Sudah dua bulan ini kabut asap dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menyelimuti banyak wilayah di Sumatera dan Kalimantan. Asap dari karhutla bahkan juga menyelimuti negara tetangga.
Dampak dari kabut asap yang berbahaya bagi kesehatan ini telah menimbulkan korban warga yang menderita ISPA dan bahkan meninggal dunia.
Publik bertanya-tanya sebenanrnya kebakaran hutan dan lahan yang menimbulkan kabut asap ini dilakukan secara sengaja atau tidak disengaja? Dengan kata lain, hutan dan lahan ini terbakar atau dibakar?
Penulis akan memberikan sedikit gambaran dari hasil penelitian dan kunjungan lapangan beberapa hari lalu ke Kalimantan Tengah.
Dari beberapa forum ilmiah, para pakar kehutanan dan lingkungan menyatakan bahwa kebakaran hutan dan lahan di Indonesia 95% lebih disebabkan oleh aktivitas manusia.
Aktivitas manusia yang membakar lahan diantaranya membersihkan lahan untuk lahan pertanian, perladangan dan perkebunan, membersihkan lahan untuk dijual, membakar lahan untuk mengusir hama dan penyakit, membakar lahan untuk membuka jalan bagi pengangkutan kayu dan membakar lahan untuk berburu .
Aktivitas lain yang membuat lahan terbakar adalah karena kelalaian yaitu aktivitas merokok, memancing, membuat api perkemahan dan membakar lahan untuk membersihkan gulma.
Api juga bisa digunakan untuk senjata bagi pihak tertentu mencapai tujuannya misalnya untuk membalas perlakuan perusahaan yang merugikan masyarakat sekitar dan pengalihan perhatian petugas kehutanan yang dilakukan oleh pelaku pencurian kayu di hutan.
Terdapat pula alasan membakar untuk untuk klaim lahan, menumbuhkan kembali tumbuhan Purun Tikus (sejenis rumput rawa) yang lebih segar dan pembakaran Hutan galam untuk menambah rapat setelah tumbuh paska kebakaran.
Saat kunjungan lapangan (18-22 September 2019), penulis melakukan wawancara dengan beberapa pihak termasuk diantaranya petugas pengendalian karhutla dibawah lembaga Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yaitu Manggala Agni Daerah Operasi (Daops) Kapuas.
Menurut salah satu staf Mangggala Agnis Daops Kapuas, lokasi kebakaran sebagian berada di areal yang dibuka masyarakat untuk perkebunan dan pertanian.
Saat tim Manggala Agni memadamkan lahan yang terbakar itu, pemilik lahan marah. Pemilik lahan marah karena api yang melahap lahannya memang sudah ditunggu-tunggu agar lahannya bersih dengan cepat.
Saat penulis menemukan lokasi kebakaran lahan gambut di Kalampangan Kota Palangkaraya, lahan yang sudah terbakar ada tumpukan kapur (Gambar 1). Kapur ini biasanya digunakan untuk tujuan meningkatkan pH tanah karena lahan gambut bersifat masam.
Dengan penambahan ameliorant seperti kapur, tanah akan meningkat pH nya sehingga bisa ditanami oleh tanaman budidaya. Penulis juga menemukan di lahan yang terbakar itu sudah dipatok dengan tulisan nama pemilik lahan. Apakah lahan ini terbakar sendirinya atau tidak sengaja dibakar?
Lahan gambut yang terbakar menyisakan pepohonan yang bertumbangan akibat akarnya sudah hangus termakan api. Lubang di tempat pohon tumbang, menyemburkan asap yang tebal dengan bau menyengat dan memedihkan mata.
Terlihat pemadam kebakaran menyemprotkan api ke lahan tersebut. Lahan ini dekat dengan Jalan Trans Kalimantan dimana di kanan dan kirinya kini banyak bermunculan komplek perumahan. (Gambar 2, Gambar 3 dan Gambar 4)
Lahan-lahan yang ditumbuhi oleh Purun Tikus juga menjadi sumber api yang menjalar luas dan tidak terkendali di Kalimantan Tengah. Lahan yang tidak terawat ini umumnya tidak jelas statusnya kepemilikannya sehingga tidak ada kontrol dari masyarakat sekitar saat ada pembakaran.
Api dari lahan terlantar yang tidak terkontrol awal kejadiannya bila dibiarkan akan menjalar ke perkebunan, hutan dan lahan milik (bisa dibaca lebih lanjut di daftar pustaka 1 dan 2 ).
Jadi apakah hutan dan lahan senagaja dibakar? Indikasi pembakaran disengaja pada kasus karhutla 2019 banyak ditemukan di lapangan. Pembuktian secara ilmiah dan hokum perlu pendalaman lebih lanjut.
Semoga karhutla segera bisa ditanggulangi dalam waktu sesingkat mungkin untuk mengurangi kerugian yang dirasakan jutaan orang. Semoga karhutla tidak terulang dimasa mendatang. Cukuplah tragedi dan derita kabut asap 2019 ini menjadi pelajaran.
Salam lestari!
Achmad Siddik Thoha
Divisi Mitigasi Konflik dan Bencana
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
[1] Thoha AS, Saharjo BH, Boer R and Ardiansyah M. 2014. Spatiotemporal distribution of peatland fires in Kapuas district, Central Kalimantan province, Indonesia. Agriculture, Forestry and Fisheries 3 (3): 163-170
[2] Thoha AS, Saharjo BH, Boer R and Ardiansyah M. 2019. Characteristics and causes of forest and land fires in Kapuas District, Central Kalimantan Province, Indonesia. Biodiversitas Journal of Biological Diversity 20 (1): 110-117