Keadaan Bu Nining sekarang sangat memprihatinkan. Beliau sudah kesulitan dalam bergerak, badannya panas dan tidak bisa makan minum dengan normal. Untuk makan dan minum agar bisa masuk ke mulut, Bu Nining memerlukan alat bantu. Saat menerima saya dan istri saya berkunjung, beliau harus dipapah berjalan.
Bu Nining tidak bisa makan dan minum secara normal karena sudah tidak memiliki langit langit mulut dan gigi atas. Dengan kondisi yang lemah karena kurang asupan makanan dan obat yang sudah habis, keluarga bu Nining ingin segera kontrol ke Rumah sakit. Apa daya secara teknis biaya untuk kontrol dan biaya agar tetap survive(bertahan hidup) dalam kondisi badan yang fit tidak bisa di-coverdengan kondisi keluarga yang pas-pasan secara ekonomi.
“Saya berdoa pada Allah. Shalat tahajjud sudah. Shalat hajat sudah. Kalau ini takdir Allah saya ikhlas. Tapi saya masih berharap mata saya tidak sampai hilang (rusak), karena masih ingin membaca Alquran.” Kata Bu Nining dengan suara bergetar.
Kembali saya tercenung. Kesabaran Bu Nining membuat saya kagum. Dalam sakitnya, Beliau memilih dekat pada Allah. Dalam sakitnya yang diingatnya adalah Alquran.
Saya seperti tertampar. Saya merasa dalam kondisi sehat, tak banyak ibadah yang bisa saya andalkan. Dalam kondisi cukup, tak banyak lembar Alquran yang saya buka. Dalam kondisi masih serba mudah beraktivitas, seringkali melewatkan malam-malam syahdu tidak bermesra dengan-Nya.
Terima kasih Bu Nining. Hari itu, saya mendapat semangat baru untuk lebih bersyukur dan semakin dekat dengan Allah. Ibu sudah membantu saya menemukan semangat baru dan saya akan membantu Ibu agar pengobatan penyakit Ibu bisa tuntas.
Semoga niat saya membantu Bu Nining diberi jalan kemudahan oleh Allah.
Salam kemanusiaan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H