Mohon tunggu...
Achmad Siddik Thoha
Achmad Siddik Thoha Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Pegiat Sosial Kemanusiaan

Pengajar di USU Medan, Rimbawan, Peneliti Bidang Konservasi Sumberdaya Alam dan Mitigasi Bencana, Aktivis Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan, Penulis Buku KETIKA POHON BERSUJUD, JEJAK-JEJAK KEMANUSIAAN SANG RELAWAN DAN MITIGASI BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM. Follow IG @achmadsiddikthoha, FB Achmad Siddik Thoha

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Menyelidiki Titik-titik Sumber Kabut Asap di Indonesia

14 September 2019   19:43 Diperbarui: 15 September 2019   21:41 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kebakaran hutan dan lahan di kawasan Rambutan, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, Rabu (13/9/2017). (Foto: KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH)

Trending topic di media sosial hari ini masih tentang kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Betapa tidak, korban sudah berjatuhan. Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) mencatat terdapat 9.963 warga menderita ISPA yang berobat ke beberapa pusat kesehatan di wilayah Provinsi Riau.

Akhirnya Tagar #IndonesiaDaruratKabutAsap bercokol cukuplama sejak pagi hingga sore ini (14/9/19). Netizen meramaikan tagarini dengan memposting gambar, video dan status yang umumnya meminta pemerintah bertindak cepat dan serius menangani kabut asap ini. Menurut Warga Kampar yang diwawancarai penulis, kabut asap tahun ini sama parahnya dengan kejadian tahun 2015.

Penulis melacak sebaran hotspot (titik panas karhutla) melalui aplikasi Sipongi KLHK. Aplikasi ini menyediakan data sebaran livehotspot yang ditumpangtindihkan dengan citra google earth yang resolusinya untuk banyak wilayah tergolong tinggi. 

Dalam 24 jam terakhir (14/9/19 pkl 16.34 WIB) tercatat ada 911 hot spot terdeteksi di seluruh wilayah Indonesia.

Penulis kemudian mengambil sampel beberapa hotspot. Bila kita sentuh salah satu titik yang menjadi titik perhatian kita, maka akan muncul beberapa data di antaranya Tanggal, Lokasi, Confidence (tingkatkepercayaan), Kawasan (Fungsi Hutan), Desa, Kecamatan, Kota/Kabupaten dan Provinsi.

Gambar 1 (dok. DMKB Fahutan USU 2019)
Gambar 1 (dok. DMKB Fahutan USU 2019)
Di Riau, hotspot terdeteksi ada di kawasan/dekat perkebunan sawit, hutan tanaman industry (HTI) dan Hutan Konservasi (Taman Nasional). 

Kawasan perkebunan sawit secara visual bisa dilihat dari warna hijau dan bentuk tajuk pohon kelapa sawit yang seperti bintang Pola Hutan Tanaman bisa dilihat dari teksturnya yang lebih kasar dan warga hijau agak cerah dengan pola jaringan jalan dan kanal. Dua kawasan yang terdeteksi hotspot berada di kawasan lahan gambut. 

Ini bisa dilihat dari adanya jaringan kanal, ada warna kehitaman di sekitarnya (genangan air/rawa) dan dekat sungai besar. Adapun yang hotspot di kawasan konservasi terdapat di Tanam Nasional Tesso Nilo yang bukan lahan gambut yang sudah menjadi lahan terbuka yang umumnya menjadi kebun sawit (Gambar 1 dan Gambar 2)

Gambar 1 (dok. DMKB Fahutan USU 2019)
Gambar 1 (dok. DMKB Fahutan USU 2019)
Di Sumatera Selatan (Sumsel) dan Jambi, juga ditemukanhotspot di lahan gambut. Di Jambi, hotspot salah satunya terdeteksi diKecamatan Kumpeh MuaroJambi. 

Berdasarkan data dari situs Sipongi tanggal 13Sept 2019 terdeteksi 126 Hotspot berlokasi di lahan gambut di Hutan Tanaman diwilayah Muaro Jambi. Lokasi terbakarnya gambut ternyata berasal dari lahan yangdikelola perusahan perkebunan. (Baca disini ).

Demikian pula di Sumsel, hotspot terdeteksi di lahan gambut dimana salahsayunya berada di Desa Penyandingan Kecamatan Tulung Selapan Kabupaten OganKomering Ilir (OKI). 

Media memberitakan bahwa di Sumsel hotspot banyak terdapatdi Kecamatan Tulung Selapan OKI yang merupakan lahan gambut (Baca disini) (Lihat Gambar 3)

Gambar 3 (dok. DMKB Fahutan USU 2019)
Gambar 3 (dok. DMKB Fahutan USU 2019)
Penulis mencoba menelusuri sebagian Kalimantan. DiKalimantan Barat yang menjadi pusat hotspot terbanyak didapati kumpulan hotspot di Kabupaten Ketapan. Di Ketapang, hotspot salah satunya muncul di Desa Sungai Pelang Kecamatan Matan Hilir Selatan.Sekitar g 900 Ha Lahan Gambut Terbakar didaerah ini menurut laporan media (Baca di sini ) 

Adapun di Palangkaraya, hotspot didapati salah datunya dilahan gambut di Kecamatan Bukit Batu. Lahan Gambut di Desa Tangkiling dan desa sekitnrnya ikut terbakar pada musim kemarau ini (Lebih lanjut bisa dibaca di sini dan di sini dan simak Gambar 4)

Untuk wilayah Provinsi Kalimantan Tengah, hotspot banyakmuncul di Kabupaten Kapuas, Kabupaten Pulang Pisau dan Palangkaraya. Di Kapuasdan Pulang Pisau hotspot masih ditemukan di eks lahan gambut sejuta hektar diMantangai dan Tumbang Nusa. 

Di DesaTumbang Nusa Kec Khayan Hilir Pulang Pisautercatat ada lahan terbakar sejak bulan Juli 2019 (Baca di sini dan lihat Gambar 5) 

Gambar 5 (dok. DMKB Fahutan USU 2019)
Gambar 5 (dok. DMKB Fahutan USU 2019)
Kabut asap tebal yang semakin pekat dan lama bertahan di beberapa wilayah di Indonesia sebagian besar berasal dari lahan gambut. Api membakar lahan gambut menjalar melalui bawah permukaan dengan supply oksigen yang sedikit. 

Ditambah kandungan kadar ar dan bahan organik yang tinggi membuat gambut terbakar memproduksi asap yang lebih tebal dan kandungan gas yang berbahaya bagi kesehatan. 

Kebakaran lahan gambut sulit dipadamkan karena lokasi yang aksesnya rendah, sulit sumber air dan arah penjalaran api yang tidak terlihat. Mungkin hanya hujan lebat selama berhari-hari secara berturut-turut yang efektif memadamkan kebakaran lahan gambut.

Mengamati kabut asap yang belum ada tanda berakhir, maka penulis berharap pemerintah sigap dan cepat bertindak menngingat banyaknya korban dari warga terpapar kabut asap. 

Upaya hukum memang perlu dilakukan tetapi penyelamatan warga perlu dilakukan dalam waktu yang cepat untuk mengurangi jumlah korban. Kepada pengelola lahan yang terbukti membakar lahan, pemerintah agar bertindak tegas memberi sanksi pidana dan perdata. 

Tidak hanya dihukum karena pelanggaran peraturan tetapi juga harus menanggung ganti rugi ekologi, ekonomi dan sosial yang diderita lingkungan dan masyarakat. 

Penulis sebagai warga biasa sangat prihatin dengan kejadian kabut asap yang kembali terulang setelah tragedi bencana kabut asap 2015 menelan banyak korban jiwa dengan kerugian Rp. 221 Triliun. 

Bila pemerintah di bawah komando Presiden tidak bertindak cepat dan tepat, bukan tidak mungkin rakyat akan mengalami bekaan kabut asap yang lebih lama dan terulang di kemudian hari.

Salam Kemanusiaan!
Salam Lestari!

Achmad Siddik Thoha

Divisi Mitigas Konflik dan Bencana Dept Konservasi Sumberdaya Hutan
Fakultas Kehutanan USU Medan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun