Mohon tunggu...
Achmad Siddik Thoha
Achmad Siddik Thoha Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Pegiat Sosial Kemanusiaan

Pengajar di USU Medan, Rimbawan, Peneliti Bidang Konservasi Sumberdaya Alam dan Mitigasi Bencana, Aktivis Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan, Penulis Buku KETIKA POHON BERSUJUD, JEJAK-JEJAK KEMANUSIAAN SANG RELAWAN DAN MITIGASI BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM. Follow IG @achmadsiddikthoha, FB Achmad Siddik Thoha

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Mengapa Kota Bogor Sering Banjir?

1 Maret 2016   11:53 Diperbarui: 1 Maret 2016   13:19 1119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Berita Banjir Kota Bogor 28/2/2016 (Dok. Radar Bogor 29/2/2016)"][/caption]

“Ah, masa sih Bogor Banjir?

“Kalau Bogor Banjir Jakarta kelelep, dong.”

“Bogor kan ngirim air, banjirnya di Jakarta, Lah."

Ungkapan di atas seolah mewakili beberapa anggota masyarakat khususnya yang ada di luar kota Bogor mendengar Kota Bogor dilanda banjir. Faktanya sudah beberapa kali dalam 4 bulan terakhir Kota Bogor dilanda banjir, meskipun daerahnya berada di ketinggian 190 mdpl.

Untuk ketiga kalinya sejak awal musim hujan Oktober 2015 lalu, beberapa wilayah di Kota Bogor diterjang banjir pada Minggu (28/2/2016). Penulis sendiri melakukan survei di dua tempat yang diterjang banjir pada hari itu. Pertama di Perumahan Taman Sari Persada Kelurahan Cibadak Kecamatan Tanah Sareal dan kedua di Kelurahan Situgede Kecamatan Bogor Barat. Di daerah TSP memang terkenal sebagai daerah banjir sejak akhir tahun lalu. Hujan deras dua jam saja daerah yang berada di bawah bendali (bendungan pengendali banjir) ini akan terendam air hingga selutut. Banjir diperparah oleh tersumbatnya aliran air akibat menumpuknya sampah di Bendali dan aliran air yang ada di komplek perumahan ini.

Sementara banjir yang melanda kawasan Situgede lebih disebabkan meluapnya Danau Situgede dan jebolnya beberapa tanggul yang mengalirkan air ke danau yang berada di sekeliling Hutan CIFOR ini. Banjir juga diperparah oleh banyaknya sampah di saluran air dan berubahnya beberapa kawasan tangkapan air menjadi perumahan. Beberapa perumahan di Kelurahan Situgede telah menghambat aliran air yang seharusnya dulu terbuang ke daerah rawa atau sawah. Akibatnya air meluap ke permukiman warga yang berbatasan dengan komplek perumahan baru. Menurut warga kampung Rawajaha Kelurahan Situgede yang terkena banjir, baru kali ini banjir sebesar ini (satu meter). Selain di Rawajaha, banjir di Kelurahan Situgede juga melanda Jalan Tambakan RT01/05.

“Biasanya walau hujan deras, biasanya tidak pernah meluap seperti ini. Warga membuka pintu-pintu saluran air dan parit  dan aliran menuju eitu sehingga Setu jadi penuh. Kemungkinan seperti itu penyebabnya, Pak.” Ungkap Rosma warga RT01/05 yang penulis wawancarai.

Dua kejadian banjir di Kota Bogor (Oktober dan November 2015) dalam 4 bulan terakhir bisa dibaca di tulisan penulis sebelumnya di bawah ini :

1. Banjir Kota Bogor dan Kepedulian Sesama Warga

2. Menakjubkan, Warga Langsung Berenang di Sungai Usai Aksi Bersih

3. Banjir Kota Bogor Warga Butuh Bantuan Perbaikan Tanggul dan Rumah

4. Para Relawan yang Bersahabat dengan Sampah

Dari tiga kali survei, rapid assessment dan aksi kemanusiaan yang penulis lakukan bersama dengan tim relawan di Kota Bogor, beberapa hal yang membuat Bogor kita sering dilanda banjir dalam 4 bulan terakhir ini antara lain:

1.       Berubahnya daerah tangkapan air menjadi permukiman

Daerah tangkapan air ini banyak tersebar di daerah-daerah cekungan yang dulunya berupa rawa. Saat ini daerah tangkapan ini biasanya difungsikan sebagai kolam, baik kolam ikan, kolam pancing maupun sebagai kolam tangkapan air. Sawah-sawah yang merupakan areal yang banyak menampung air juga memiliki fungsi sebagai daerah tangkapan air yang kini luasnya semakin berkurang. Beberapa daerah tangkapan air ini banyak yang “diurug” untuk dibangun permukiman atau tempat bisnis. Banjir di Bogor Barat khususnya di Kelurahan Situgede membuktikan bahwa konversi daerah tangkapan air menjadi areal terbangun (permukiman, ruko dan industri) mengakibatkan banjir khususnya pada Minggu kemarin (28/2/2016).

[caption caption="Banjir di Rawa Jaha Kelurahan Situgede Bogor Barat (dok pribadi 28/2/2016)"]

[/caption]

2.       Padatnya bantaran sungai dengan permukiman

Ini fenomena umum di perkotaan di Indonesia, termasuk di Kota Bogor. Seluruh bantaran Sungai di Kota Bogor hampir tak menyisakan jalur hijau yang seharusnya ada. Jangankan bantaran sungai, banyak bangunan di Kota Bogor malah menjorok ke sungai membuat lebar sungai makin berkurang. Akibatnya saat curah hujan sangat tinggi, aliran sungai menghantam sisi bangunan yang ada di bantaran sungai. Dampaknya banjir yang melanda kawasan Bogor Utara November 2015 lalu banyak menghancurkan bangunan yang ada di bantaran Sungai Cibuluh dan membuat air meluap ke permukiman warga.

3.       Menumpuknya sampah di Sungai dan saluran drainase

Menurut data Rencana Pembangunan Jangaka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bogor Tahun 2015-2019 terdapat 29.80 % sampah yang tidak terangkut ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) di mana sebagian besar dibuang ke sungai oleh warga. Penulis mendapati fenomena ini dengan sangat gamblang seperti di Bendali Kelurahan Cibadak, Danau SItugede dan Sungai Cibuluh. Sampah-sampah ini membuat aliran air terhambat sehingga sungai dan saluran drainase mudah meluap. Warga justru sangat menyadari bahwa banjir itu salah satunya disebabkan oleh perilaku mereka yang membuang sampah. Sampah dibuang di belakang rumah warga di Kelurahan A, tapi yang merasakan banjir Kelurahan B. Seorang warga Cibuluh pernah mengungkapkan sebuah pernyataan pada penulis saat terjadi banjir pada pertengahan November 2015 :

“Kami merasa, dulu-dulu kami membuang sampah ke Sungai, sekarang sampah itu balik lagi ke rumah kami.”

[caption caption="Banjir di Kelurahan Cibadak Tanah Sareal (dok pribadi 28/2/2016)"]

[/caption]

4. Tanggul sungai/drainase yang sudah rapuh.

Penulis melakukan survei di beberapa tempat mendapati bahwa tanggul penahan sungai/saluran drainase terlihat sudah banyak yang retak. Beberapa kasus ditemukan ada tanggul yang jebol dan retak yang menyebabkan air menggenangi permukiman. Fenomena ini penulis temukan di Perumahan Taman Sari Persada Kelurahan CIbadak dan Kampung Rawa Jaha Kelurahan Situgede.

5. Berkurangnya daerah resapan air

Menurut data RPJMD Kota Bogor Tahun 2015-2019, terdapat 302.14 ha Daerah Resapan Air yang tersebar di Kecamatan Bogor Selatan dan Bogor Timur. Daerah ini biasanya berada di daerah yang berbukit yang berfungsi sebagai areal yang meresapkan air sehingga mengurangi erosi dan sedimentasi yang berdampak pada pendangkalan sungai. Di Daerah Bogor Selatan, secara kasat mata bisa dilihat pesatnya perkembangan kawasan permukiman, khususnya kawasan yang berdekatan dengan Bogor Nirwana Residence. Banyak perumahan baru dibangun di lahan-lahan yang dulunya merupakan daerah resapan air. Penulis bahkan pernah melakukan di daerah Mulyaharja pada bulan September 2015 lalu. Penulis mendapati beberapa sungai,  sumur warga dan sumber mata air kering dan warga harus mandi bergantian di pancuran yang berada di pinggir kali.

 

Bagaimana mengatasinya?

Dengan kondisi seperti diuraikan diatas apa yang bisa dilakukan oleh pemerintah dan warga bisa melakukan beberapa hal berikut untuk mengurangi risiko banjir di Kota Bogor

1.       Mempertahankan Kawasan Lindung dan Daerah Resapan Air

Daerah Kawasan Lindung (sempadan sungai, Hutan Kota, Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah, Sempadan Infrastruktur)  dan Daerah Resapan Air perlu mendapat perlindungan yang ketat agar terhindar dari konversi penggunaan. Paling tidak bila ada perubahan penggunaan pada Daerah Resapan Air sifatnya terbatas dan lahan tetap berfungsi optimal dalam meresapkan air. Ini tugas penting anggota legistalatif dan pemerintah untuk konsisten pada rencana tata ruang yang telah ditetapkan (Perda Kota Bogor No. 8 Tahun 2011 tentang RT/RW Kota Bogor 2011-2031). Anggota legislatif melakukan pengawasan dan pemerintah memberikan perlindungan yang memadai pada lahan-lahan yang memiliki fungsi konservasi tanah dan air.

2.       Menjaga daerah tangkapan air

Beberapa daerah tangkapan air  (kawasan terbuka hijau dan kawasan pertanian) banyak diincar menjadi areal terbangun yang memicu banjir bagi daerah sekitarnya. Kondisi ini perlu mendapat perhatian serius khususnya bagi unsur pemerintahan. Warga tidak bisa berbuat banyak ketika dahulunya daerah mereka tidak pernah banjir tapi karena adanya pembangunan yang membuat daerah yang tadinya tidak pernah banjir berubah menjadi areal yang sering dilanda banjir. Juga perlu upaya pemerintah dan pihak berwenang memperbaiki tanggul-tanggul penahan yang sudah mulai retak dan terancam jebol.

3.       Mengelola sampah keluarga dan tidak membuang ke sungai

Dengan adanya bencana banjir dalam beberapa bulan terakhir ini, banyak warga Kota Bogor yang mulai sadar akan pentingnya mengelola sampah. Namun membebankan pengelolaan sampah hanya pada tanggung jawab warga tidaklah memadai. Berbagai unsur baik dari unsur pemerintah, swasta dan komunitas masyarakat perlu bersama-sama mewujudkan Kota Bogor bersih dar sampah dari khususnya sampah di aliran sungai. Deklarasi Bogor Bersih yang dicanangkan oleh Wali Kota Bogor pada Peringatan Hari Peduli Sampah Nasional 2016 di Lapangan Sempur (21/2/2016) bisa jadi momentum bersama seluruh komponen warga dan pemerintah untuk mengubah sungai-sungai  dan aliran air bebas dari sampah. Bebas Sampah jangan hanya jadi slogan dan pencitraan program tapi harus diwujudkan sampai menjadi perilaku dan budaya bagi masyarakat.

4.       Galakkan gotong-royong warga dan relawan

Hal yang tak kalah pentingnya dari bencana banjir yang kian kerap melanda Kota Bogor adalah munculnya kesadaran akan pentingnya bergotong-royong membersihkan lingkungan. Penulis memiliki pengalaman sangat berkesan mendampingi masyarakat di Kelurahan Cibuluh untuk mengurangi risiko banjir tepatnya di RT 03 RW 03. Usai dilanda banjir sampai setinggi 2 m pada 15 November 2015, Tim relawan Indonesia untuk Kemanusiaan Kota Bogor menawarkan kepada warga untuk bersama-sama kerja bakti membersihkan sungai dari material penyumbat yang diduga sebagai biang penyebab banjir. Di Sungai Cibuluh dengan permukiman warga RT 03 RW 03 terdapat banyak sampah dan tunggul bambu yang menutup 2/3 lebar sungai. Alhamdulillah dengan melakukan gotong-rotong bersama warga, biang mampet Sungai Cibuluh di RT 03 RW 03 bisa disingkirkan berikut sampah-sampah yang sudah bertahun-tahun mengendap di dasar sungai. Sampai saat ini, meskipun hujan demikian lebat, warga di RT 03 RW 03 Cibuluh tidak lagi merasakan banjir. The Amazing of Gotong Royong (lihat kisah lengkapnya di sini).

Semoga banjir di Kota Bogor tidak sampai menimbulkan kerugian yang besar. Musim hujan masih akan berlangsung dalam intensitas tinggi dalam beberapa hari kedepan. Saatnya semua siap siaga menghadapi risiko terburuk dari musim hujan yang berlangsung. Bila semua bersatu dan berkontribusi menanggulangi banjir maka risiko akan semakin berkurang.

Mari mengambil belajar dari peringatan yang Allah turunkan pada kita.

 

Salam kemanusiaan!

 

Achmad Siddik Kota

Aktivis Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan Kota Bogor

CP. 0812-8530-7930

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun