Trending topic di media sosial hari ini masih tentang kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Betapa tidak, korban sudah berjatuhan. Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) mencatat terdapat 9.963 warga menderita ISPA yang berobat ke beberapa pusat kesehatan di wilayah Provinsi Riau.
Akhirnya Tagar #IndonesiaDaruratKabutAsap bercokol cukuplama sejak pagi hingga sore ini (14/9/19). Netizen meramaikan tagarini dengan memposting gambar, video dan status yang umumnya meminta pemerintah bertindak cepat dan serius menangani kabut asap ini. Menurut Warga Kampar yang diwawancarai penulis, kabut asap tahun ini sama parahnya dengan kejadian tahun 2015.
Penulis melacak sebaran hotspot (titik panas karhutla) melalui aplikasi Sipongi KLHK. Aplikasi ini menyediakan data sebaran livehotspot yang ditumpangtindihkan dengan citra google earth yang resolusinya untuk banyak wilayah tergolong tinggi.Â
Dalam 24 jam terakhir (14/9/19 pkl 16.34 WIB) tercatat ada 911 hot spot terdeteksi di seluruh wilayah Indonesia.
Penulis kemudian mengambil sampel beberapa hotspot. Bila kita sentuh salah satu titik yang menjadi titik perhatian kita, maka akan muncul beberapa data di antaranya Tanggal, Lokasi, Confidence (tingkatkepercayaan), Kawasan (Fungsi Hutan), Desa, Kecamatan, Kota/Kabupaten dan Provinsi.
Kawasan perkebunan sawit secara visual bisa dilihat dari warna hijau dan bentuk tajuk pohon kelapa sawit yang seperti bintang Pola Hutan Tanaman bisa dilihat dari teksturnya yang lebih kasar dan warga hijau agak cerah dengan pola jaringan jalan dan kanal. Dua kawasan yang terdeteksi hotspot berada di kawasan lahan gambut.Â
Ini bisa dilihat dari adanya jaringan kanal, ada warna kehitaman di sekitarnya (genangan air/rawa) dan dekat sungai besar. Adapun yang hotspot di kawasan konservasi terdapat di Tanam Nasional Tesso Nilo yang bukan lahan gambut yang sudah menjadi lahan terbuka yang umumnya menjadi kebun sawit (Gambar 1 dan Gambar 2)
Berdasarkan data dari situs Sipongi tanggal 13Sept 2019 terdeteksi 126 Hotspot berlokasi di lahan gambut di Hutan Tanaman diwilayah Muaro Jambi. Lokasi terbakarnya gambut ternyata berasal dari lahan yangdikelola perusahan perkebunan. (Baca disini ).
Demikian pula di Sumsel, hotspot terdeteksi di lahan gambut dimana salahsayunya berada di Desa Penyandingan Kecamatan Tulung Selapan Kabupaten OganKomering Ilir (OKI).Â
Media memberitakan bahwa di Sumsel hotspot banyak terdapatdi Kecamatan Tulung Selapan OKI yang merupakan lahan gambut (Baca disini) (Lihat Gambar 3)
Adapun di Palangkaraya, hotspot didapati salah datunya dilahan gambut di Kecamatan Bukit Batu. Lahan Gambut di Desa Tangkiling dan desa sekitnrnya ikut terbakar pada musim kemarau ini (Lebih lanjut bisa dibaca di sini dan di sini dan simak Gambar 4)
Untuk wilayah Provinsi Kalimantan Tengah, hotspot banyakmuncul di Kabupaten Kapuas, Kabupaten Pulang Pisau dan Palangkaraya. Di Kapuasdan Pulang Pisau hotspot masih ditemukan di eks lahan gambut sejuta hektar diMantangai dan Tumbang Nusa.Â
Di DesaTumbang Nusa Kec Khayan Hilir Pulang Pisautercatat ada lahan terbakar sejak bulan Juli 2019 (Baca di sini dan lihat Gambar 5)Â
Ditambah kandungan kadar ar dan bahan organik yang tinggi membuat gambut terbakar memproduksi asap yang lebih tebal dan kandungan gas yang berbahaya bagi kesehatan.Â
Kebakaran lahan gambut sulit dipadamkan karena lokasi yang aksesnya rendah, sulit sumber air dan arah penjalaran api yang tidak terlihat. Mungkin hanya hujan lebat selama berhari-hari secara berturut-turut yang efektif memadamkan kebakaran lahan gambut.
Mengamati kabut asap yang belum ada tanda berakhir, maka penulis berharap pemerintah sigap dan cepat bertindak menngingat banyaknya korban dari warga terpapar kabut asap.Â
Upaya hukum memang perlu dilakukan tetapi penyelamatan warga perlu dilakukan dalam waktu yang cepat untuk mengurangi jumlah korban. Kepada pengelola lahan yang terbukti membakar lahan, pemerintah agar bertindak tegas memberi sanksi pidana dan perdata.Â
Tidak hanya dihukum karena pelanggaran peraturan tetapi juga harus menanggung ganti rugi ekologi, ekonomi dan sosial yang diderita lingkungan dan masyarakat.Â
Penulis sebagai warga biasa sangat prihatin dengan kejadian kabut asap yang kembali terulang setelah tragedi bencana kabut asap 2015 menelan banyak korban jiwa dengan kerugian Rp. 221 Triliun.Â
Bila pemerintah di bawah komando Presiden tidak bertindak cepat dan tepat, bukan tidak mungkin rakyat akan mengalami bekaan kabut asap yang lebih lama dan terulang di kemudian hari.
Salam Kemanusiaan!
Salam Lestari!
Achmad Siddik Thoha
Divisi Mitigas Konflik dan Bencana Dept Konservasi Sumberdaya Hutan
Fakultas Kehutanan USU Medan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H