Mohon tunggu...
achmad subechi
achmad subechi Mohon Tunggu... -

aku ingin dekat dan bersahabat dengan alam. alam mengajarkan bermliar-miliar ilmu... di situ akan kutemukan rahasianya...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Negeri Para Mafia

17 April 2013   17:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:02 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BICARA soal mafia hukum, seakan tak pernah ada habisnya. Dimana-mana (semua lini kehidupan) ada mafia. Mulai dari mafia tanah, mafia pendidikan, mafia peradilan, mafia wanita (tempat hiburan malam), mafia preman, mafia bisnis, mafia uang rakyat (korupsi), mafia kuburan hingga mafia tetek bengek.

Itulah potret buram yang tak pernah hilang dari negeri ini. Aparatur negara bahkan negara sendiri tidak mampu 'memetani' (memotret) satu persatu mafia mafia semacam ini, lalu mengambil tindakan atau 'langkah-langkah' --seperti istilah yang selalu dipakai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam menyelesaikan masalah.

Adanya mafia itu, belakangan diakui Jaksa Agung Basrief Arief. Ia menyatakan pengadilan dipenuhi dengan mafia hukum. Meski kesejahteraan hakim naik berkali lipat, namun belum bisa mencegah adanya mafia-mafia tersebut.

Basrief mengatakan, menegakkan hukum dengan adil dan bersih merupakan tugas yang berat. Sebab, lembaga peradilan telah banyak dikuasai oleh mafia peradilan. "Yang terjadi saat ini, penuh dengan mafia hukum dan ini terjadi pada setiap tingkat pengadilan," kata Basrief Arief, kepada wartawan usai menandatangani nota kesepahaman dengan Komisi Yudisial (KY) dalam bidang hukum di gedung KY, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (17/4/2013).

"Penguatan lembaga hukum tidak akan bermakna apa-apa kalau dalam praktiknya tidak dibarengi dengan orang-orang yang kredibel dan bermoral," tutur Basrief.  Lalu bagaimana Pak dengan di Kejaksaan? Benarkah di kejaksaan tak ada mafia? Beberapa bulan lalu, Direktur Investigasi dan Advokasi FITRA Uchok Sky Khadafi menilai Kejaksaan Agung 'mengambangkan' pengusutan kasus dugaan korupsi pengerjaan studi perencanaan dan Amdal Jalan Tol Nusa Dua, Denpasar, Bali, karena masih berlarut-larutnya penyelesaian kasus yang diduga merugikan negara sebesar Rp 2.3 miliar tersebut.

"Kelihatannya kasus ini diambangkan oleh Kejagung. Kalau diambangkan, seperti ada negosiasi dalam kasus ini," ujar Direktur Investigasi dan Advokasi FITRA, Uchok Sky Khadafi kepada pers, Rabu (27/02).  Karena itu, Uchok mendesak Kejaksaan Agung membentuk tim audit dengan melibatkan Badan Pengawasan Pembangunan dan Keuangan atau BPKP. Hal itu untuk memastikan ada tidaknya kerugian negara dalam proyek tersebut.

"Seharusnya Kejaksaan minta BPKP untuk mengaudit terhadap proyek ini. Bentuk tim di sana untuk melihat adatidaknya kerugian negara," ujarnya. Contoh lain bahwa Kejaksaan Agung 'mengambangkan' perkara, juga terjadi di daerah lain. Misalnya kasus korupsi divestasi saham PT KPC senilai Rp 576 miliar yang menyeret Awang Farouk Ishak yang kini menjabat sebagai Gubernur Kaltim sebagai tersangka.

Sangking gemesnya, Indonesia Coruption Watch (ICW) mendesak KPK mengambilalih kasus itu. "Ada 2 syarat pengambilalihan kasus oleh KPK. Pertama, kasus telah menjadi perhatian publik, kedua penanganan yang berlarut-larut. Tidak ada alasan lagi (KPK tidak mengambil alih kasus tersebut)," kata Koordinator ICW Danang Widoyoko.

Danang mengatakan, Jampidsus yang saat ini tengah menangani kasus Awang, juga perlu dievaluasi oleh Jaksa Agung. Mengingat, kasus ini patut diduga persoalannya terletak pada penyidik kejaksaan. "Jaksa Agung perlu mengevaluasi Jampidsus. Ini ada yang aneh. Perlu ada kepastian hukum terkait kasus itu," ujar Danang.

Masih menurut Danang, ICW bersama dengan pegiat antikorupsi dari Kalimantan Timur, pernah menyampaikan penanganan kasus Awang Farouk ke Presiden SBY beberapa waktu lalu. Namun hingga saat ini, kasus itu tidak kunjung terselesaikan. "Sudah kita sampaikan ke Presiden SBY agar kasus ini dituntaskan. Tapi tidak selesai penanganannya," tutup Danang.

Kejagung menetapkan Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak sebagai tersangka sejak 6 Juli 2010 lalu berdasarkan pernyataan Jampidsus M Amari, 9 Juli 2010 lalu. Awang diduga merugikan negara hingga Rp 576 miliar.

Dalam kurun waktu 3 tahun ini, Awang baru menjalani 1 kali pemeriksaan oleh tim Kejagung, bertempat di ruang serbaguna Kejaksaan Tinggi Kaltim di Samarinda, dalam status dan kapasitasnya sebagai tersangka, Rabu (7/11/2012). Pemeriksaan selanjutnya belum bisa dipastikan.

Lalu apa jawaban Kejaksaan Agung?  Kejaksaan Agung tidak akan menghentikan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi divestasi saham PT Kaltim Prima Coal (KPC) dengan tersangka Gubernur Kaltim, Awang Farouk Ishak. Saat ini putusan kasasi untuk dua terdakwa kasus tersebut sudah keluar.

Kedua terdakwa itu pertama, Direktur Utama PT Kutai Timur Energi (KTE) Anung Nugroho yang di tingkat banding diganjar enam tahun penjara, namun di  tingkat kasasi menjadi 15 tahun penjara. Kemudian Apidian yang sebelumnya bebas menjadi 12 tahun penjara.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Andhi Nirwanto di Jakarta, Jumat (12/4) menyatakan pihaknya secara resmi belum menerima salinan putusan kasasi untuk kedua terdakwa tersebut. "Nanti akan dikaji lagi (putusan itu terkait dengan Awang Farouk) setelah itu akan diekspos kemudian akan disimpulkan langkah-langkah berikutnya," katanya.

Sebelumnya, mantan Direktur Utama PT Kutai Timur Energi (KTE) Kaltim Anung Nugroho dinyatakan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Kejaksaan Negeri Sangatta terhitung sejak Selasa (3/4) karena tidak memenuhi panggilan terakhir untuk dieksekusi.

Anung Nugroho merupakan terpidana kasus divestasi saham PT Kaltim Prima Coal (KPC) senilai Rp576 miliar.  Nah, seperti dalam pepatah: Gajah di pelupuk mata tidak terlihat, semut di seberang lautan terlihat (kesalahan diri sendiri tidak terlihat, kesalahan orang lain bisa dilihat).

Kenapa bisa begitu? Kita semua tak biasa bercermin, kita semua biasa menjadi mata-mata (menggunakan teropong untuk mencari cari kesalahan orang lain). Kita tidak terbiasa belajar arif, belajar menjadi manusia yang mau mengakui kesalahan diri sendiri, manusia yang mau mengoreksi diri sendiri dan manusia yang selalu mencari akar persoalan kenapa hal itu terjadi... Akankah kedepan kita masih seperti itu, cenderung menyalahkan orang lain, tanpa mau berkaca?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun