Mohon tunggu...
Achmad Siddik Thoha
Achmad Siddik Thoha Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Pegiat Sosial Kemanusiaan

Pengajar di USU Medan, Rimbawan, Peneliti Bidang Konservasi Sumberdaya Alam dan Mitigasi Bencana, Aktivis Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan, Penulis Buku KETIKA POHON BERSUJUD, JEJAK-JEJAK KEMANUSIAAN SANG RELAWAN DAN MITIGASI BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM. Follow IG @achmadsiddikthoha, FB Achmad Siddik Thoha

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Memelihara Kehangatan Keluarga dengan Menjadi Relawan

13 Maret 2018   07:49 Diperbarui: 13 Maret 2018   08:59 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersama keluarga mendampingi warga terdampak erupsi Gunung Sinabung (dok pribadi, 25/2/2018)

Aisyah (8 tahun) berlari-lari sangat ceria. Ia memegang erat tangan Iis. Iis adalah salah satu anak kampung dari sebuah desa di Kaki Sinabung. Faruq (11 tahun) asyik melihat monyet yang bergelantungan di dahan-dahan pepohonan bersama anak-anak desa di kebun milik warga Desa Ndeskati. Sementara tak jauh dari tempat mereka bermain, berdiri kokoh nan gagah Gunung Sinabung dimana lima hari lalu meletus demikian dahsyat. Sementara Popie, istri saya, tertawa riang bersama ibu-ibu yang dibimbingnya untuk bisa melaukan terapi psikis dengan metode SEFT. Saya sendiri sedang asyik berbincang dengan beberapa warga membicarakan apa yang bisa dibantu dari desa yang terletak hanya 7 km dari kawah Gunung Sinabung ini.

Itulah sepenggal cerita kehangatan keluarga yang kami rasakan di sebuah desa yang sejuk pada 25 Februari 2018. Desa Ndeskati namanya. Desa yang terletak di Kaki Gunung Sinabung yang masuk dalam Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo. Kehangatan yang kami peroleh ditempat-tempat yang justru tidak biasanya dikunjungi banyak orang. Itulah salah satu cara saya dan keluarga mendapatkan kehangatan keluarga dan menyalakan keceriaan keluarga.

Memelihara kehangatan keluarga bisa dengan berbagai cara.  Cara terbaik adalah saat bisa bersama berkumpul dan melakukan kegiatan bersama. Pilihan kegiatan yang terbaik adalah pilihan hasil kesepakatan keluarga.

Salah satu cara saya dan keluarga memelihara kehangatan keluargaadalah dengan mengadakan kegiatan atau kegiatan kemanusiaan bersama. Saya dan istri saya sama-sama memiliki kegiatan sosial dan kemanusiaan yang kami rintis dan rawat hingga saat ini. Saya aktif menjalankan program kemanusiaan melalui lembaga relawan kemanusiaan bernama Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan (RELINDO).

Saya mendapat amanah sebagai ketua pengurus provinsi RELINDO Sumatera Utara. Jadi, bila ada isu kemanusiaan di wilayah Sumatera Utara dan sekitarnya, khususnta terkait bencana, saya mendapat tugas untuk bisa membantu ke wilayah tersebut. Adapun istri saya, saat ini mengelola kegiatan pembinaan anak yatim dan dhuafa yang ada di Bogor dan Medan.

Meski kami berdomisili di Medan, kegiatan pembinaan anak yatim dan dhuafa ini yang awalnya saya rintis di Kota Bogor Jawa Barat, saat ini tetap bisa berlangsung dua-duanya. Kami lebih senang menyebut sebagai keluarga relawan, karena saya, istri saya dan empat anak saya sering terjun dalam aksi sosial kemanusiaan baik sendiri maupun bersama-sama.

Kegiatan sosial kemanusiaan itu membuat kami memiliki banyak kesempatan untuk terlibat bersama bersama keluarga dalam menjalankannya. Kami melakukan aksi sosial dan kemanusiaan biasanya memaanfaatkan waktu akhir pekan dan waktu libur sekolah anak-anak. Kegiatan sosial membina 80-an anak yatim dan dhuafa ini rutin dilakukan setiap hari Minggu. Adapun kegiatan aksi kemanusiaan di lokasi bencana dan tempat yang membutuhkan bantuan beberapa kali dilakukan pada hari libur panjang sekolah.

Manfaat Mengajak Keluarga Berkegiatan Sosial Kemanusiaan Bersama

Banyak manfaat yang kami peroleh dari berkegiatan bersama keluarga dalam aksi sosial kemanusiaan. Berikut beberapa manfaat yang kami rasakan dari aksi sosial kemanusiaan.

1. Liburan Terbaik

Liburan ke pantai, itu mah sudah biasa. Liburan menginap di villa di tempat yang dingin dan tinggi, itu sudah lumrah. Atau liburan ke sanak keluarga yang memiliki kebun luas, itu sudah sangat sering. Nah kalau liburan main bareng anak kampung di tempat bencana, apa iya mau? Kalau liburan sambil ikut mendampingi pengungsi melalui hari-harinya, apa tidak Bete?

Ternyata, ada hal yang tidak diperoleh dengan liburan lain kalau kita mengajak keluarga mengisi waktu dengan melibatkan keluarga dalam aksi sosia kemanusiaan. Mereka terbiasa beradaptasi dengan lingkungan yang tidak nyaman dengan cepat. Terkadang kita melalui jalan-jalan yang sulit untuk mencapai lokasi itu. Itu membuat liburan mereka menjadi sangat berkesan.

Mereka bisa bercerita kepada teman-temannya bahwa mereka (anak-anak saya) barusaja melakukan petualangan mengunjungi pengungsi, ikut makan bareng dengan korban bencana atau bermain dengan anak-anak jalanan yang sedang ikut kegiatan pembinaan. Anak lelaki saya, Faruq (11 tahun) mengatakan pada saya,

"Ini liburan terbaik abang, Abi,"

Bersama keluarga mendampingi warga terdampak erupsi Gunung Sinabung (dok pribadi, 25/2/2018)
Bersama keluarga mendampingi warga terdampak erupsi Gunung Sinabung (dok pribadi, 25/2/2018)
2. Mengasah Kepedulian terhadap Sesama

Berkegiatan sosial kemanusiaan bersama adalah sarana yang bisa membuat saya dan keluarga bisa mengasah kepekaan sosial. Apalagi bila itu dilakukan sejak dini, bisa diharapkan saat anak-anak sudah menginjak dewasa mereka sudah memiliki kepedulian yang tinggi terhadap sesama. Saat saya mengajak keluarga melakukan aksi kemanusiaan, saya melibatkan mereka dengan memberi peran.

Misalnya saat berkunjung melakukan penyaluran ke Sekolah Darurat DI Pidie Jaya Aceh, setahu silam, saya membagi tugas kepada istri dan anak saya agar mereka bisa berinteraksi dengan anak sekolah yang belajar di tenda pengungsian. Hasilnya keluarga saya memiliki kesan mendalam dan bersama-sama ikut membantu secara aktif saat saya melakukan aksi kemanusiaan lainnya.

Aksi peduli Gempa Pidie Jaya bersama keluarga (dok pribadi Relawan Indonesia 31 Des 2016)
Aksi peduli Gempa Pidie Jaya bersama keluarga (dok pribadi Relawan Indonesia 31 Des 2016)
3. Memahami Aktivitas Orang Tua

Sudah barangtentu, kegiatan sosial yang saya jalani akan menyita waktu bersama dengan keluarga. Agar waktu liburan bisa maksimal digunakan untuk keluarga dan kegiatan sosial kemanusiaan, saya sekalian melibatkan keluarga di berbagai aksi. Alhamdulillah dengan terlibatnya istri dan anak-anak saya dalam kegiatan sosial kemanusiaan, mereka memahami, mengapa orangtuanya perlu sesekali keluar menjumpai orang-orang yang perlu dibantu.

4. Membiasakan Berempati pada Penderitaan Orang lain

Empati tidak serta-merta muncul. Empati muncul karena pembiasaan dan latihan. Aksi sosial kemanusiaan yang kami lakukan bersama adalah salah satu cara untuk memberikan pendidikan karakter melalui learning by doing dan learning by experience. Makin sering ikut terlibat dalam aksi sosial kemanusiaan, meskipun hanya ikut melihat, diharapkan bisa mengasah jiwa empat terhadap sesama, tanpa banyak memberikan nasehat yang rumit dengan kata-kata. Teladan adalah pendidikan terbaik. Itu yang saya dan istri saya yakini dan praktekkan kepada anak-anak kami.

Aksi kemanusiaan menyalurkan bantuan dan bermain dengan anak pengungsi Rohingya di Medan bersama keluarga (dok pribadi 3 April 2017)
Aksi kemanusiaan menyalurkan bantuan dan bermain dengan anak pengungsi Rohingya di Medan bersama keluarga (dok pribadi 3 April 2017)
5. Mengetahui dunia kerelawanan

Mengajak keluarga untuk menjadi relawan bukan hal sulit, tapi juga tidak sangat mudah. Dunia kerelawanan adalah dunia yang membutuhkan banyak hal untuk dikorbankan. Namun tidak berarti apa kita korbankan akan mengorbankan kehangatan yang ada dalam keluarga kita. Justru dunia kerelawanan ini yang menumbuhkan kehangatan keluarga, makin hari makin bertumbuh.

Banyak kisah perjalanan kami mengunjungi tenpat yang tidak biasa kami lihat dan melakukan kegiatan disana. Saat melihat ada gubuk tak layak huni yang didiami oleh nenek sebatangkara, kami semua sepakat untuk membantu dan kami bahagia menjalaninya. Ketika ada banyak rumah roboh dan korban berjatuhan akibat gempa, kami bersama-sama mendatangi lokasi itu untuk bersama-sama membantu dengan apa yang kami bisa.

Saya mengenalkan pada keluarga bagaimana seorang relawan bekerja dilapangan dan apa yang mereka dapatkan dari aktivitas ini. Dunia kerelawanan akhirnya menjadi bagian tak terpisahkan antara saya, istri saya dan anak-anak saya. Kami semua adalah relawan dan kami melakukan apa yang dilakukan oleh relawan sosial kemanusiaan.

Memelihata energi kehangatan keluarga itu tidak berat. Biarkan semua anggota keluarga merasakan energi kehangatan itu. Apapun aktivitas kita, seberapa banyak kesibukan kita dan seberapa tersedia waktu kita, upayakan bisa melibatkan keluarga agar merasakan kehangatan, kemesraan, keceriaan dan keharmonisan dalam setiap waktu yang kita miliki.

Karena bahagia itu tidak berat dan sulit. Yang berat itu beban hidup kalau hanya dipikul sendiri. Yang sulit itu adalah masalah hidup bila hanya diselesaikan sendiri. Bila semuanya dilakukan bersama, taka da lagi yang berat, hilang semua kesulitan dan bahagia adalah milik kita.

Bagi kami hari kasih sayang bisa kita temukan dan rancang sendiri, kapanpun dan dimanapun. Saat kehangatan keluarga dirasakan, disitulah kami merasakan bahwa hari itu adalah hari kasih sayang.

Salam Kemanusiaan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun