“Biarlah hidung saya hilang, langit-langit saya hilang dan gigi saya rusak, asal mata ini jangan hilang. Saya masih ingin membaca Alquran dengan mata ini.”
Ya Allah, tak tahan saya mendengar pengakuan Erna Suryani, 50 tahun, warga Gang Eka Murni Lingkungan V Kelurahan Gedung Johor Kecamatan Medan Johor Kota Medan Sumatera Utara. Kesabarannya menahan sakit yang menggerogoti tubuhnya tak menyurutkan ia untuk mensyukuri apa yang tersisa dari tubuhnya.
Bu Nining, demikian panggilan Bu Erna Suryani, masih cukup jelas menceritakan kondisi dirinya yang sudah 11 tahun menderita Tumor. Awalnya tumor menyerang bagian hidung Bu Nining.
Bu Nining pun harus merelakah hidungnya sebagian besar hilang dan langit-langit mulutnya tidak asli lagi. Gigi bagian atas Bu Nining juga sudah habis. Bu Nining harus makan dengan makanan yang dihaluskan. Saat berbicara, suara yang keluar terdengar sengau akibat terbukanya bagian hidung dan langit-langit yang sudah tidak asli lagi.
Saya menemui Bu Nining dua pekan lalu di rumahnya. Saya mendapat curhat dari istri saya dan warga Gedung Johor Medan yang dulu pernah bertetangga dengan kami. Saya tidak menyangka, Bu Nining sakit sampai seperti ini. Dengan sakitnya yang terbilang tidak ringan ini, beliau begitu tabah.
Sebelas tahun lalu, awalnya Bu Nining merasakan ada benjolan kecil di dekat hidup bagian atas. Lama kelamaan benjolan itu mengeluarkan nanah sehingga terpaksa harus dioperasi.
Setelah di operasi, tumbuh gumpalan daging disekitar hidung kanan,di bawah mata kanan yang mengharuskan Bu Nining kembali harus menjalani operasi. Operasi kedua ini menyebabkan beliau kehilangan hidung bagian kanan. Kejadian berulang sampai dengan operasi keempat.
Alhamdulillah dengan fasilitas Jamkesmas, semua biaya operasi penyakit Bu Nining ditanggung pemerintah. Hanya saja suami bu Nining, Pak Sarmo (50 tahun) yang bekerja serabutan dan membiayai 5 anak, tidak memiliki lagi biaya untuk kontrol ke Rumah Sakit (RS) setiap bulannya.
Keluarga Bu Nining ini menempati rumah kontrakan yang letaknya di lembah curam pinggiran Sungai di daerah Gedung Johor. Bu Nining dan Pak Sarmo juga sudah memiliki 2 cucu.
Biaya untuk kontrol ke RS lumayan besar. Mereka harus menyewa angkutan umum untuk berangkat ke RS, membeli makanan dan minuman selama menunggu antrian diperiksa. Terakhir kali Bu Nining kontrol ke RS bulan Nopember 2015. Bu Nining takut bila berobat lagi matanya akan rusak atau dicabut, karena sempat ada pernyataan seperti itu dari dokter tempat terakhir beliau berobat.
Bu Nining dan keluarga ingin mencari tempat berobat ke tempat lain yang masih memungkinkan matanya terselamatkan. Namun apa daya, fasilitas Jamkesmas yang dimilikinya sangat terbatas layanannya. Kalaupun mata sebelah kanannya harus diangkat, penyakitnya ingin benar-benar tuntas sembuh. Beliau ingin tetap bisa membaca Alquran meski dengan sisa mata lainnya.
Keadaan Bu Nining sekarang sangat memprihatinkan. Beliau sudah kesulitan dalam bergerak, badannya panas dan tidak bisa makan minum dengan normal. Untuk makan dan minum agar bisa masuk ke mulut, Bu Nining memerlukan alat bantu. Saat menerima saya dan istri saya berkunjung, beliau harus dipapah berjalan.
Bu Nining tidak bisa makan dan minum secara normal karena sudah tidak memiliki langit langit mulut dan gigi atas. Dengan kondisi yang lemah karena kurang asupan makanan dan obat yang sudah habis, keluarga bu Nining ingin segera kontrol ke Rumah sakit. Apa daya secara teknis biaya untuk kontrol dan biaya agar tetap survive(bertahan hidup) dalam kondisi badan yang fit tidak bisa di-coverdengan kondisi keluarga yang pas-pasan secara ekonomi.
“Saya berdoa pada Allah. Shalat tahajjud sudah. Shalat hajat sudah. Kalau ini takdir Allah saya ikhlas. Tapi saya masih berharap mata saya tidak sampai hilang (rusak), karena masih ingin membaca Alquran.” Kata Bu Nining dengan suara bergetar.
Kembali saya tercenung. Kesabaran Bu Nining membuat saya kagum. Dalam sakitnya, Beliau memilih dekat pada Allah. Dalam sakitnya yang diingatnya adalah Alquran.
Saya seperti tertampar. Saya merasa dalam kondisi sehat, tak banyak ibadah yang bisa saya andalkan. Dalam kondisi cukup, tak banyak lembar Alquran yang saya buka. Dalam kondisi masih serba mudah beraktivitas, seringkali melewatkan malam-malam syahdu tidak bermesra dengan-Nya.
Terima kasih Bu Nining. Hari itu, saya mendapat semangat baru untuk lebih bersyukur dan semakin dekat dengan Allah. Ibu sudah membantu saya menemukan semangat baru dan saya akan membantu Ibu agar pengobatan penyakit Ibu bisa tuntas.
Semoga niat saya membantu Bu Nining diberi jalan kemudahan oleh Allah.
Salam kemanusiaan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H