Perahu penumpang yang saya naiki bergerak pelan menuju darmaga kecil di sebuah kampung nelayan di Kecamatan Hamparan Perak Deli Serdang Sumatera Utara. Perahu berisi lima orang penumpang; saya, Dedi (mahasiswa) dan tiga orang warga kampung nelayan. Beberapa kali perahu harus berbelok ke kanan dam ke kiri menghindari sampah yang mengapung di perairan dekat kampung nelayan.Â
Tampak dipinggiran kampung nelayan pemandangan yang jamak dilihat berupa lelaki yang memperbaiki dan membersihkan jaring dari sampah-sampah. Di kolong rumah-rumah panggung, anak-anak kecil berenang di air payau yang kotor penuh sampah. Saat perahu sudah merapat di darmaga perahu, sampah-sampah yang umumnya berupa plastik mengapung bebas di perairan perbatasan Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang ini.
Itulah sepenggal gambaran betapa sampah kini tak lagi mengancam daratan tetapi juga lauatan.
Gambaran sekilas tentang sampah laut diantaranya bisa ditelusuri dari menumpuknya sampah di pesisir bahkan ke bagian yang berdekatan dengan muara sungai. Sampah telah menjadi polutan yang sangat berbahaya bagi laut.
Dari daratan, aktivitas manusia membuang sampah ke sungai menyumbang deposit sampah yang terangkut hingga ke pesisir laut. Ditambah lagi, sampah-sampah industri yang dibuang di tengah laut, tempat dimana sampah bebas tanpa batas dibuang. Bila di darat orang membuang sampah ke lahan milik dengan bayang-bayang rasa bersalah, di laut, siapa yang merasa memiliki laut.Â
Maka sampah begitu ringan dibuang begitu saja menumpuk, menjadi bahan yang mematikan banyak kehidupan yang tak terlihat di permukaan dan jauh dari pantauan manusia. Sampah juga disumbangkan dari pembuangan aktivitas manusia yang hidup di pulau-pulau kecil yang umumnya memiliki pengelolaan sampah yang minim.
Perkembangan tentang isu sampah laut memasuki babak baru. Jenna Jambeck, peneliti dari Universitas Georgia, Amerika merilis hasil penelitiannya di jurnal Science menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara kedua terbesar penyumbang sampah sebesar 3.2 juta ton. (Baca disini)
Polusi laut yang disebabkan oleh polutan sampah laut sangat berbahaya. Polutan atau bahan pencemaran adalah bahan/benda yang menyebabkan pencemaran, baik secara langsung maupun tidak langsung. Polutan laut terbanyak yang dijumpai di laut berasal dari sampah plastic. Menurut Direktur Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri RI Jose Tavares, setiap tahun sedikitnya 12,7 juta metrik ton sampah plastik yang diproduksi di daratan dibuang ke laut di seluruh dunia.Â
sampah plastik yang berasal dari daratan dan dibuang ke laut jumlahnya mencapai 80 persen dari total sampah yang ada di laut. Sampah-sampah tersebut masuk ke lautan, disebabkan oleh pengelolaan sampah yang kurang efektif dan perilaku buruk dari masyarakat pesisir di seluruh dunia dalam menangani sampah plastik. (Baca disini)
Bahaya Sampah Laut
Polusi laut akibat sampah plastik tidak hanya berdampak buruk terhadap lingkungan, tapi juga merugikan dari sisi ekonomi karena pendapatan negara dari sektor kelautan juga menurun. Banyak studi menemukan betapa sampah laut khususnya plastik menghantui perairan Indonesia. Menurut Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Kemenko Bidang Kemaritiman Arif Havas Oegroseno, perairan lndonesia kini sedang menghadapi ancaman serius akibat persoalan sampah yang terus bertambah dari waktu ke waktu. Jika tidak segera diatasi, sampah bisa mengancam aspek tradisional, kriminal, dan alam.
Studi oleh University of California Davis tentang tentang pencemaran plastik mikro di dalam pencernaan ikan menemukan bahwa 28 persen dari sampel ikan di pasar tradisional di Makassar makan plastik. Sementara itu, studi lainnya menemukan bahwa 67 persen ikan di salah satu tempat di California juga makan plastik. Ikan-ikan tersebut kalau dikonsumsi manusia bisa berbahaya. Diperkirakan Pada 2050 nanti, akan lebih banyak ikan yang mengonsumsi plastik bila penduduk dunia tidak segera mengangani sampah plastik di laut dengan hati-hati (Baca disini)
Dari sisi kerugian ekonomi, Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan bahwa sampah plastik yang bertebaran di perairan Indonesia, diyakini bisa menimbulkan dampak buruk yang tidak pernah diduga sebelumnya, yakni kemiskinan. Hipotesa tersebut dikatakan bahwa sampah plastik di laut selama ini sudah menimbulkan kerugian yang tak sedikit. Menko Kemaritiman menyebutkan angka kerugian sebesar USD1,2 miliar akibat sampah plastik yang berasal dari di bidang perikanan, perkapalan, pariwisata dan bisnis asuransi (Baca disini).
Dari sisi lingkungan laut, Deputi Sumber Daya Manusia, Iptek, dan Budaya Maritim Kementerian Koordinator Kemaritiman Safri Burhanuddin. Menyebutkan bahwa jika sampah plastik di laut tidak dicegah produksinya, maka itu akan mengancam keberadaan biota laut yang jumlahnya sangat banyak dan beragam. Tak hanya itu, sampah plastik bersama mikro plastik yang ada di laut juga bisa mengancam kawasan pesisir yang memang sangat rentan (Baca disini).
Lima senjata dalam Memerangi Sampah Laut Menuju Lautku Bebas Sampah
Sampah laut menjadi momok atau hantu menakutkan bagi berbagai pihak. Selain sebagai sebuah ancaman terhadap masa depan lingkungan dan manusia, sampah laut juga muncul dari pembiaran dari aktivitas illegal yang mengalami keterlanjuran. Selain itu, juga minimnya kesadaran masyarakat serta solusi praktis yang ditawarkan oleh pemerintah, swasta dan kelompok peduli sampah dalam penanganan sampah laut ini.
Beberapa alternatif yang bisa ditawarkan untuk mengatasi mererbaknya 'hantu laut, bernama sampah laut bisa 'diserbu' dengan lima 'senjata' pendekatan seperti berikut:
 Penerapan peraturan perundang-undangan dan penguatan kelembagaan.
Dalam penanganan sampah laut, sudah diterbitkan Perpres Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia dan National Plan of Action on Marine Plastic Debris 2017-2025 (Mei 2017), Kampanye Combating Marine Plastic Debris serta Reduction Plastic Bag Production and Use. DalamRencana Aksi Nasional Penanggulangan Sampah Plastik. Rencana tersebut Indonesia diharapkan bisa mengurangi 70% kontribusi Indonesia terhadap sampah plastik di laut sebelum 2025.Dengan terbentuknya Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, diharapkan mampu memperkuat kelembagaan dan meningkatkan program pengendalian sampah khususnya sampah laut baik dari tingkat pusat sampai tingkat tapak maupun tingkat pemerintah, swasta dan masyarakat.
Mencegah masuknya sampah dari darat ke laut.
Sumber sampah laut salah satunya berasal dari sampah yang di daratan yang kemudian mengalir ke pesisir dan menumpuk di lautan. Pencegahan masuknya sampah daratn ke lautan bisa ditempuh melalui berbagai langkah mulai dari pendidkan, pengelolaan sampah yang efektif dan efisien hingga menjebak sampah di muara sungai. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berencana melakukan sosialisasi kepada pemerintah daerah terkait penutupan mulut sungai yang menuju laut dengan jaring (Baca disini)
Riset antar lembaga penelitian, perguruan tinggi dan swasta terkait bahaya dan penanggulangan sampah laut.
Riset yang dilakukan oleh Badan Riset Sumber Daya Manusia (BRSDM) Kelautan dan ntuk bisa menanggulangi permasalahan sampah, khususnya plastik di laut, diperlukan kajian kerentanan pesisir terhadap bencana sampah riset dalam rangka, memahami hidrodinamika dan pergerakan cemaran sampah di perairan pantai, dengan parameter fisik dan kimia seperti tutupan lahan di DAS, batimeteri, arus, gelombang, pasang surut, dan iklim. Selain itu riset yang melibatkan berbagai negara mengatasi sampah laut telah dilakukan. Indonesia sekarang sudah menjalin kerja sama dengan Bank Dunia dan Denmark untuk mengadakan penelitian di 15 lokasi. Indonesia juga sudah menjalin kerja sama dengan Amerika Serikat untuk kepentingan penelitian ikan yang mengonsumsi plastik di laut (Baca disini)
Pemanfaatan sampah plastik di kalangan industri.
Untuk mengurangi sampah yang tidak terurai di lingkungan diperlukan terobosan dengan pengembangan bio-plastic dari singkong, rumput laut dan pengelolaan sampah menjadi energi. Kalangan swasta dan industri diharapkan peran besarnya dalam langkah ini.
Pemberdayaan masyarakat dalam mengelola sampah secara mandiri.
Prinsip 5 R dalam mengelola sampah yaitu Reduce, Reuse, Recycle, Replace, Repair perlu terus dikampanyekan menjadi sebuah budaya. Saat ini berkembang juga model pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dikenal dengan bank sampah. Pemberdayaan masyarakat dalam mengelola sampah secara mandiri sangat penting karena aktivitas masyarakat khususnya rumah tangga menyumbang sampah yang bisa sampai ke lautan dalam jumlah yang tidak sedikit.
Gerakan Nasional Lautku Bebas Sampah.
Grakan ini perlu digelorakan dan ditumbuhkan di berbagai lapisan masyarakat dan tingkatan pemegang kewenangan. Grakan nasional ini perlu terus dibangkitkan untuk menghindari perubahan kebijakan dan implementasi program akibat perubahan pemegang kekuasan. Dengan gerakan, siapapun pemegang tampuk pimpinan, gerakan ini terus bergulir dan tumbuh menjadi bagian dari budaya masyarakat.
Semoga dengan kerja bersama semua pihak, sampah laut tak lagi menjadi ;hantu laut' yang menakutkan, malahan bisa membawa berkah. Semoga upaya Memerangi Sampah Laut Menuju Lautku Bebas Sampah bisa terwujud.
Salam lestari!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H