teman saya bukan anggota dari ormek yang berkuasa di sana. Jadi mungkin akses informasi menjadi kurang ia dapatkan. 

Tetapi, apakah iya, setiap mahasiswa harus bergabung dengan ormek (sebut saja ormek biru) agar mendapatkan kesempatan yang sama untuk menjadi relawan dalam acara kampus? Padahal banyak juga mahasiswa yang beprinsip untuk merdeka tanpa berorganisasi tetapi ingin mempunyai banyak relasi. 

Singkatnya, kesempatan mendapat pengalaman hanya dimilki oleh segelintir orang dari ormek tertentu. pola ini terjadi pada banyak kegiatan. Sangat miris, ketika mereka meneriakkan tumbangkan oligarki, tetapi mereka sendiri menciptakan oligarki kecil di kampus.

Kejadian tersebut hampir sama dengan yang terjadi di kampus saya, dimana kepanitiaan acara besar kampus banyak diisi oleh anak dari ormek biru. Sedangkan dari UKM dan ormek lain hanya diberi kuota yang sedikit. 

Tak ayal, dengan cara seperti itu, pada saat saya PBAK tahun kemarin ada bendera dari ormek biru berkibar di depan gedung utama PBAK. Entah ada maksud apa dibalik pemasangan bendera tersebut. Peristiwa penyelewengan juga pernah terjadi di unversitas islam di Yogya pada tahun ini dan sudah dituliskan di mojok.co.

Memang, jika suatu tempat atau institusi hanya dikuasai oleh segelentir oang yang tergabung dalam suatu kelompok saja, akan banyak menimbulkan ketidakadilan. Karena tidak menutup kemungkinan mereka yang tidak tergabung dalam (misalnya) ormek, ingin ikut berpartisipasi dalam kegiatan kampus. 

Mereka juga punya hak yang sama seperti mereka yang mendapat privilege karena alumni atau seniornyanya banyak yang menjabat sebagai pejabat kampus.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun