Ucok (bukan nama sebenarnya), tergopoh-gopoh berlari ke suatu tempat. Nafasnya terengah-engah. Meski saya dan dia tidak berjumpa langsung, saya melihatnya dari tampilan video yang bergoyang dan tidak stabil. Hari ini Ucok dan teman-temannya harus ikut pertemuan konsultasi daring (online) dalam rangka bimbingan skripsi melalui aplikasi zoom.
"Kamu online dimana, Ucok?"
Saya cari sinyal dulu, Pak. Ini di tengah sawah Pak." Jawab Ucok dari daerah Madina (Mandailing Natal) Sumatera Utara melalui video di aplikasi Zoom.
Lain halnya Arif (bukan nama sebenarnya). Sudah 30 menit suara di aplikasi Zoom miliknya tidak juga keluar. Beberapa kali dia pindah tempat mencari sinyal. Akhirnya setelah 30 menit Arif terdengar suaranya. Arif tinggal di sebuah daerah di Riau yang katanya sinyal internet tidak stabil.
Seorang mahasiswa yang mewakili beberapa teman-temannya yang berasal dari kampung di Kabupaten Asahan Sumatera Utara mengirim pesan whatsapp ke saya.
"Pak, maaf, mohon keringanan, saat mengisi ujian tadi, listrik di kampung saya padam Pak. Sinyal hilang dan saya tidak sempat submit. Mohon saya diperkenankan mengikuti ujian lagi, Pak." Â
Di kesempatan lain, saya melakukan survei sederhana kepada beberapa mahasiswa di Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara setelah mereka hampir dua bulan merasakan kuliah daring. Hasilnya bisa dilihat pada gambar dibawah ini.
Bagi mahasiswa tertentu, memiliki kuota internet yang cukup untuk belajar bukan hal yang gampang. Apalagi sebelumnya mereka tidak pernah memakai uang sakunya untuk membeli pulsa internet, karena mengandalkan jaringan internet gratis di kampus atau di tempat ber-wifi gratis.
Jawaban kuota internet ini juga sekaligus bermakna mereka sangat butuh bantuan untuk bisa membeli kuota internet di tengah sulitnya ekonomi di antara keluarga mereka. Jawababn survei saya juga menguatkan bahwa ada kebutuhan lain yang sangat dibutuhkan mereka yaitu dana, bahan pangan dan pekerjaan.Â
Sebagian mahasiswa selama aktif kuliah di kampus ada yang bekerja untuk membantu memenuhi kebutuhan studi dan kebutuhan sehari-hari. Karena kebijakan belajar dari rumah, maka mereka tidak bisa bekerja sedangkan pengeluaran jalan terus.
 "Kendala dari saya pak selama kuliah berbasis daring ini pengeluaran yang lebih mahal dari sebelumnya pak dan disini telkomsel yang ada jaringannya. Itupun kuota internet cepat habis, Pak"
Demikian ungkapan salah satu mahasiswa saya yang tinggal di Pelosok Desa di Kabupaten Deli Serdang, berbatasan dengan Binjai dan Langkat. Ungkapan dia seperti mewakili banyak teman-temannya yang lain yang merasakan perjuangan berat belajar di masa pandemic corona virus disease  2019 (covid-19).
Dengan kondisi itulah saya pribadi memahami tentang perjuangan berat mahasiswa saya mengikuti proses belajar. Karenanya, saya lebih mengedapankan kerjasama dan berprasangka baik pada mereka apabila ada kendala teknis dalam pembelajaran daring, meski mungkin saja ada mahasiswa yang berkilah dan tidak jujur dalam hal ini. Masa bencana wabah covid-19 ini saya jadikan sarana lebih mengedapankan memotivasi mereka agar tetap kuat belajar selama pandemi ini sambil tetap berusaha mennyampaikan materi kuliah semaksimal mungkin.
Alhamdulillah, banyak kampus merespon kebijakan belajar dari rumah ini dengan bantuan mahasiswa untuk pembelian pulsa internet. Kampus di Medan seperti Universitas Sumatera Utara dan Universitas Negeri Medan memberikan bantuan Rp. 50.000/bulan kepada mahasiswa agar proses belajar daring berlangsung lancar.
Semoga semua bisa bersabar melalui bencana pandemic covid-19 ini. Ada banyak hikmah yang bisa kita petik dari pandemi ini. Salah satunya adalah sepenggal kisah perjuangan mahasiswa yang bertahan tetap semangat belajar meski dalam keterbatasan.
Achmad Siddik Thoha
Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Sumaera Utara - Medan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H