Mohon tunggu...
Achmad Siddik Thoha
Achmad Siddik Thoha Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Pegiat Sosial Kemanusiaan

Pengajar di USU Medan, Rimbawan, Peneliti Bidang Konservasi Sumberdaya Alam dan Mitigasi Bencana, Aktivis Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan, Penulis Buku KETIKA POHON BERSUJUD, JEJAK-JEJAK KEMANUSIAAN SANG RELAWAN DAN MITIGASI BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM. Follow IG @achmadsiddikthoha, FB Achmad Siddik Thoha

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Energi dari Air dan Limbah Pertanian : Menuju Kemandirian Energi Berbasis Masyarakat

31 Desember 2015   14:54 Diperbarui: 31 Desember 2015   15:07 782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Rencana pengembangan pembangkit listrik tenaga mikro hidro di Kabupaten Bogor (dok. Eman Des 2015)"][/caption]

Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat berimplikasi pada permintaan energi yang semakin besar jumlahnya. Apalagi dunia dihadapkan pada bahan bakar dari fosil yang semakin tinggi biaya ekslporasinya dan cadangan minyak bumi yang semakin menipis. Sebagian besar masyarakat dunia juga semakin menyadari adanya pemanasan global akibat peningkatan gas rumah kaca di atmosfir sehingga setiap negara perlu mencari dan menggunakan energi alternatif yang rendah emisi dan terbarukan.

Energi alternatif kini semakin banyak dikembangkan di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Keberhasilan pengembangan energi alternatif bisa berimplikasi pada ketahanan energi suatu bangsa, karena energi adalah sumberdaya yang sangat vital dalam percaturan dunia Internasional. Namun pengembangan energi alternatif perlu mendapat dukungan dari masyarakat agar ketahanan energi bisa berimbas pada mandirinya masyarakat dalam ikut serta dalam pengembangan energi alternatif.

Kamar dagang dan Industri (KADIN) mencatat, rasio elektrifikasi di Indonesia adalah sekitar 76,56%, permintaan kenaikan listrik mencapai 7% per tahun. Sementara amanat Peraturan Presiden no. 5 Tahun 2006 tentang bauran energi diharapkan kelompok energi baru dan terbarukan menyumbang 17% pemenuhan energi nasional pada tahun 2025. Untuk sumber energi lainnya adalah batubara (33%), gas (30%), dan minyak bumi (kurang dari 20%).  (Sumber disini). Mengingat potensi kekayanaan alam Indonesia yang melimpah ditambah kondisi iklim yang sangat mendukung untuk mendapatkan sumber energi tanpa batas, maka pengembangan energi alternatif yang maksimal bisa mengantarkan Indonsia menjadi negara penghasil energi yang berlimpah.

Suatu waktu saya diajak seorang teman yang akan mewakafkan lahannya untuk kegiatan sosial kemasyarakatan. Lahan tersebut seluas hampir 1 hektar yang terletak di Desa Nambo Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor. Lahan tersebut berupa lahan terjal yang terletak di pinggir aliran sungai. Lahan tersebut semakin menarik untuk kegiatan sosial kemasyarakatan karena ada air terjun persis di seberang lahan yang diwakafkan.

“Apa ide Pak Siddik untuk mengelola lahan ini agar memiliki manfaat yang besar. Ini ada air terjun dan banyak pepohonan yang ada di lahan sekitarnya.”Kata Pak Mardyanto pewakaf tanah ini.

“Kelebihan lahan ini adalah daya tarik air tenjunny, Pak. Saya berharap air terjun ini airnya terus mengalir. Ini perlu dijaga bersama. Masyarakat merasa perlu air terjun dan kita pun bisa memberi sesuatu buat masyarakat.” jawab saya.

“Saya ada rencana membuat pelbanhkit listrik tenaga mikrohidro, pembangkit listrik tenaga air, Pak.” Pak Mardyanto melemparkan sebuah ide.

“Wah bagus, Pak. Sekalian masyarakat juga kita bantu terus merawat pohon-pohonnya agar air ini terus mengalir dan pemandangan tetap indah. Nanti kampung ini kita buat menjadi Kampung Mandiri Energi. Orang kesini gak hanya berpikir menikmati wisata air terjun tapi juga merasakan adanya kampung yang memenuhi energinya secara mandiri. Energi listrik bisa dari pembangkit listrik tenaga air, memasak bisa dari limbah kayu dan juga biogas. Kita buat pertanian terpadu kombinasi pohon, tanaman buah dan syur dan peternakan.” Saya mencoba mendetailkan ide Pak Mardyanto.

“Kampung Mandiri Energi. Wah mantap kalau bisa jadi itu Pak.” Jawab Pak Mardyanto.

Itulah perbincangan singkat saya dengan Pak Mardyanto, seorang dermawan yang tidak hanya ingin mewakafkan lahannya, tapi juga ingin mensejaterakan masyarakat. Ide Kampung Mandiri Energi menjadi sebuah pemikiran saya sampai saat ini. Kampung mandiri energi yang tidak mengandalkan energi fosil (bahan bakar minyak konvensional), namun justru bertumpu pada sumberdaya yang bisa dibudidayakan dan dirawat serta ramah lingkungan. Ada tiga energi alternative yang murah meriah, mudah dibuat dan ramah lingkungan yaitu energi dari aliran air, energi dari kayu (pohon) dan energi dari limbah pertanian (limbah buah, sayur dan kotoran ternak). Tiga energi alternatif ini bisa diimplementasikan oleh individu atau kelompok masyarakat. Energi alternative tersebut tidak membutuhkan investasi yang besar bahkan justru berdampak langsung dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bahan baku energi tersebut ada di sekitar masyarakat dan pengadaannya tetap mempertahankan budaya yang sudah ada seperti bertani, beternak dan memanfaatkan air sungai. Dari alasan-alasan teersebut bisa dikatakan ini adalah pengembanganan energi alternative berbasis masyarakat.

Keunggulan Mandiri Energi Berbasis Masyarakat

Beberapa keunggulan energi alternatf berbasis masyarakat dari air, kayu dan  limbah pertanian antara lain :

  1. Bisa dibudidayakan. Energi alternatif dari kayu dan limbah pertanian (sisa sayuran, sampah organic dan kotoran ternak) bahan bakunya bisa dibudidayakan dengan mudah oleh masyarakat. Masyarakat pedesaaan memiliki kapasitas melakukannya dalam skala kecil dengan luas lahan yang kecil baik untuk konsumsi sendiri maupun untuk dijual. Energi yang dihasilkan dari budidaya ini bisa dipanen secara berkelanjutan tanpa khawatir kekurangan atau menjadi langka
  2. Meningkatkan pendapatan petani. Selama ini limbah kayu dan limbah pertanian/peternakan dianggap sampah yang terbuang atau setidaknya ditimbun dilahan. Melalui pengolahan untuk dikonversi menjadi bahan baku energi maka petani bisa meningkatkan pendapatannya.
  3. Menekan pengeluaran rumah tangga. Konversi limbah menjadi energi listrik dan biogas membuat petani atau masyarakat desa tidak lagi menyisihkan pendapatannya untuk membayar listrik ke PLN dan membeli gas dari warung. Bahan baku listrik semuanya diperoleh secara gratis dari air yang mengalir dan limbah. Hal ini membuat pengeluaran petani menjadi berkurang dan bisa meingkatkan pendapatannya.
  4. Melestarikan lingkungan. Agar energi listrik bisa terus dihasilkan dari aliran air (air terjun dan aliran air), maka perlu mempertahankan debit air agar stabil. Kontinuitas dan kuantitas air akan terjaga bila daerah resapan dan tangkapan air terpelihara dengan baik. Salah satu syarat mutlak kelestarian aliran air adalah adanya pepohonan yang terus dirawat agar stok dan aliran air tetap stabil. Keberadaan pepohonan di sekitar daerah tangkapan air adalah syarat mutlak bilamana masyarakat masih ingin mendapat energi (listrik) dari pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH).
  5. Kampung Wisata Energi. Kampung yang sudah bisa mandiri dalam memenuhi kebutuhan energinya berbasis alam bisa menjadi obyek menarik bagi wisatwawan. Wisatawan tidak hanya menikmati air terjun yang indah, aliran aliran yang jernih dan lingkungan desa yang sejuk dan rindang, tapi mereka juga bisa memetik pengtahuan tentang manfaat alam Indonsia yang indah ini untuk memenuhi kebutuhan energi.
  6. Aset Menciptakan Ketahanan Energi. Ketahanan energi tidak bisa ditangani semuanya oleh pemerintah. Keterlibatan masyarakat dalam mengaplikasikan energi laternatif merupakan modal besar negara untuk menciptakan ketahanan energi. Bila masyarakat bisa mandiri secara energi, maka negara pun bisa mandiri secara energi pula. Cadangan minyak, gas dan batubara yang melimpah bisa dipertahankan sebagai cadangan energi yang bisa memperkuat posisi Indonesia sebagai negara kuat di bidang energi.

Prospek Energi dari Air dan Limbah Pertanian.

Mikrohidro

Suatu hari saya melakukan survei untuk sebuah kegiatan pendakian massal ke Gunung Halimun dengan jalur Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor menuju kampung Citalahab Desa Malasari. Desa ini tidak terakses oleh jaringan listrik. Saat itu saya mencari rumah dan lahan untuk lokasi flying camp bagi para pendaki yang akan datang nanti. Saya menemukan sebuah bukit kecil yang berisi hanya 6 rumah. Disitu saya perhatikan tidak ada jaringan listrik. Saya agak kaget melihat warga menonton TV di dalam rumah. Darimana mereka mendapat aliran listrik, smeentara tidak ada tiang dan kabel listrik besar yang dbangun PLN.

Ternyata aliran listrik warga di kampung tersebut berasal dari pembangkit listrik mikrohidro (PLTMH) yang diletakkan di dekat aliran sungai yang deras mengalir di bawah bukit. Ternyata masyarakat kampung di desa yang sangat terpencil di Kabupaten Bogor sudah bisa memanfaatkan PLTMH yang digerakkan oleh kincir yang dilewati air yang terhubung ke dinamo yang menghasilkan energy listrik. Dengan listrik ini masyarakat hidup selalu terhubung dengan sumber informasi dari radio, televisi bahkan internet dari handphone mereka. Komunikasi pun berjalan lancar karena HP saya masih bisa di-charge dan laptop pun bisa saya gunakan untuk tetap upate dengan tim di kota.

[caption caption="Salah satu lokasi PLTMH di pelosok desa di Kabupaten Bogor yang memanfaatkan aliran sungai yang juga untuk mengairi sawah (dok pribadi Jan 2015)"]

[/caption]Prospek pengembangan PLTMH cukup menjanjikan karena selain potensinya yang cukup besar, teknologi ini juga mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan teknologi terbarukan lainnya seperti surya, angin, biomassa maupun panas bumi. Lebih dari 90% wilayah Indonesia menerima curah hujan rata-rata tahunan di atas 1500 mm, dan sebagian besar wilayah Indonesia berpotensi untuk dikembangkan tenaga air skala kecil ini. Oleh karena itu, teknologi ini memungkinkan untuk dikembangkan di seluruh wilayah Indonesia, khususnya di daerah pedesaan di pegunungan-pegunungan. Kondisi ini merupakan keunggulan sendiri yang tidak ditemukan di negara lain. (Sumber disini)

Hal yang menggembirakan, semua komponen mikro hidro telah dapat diproduksi di dalam negeri sehingga mudah pengadaannya. Artinya aplikasi PLTMH dapat dilakukan oleh masyarakat luas, mulai dari studi kelayakan hidrologi, rancang bangun peralatan elektro-mekanik, rekayasa bangunan sipil, sistem control daya, hingga peralatan lain yang diperlukan untuk mendukung pembangunan mikrohidro. Karena PLMH mampu menjangkau masyarakat sampai ke desa terpencil, maka pengembangannya akan bisa memberikan kontribusi yang cukup penting untuk memacu perkembangan ekonomi daerah.

Dalam merancang PLTMH tidaklah terlalu rumit dilakukan. Persyaratan utama dalam membangun PLTMH adalah debit air dan adanya jatuhan air (perbedaan tinggi, head). Aplikasi PLTMH tidak menggunakan sistim dam, tetapi menggunakan sistim pengalihan aliran air sungai atau run off river. Dengan system run off river ini, air tidak tertahan pada sebuah bendungan tetapi sebagian air sungai diarahkan ke saluran pembawa untuk diarahkan keturbin atau kincir air. Selepas dari turbin atau kincir, air dikembalikan lagi ke aliran sungai semula. Dengan demikian, PLTMH tidak akan mengurangi air yang diperlukan untuk keperluan pertanian dan juga tidak mempengaruhi lingkungan karena PLTMH tidak memerlukan bahan bakar apapun. Jadi, teknologi PLTMH ini hanya memanfaatkan energi aliran massa air dalam jarak ketingian tertentu atau diambil energi potensialnya saja, tidak mengurangi aliran massa air itu. (Sumber disini)

Pelet Kayu

Ternyata dari pemanenan pohon, ada hasil sampingan yang nilainya cukup besar salah satunya berupa pelet kayu. Pelet kayu adalah hasil samping dari penebangan pohon seperti dedaunan, ranting, kulit kayu bekas tebangan, serta gergajian. Pelet kayu digunakan tidak saja sebagai bahan bakar rumah tangga, tapi bisa juga untuk pembangkit listrik (PT. Mutu Agung Lestari)

Sebagian besar perusahaan dan masyarakat menanam pohon untuk dimanfaatkan kayunya. Nilai ekonomis kayu dari pemanenan pohon telah banyak diketahui oleh semua kalangan, namun nilai ekonomi kayu untuk bahan bakar misalnya pellet kayu (wood pellet) belum diketahui. Berikut perbandingan antara nilai ekonomi kayu dan pellet kayu (kayu untuk energi).

Kegiatan penebangan pada hutan yang akan dipanen untuk kayu pertukangan sebagian besar dilakukan dengan sistem tebang pilih atau tebang habis. Misalnya pada lahan yang ditanami Acacia mangium (Akasia), dengan jarak tanam 3 x 3 meter, dalam satu hektar lahan bisa ditanami sekitar 1100 pohon akasia. Dengan asumsi satu pohon Akasia menghasilkan 1 m3 kayu dengan nilai jual 1 m3 akasia = Rp. 800.000,- / m3, maka, nilai ekonomi dari kayu pertukangan untuk 1 ha adalah Rp. 880.000.000,-(dalam 10-12 thn)

Bagaimana dengan nilai ekonomi pelet kayu? Asumsinya bila 1 pohon akasia menghasilkan 1 m3 kayu tebangan dimana berasal dari 75% dari keseluruhan pohon akasia, maka 25% atau sebesar 0,33 m3 merupakan hasil sampingan dari tebangan pohon tersebut. Apabila dalam 8 tahun pohon akasia yang di tebang adalah 20% dari keseluruhan batang pohon akasia per ha sama dengan 220 pohon akasia maka hasil sampingannya adalah 72,6 m3. Jika berat jenis akasia adalah 450 kg / m3 maka dalam satu periode penebangan akasia produk hasil sampingnya sebesar 32,67 ton. Misalnya harga pasar 1 ton pellet kayu di pasar AS berkisar antara US$ 200 – 250 / ton maka dengan asumsi nilai tukar rupiah sebesar Rp. 12.000,- nilai ekonomi yang diketahui adalah sekitar Rp. 78.408.000,-.

Untuk memudahkan penggunaan pelet kayu di masyarakat, ada teknologi kompor biomassa. Kompor biomassa yang salah satunya dibuat oleh Universitas Brawijaya ini sangat irit bahan bakar. Untuk kebutuhan masak sehari-hari hanya membutuhkan potongan kayu kering sebanyak 700 gram, sehingga mampu mensubstitusi penggunaan LPG atau minyak tanah. (Sumber : “Pengelolaan Hutan Berbasis Rakyat Lestari Dalam Rangka Penguatan Ekonomi Rakyat” oleh Ir. Arifin Lambaga, MSE, PT. Mutuagung Lestari)

Mengingat data dan fakta yang menyatakan bahwa pellet kayu sudah dijadikan sebagai bahan bakar yang dikonsumsi luas dalam skala global, maka prospeknya tentu akan semakin meningkat. Uni Eropa, sebagai pengguna terbesar pellet kayu, akan mensyaratkan Negara-negara anggotanya untuk menggerakkan 20% listrik dari energi terbarukan pada tahun 2020. Berdasarkan data dari AEBIOM and Member State sector organisations dalam situs ihb.de, kebutuhan pellet kayu Uni Eropa dari tahun ke tahun terus meningkat. Tahun 2013, total kebutuhan pellet kayu Negara-negara Eropa mencapai 16 juta ton (sumber disini) . Harga pellet kayu berkisar USD 120 per metric ton di Pasar Eropa. Adapun penyedia terbesar pelet kayu saat ini adalah Siberia/Rusia. Indonesia bisa menjadi penyedia potensial berikutnya dengan dukungan dari pemerintah.

[caption caption="Tungku api dari bahan bakar kayu/olahan kayu (Sumber : Bahan Presentasi Worshop PHBML Bangkalan 2011) Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/achmadsiddikthoha/menatap-masa-depan-kayu-energi-di-indonesia_552a2a11f17e610c66d623aa"]

[/caption]

Biogas

Energi biogas adalah energi yang dihasilkan dengan memproses limbah biomassa di dalam alat kedap udara yang disebut digester. Biomassa berupa limbah dapat berupa kotoran ternak bahkan tinja manusia, sisa-sisa panenan seperti jerami, sekam dan daun-daunan sortiran sayur dan sebagainya. Namun, sebagian besar terdiri atas kotoran ternak. (Sumber disini)

Biogas memiliki kelebihan dalam aspek pemberdayaan masyarakat, ekonomi dan lingkungan hidup. Melalui biogas masyarakat bisa mandiri dan berwawasan masa depan untuk menunjang pembangunan ketahanan energi daerah. Pola pembuatan Biogas yang sederhana, cocok dikembangkan di daerah pedesaan atau pulau terpencil minimal untuk keperluan rumah tangga.

Sumber biogas dapat diperoleh dari limbah perkebunan, limbah peternakan, limbah pertanian, limbah perairan, limbah industri, limbah sampah organik, dan limbah manusia. Bahan baku tersebut merupakan salah satu sumber energi yang dapat diperbaharui dan sekaligus menyediakan kebutuhan hara tanah dari pupuk cair dan padat yang merupakan hasil sampingannya sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.

Pemerintah memerikan dukungan dalam pengembangan biogas melalui dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Biomasa dan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas.

Untuk aplikasi awal diperlukan biaya untuk membangun pembangkit (digester) biogas yang relatif besar bagi penduduk pedesaan. Namun sekali berdiri, alat tersebut dapat dipergunakan dan menghasilkan biogas selama bertahun-tahun. Untuk ukuran 8 meter kubik tipe kubah alat ini, cocok bagi petani yang memiliki 3 ekor sapi atau 8 ekor kambing atau 100 ekor ayam di samping juga mempunyai sumber air yang cukup dan limbah tanaman sebagai pelengkap biomassa. Setiap unit yang diisi sebanyak 80 kilogram kotoran sapi yang dicampur 80 liter air dan potongan limbah lainnya dapat menghasilkan 1 meter kubik biogas yang dapat dipergunakan untuk memasak dan penerangan. Biogas cocok dikembangkan di daerah-daerah yang memiliki biomassa berlimpah, terutama di sentra-sentra produksi padi dan ternak di Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Bali, dan lain-lain.

Pembangkit biogas juga cocok dibangun untuk peternakan sapi perah atau peternakan ayam dengan mendesain pengaliran tinja ternak ke dalam digester. Kompleks perumahan juga dapat dirancang untuk menyalurkan tinja ke tempat pengolahan biogas bersama. Negara-negara maju banyak yang menerapkan sistem ini sebagai bagian usaha untuk daur ulang dan mengurangi polusi dan biaya pengelolaan limbah. Jadi dapat disimpulkan bahwa biogas mempunyai berbagai manfaat, yaitu menghasilkan gas, ikut menjaga kelestarian lingkungan, mengurangi polusi dan meningkatkan kebersihan dan kesehatan, serta penghasil pupuk organik yang bermutu. (Sumber disini)

[caption caption="Instalasi Biogas (sumber https://assets.kompas.com/data/photo/2008/05/16/075631p.jpg)"]

[/caption]

Langkah Menuju Kemandirian Energi Berbasis Masyarakat

Manfaat dan prospek energi terbarukan dari air dan limbah pertanian seperti diuraikan di atas sangat besar seperti diuraikan di atas. Prospek yang besar ini membutuhkan perhatian serius agar pengembangan energi alternative berbasis masyarakat bisa terwujud. Untuk mewujudkan pengembangan energi alternative berbasis masyarakat khususnya dari air dan limbah pertanian, maka diperlukan beberapa langkah berikut :

  1. Penerapan kebijakan yang ketat tentang pengelolaan yang lestari dari kawasan resapan air dan daerah tangkapan air yang berpotensi besar untuk pengembangan PLTMH. Air terjun, aliran sungai yang menjadi sumber penggerak PLTMH beserta ekosistemnya dilindungi dan dimanfaatkan dengan produktif dengan memperhatikan prinsip-prinsip kelestariannya.
  2. Sinergi yang kuat antar lembaga yang berwenang mengelola sumberdaya air, sumberdaya hutan, sumberdaya lahan dan sumberdaya energi. Dalam hal ini, Kementerian dan Lembaga terkait pengelolaan sumberdaya tersebut, baik Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pertanian, Kemeterian Lingkungan  Hidup dan Kehutanan, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral maupun lembaga terkait riset dan penelitian perlu mendorong implementasi program pengembangan energi alternative berbasis masyarakat.
  3. Pengembangan desa mandiri energi yang bisa bersinergi dengan program percepatan pembangunan pedesaan khususnya kawasan desa tertinggal. Program desa mandiri energi ini bisa diperkuat oleh dukungan perusahaan melalui CSR yang ada di sekitar desa yang memanfaatkan sumberdaya dari desa tersebut. Pertamina bisa menjadi leader dalam pengembangan desa mandiri energi karena tersebar luas di berbagai penjuru wilayah sampai ke pelosok desa terpencil di Indonesia.
  4. Pemberian insentif pembangunan oleh pemerintah daerah bagi desa-desa yang berhasil mengembangkan energi alternatif berbasis masyarakat. Masyaraat yang berhasil mengembangkan energy alternative tidak akan lagi menggantungkan pada bahan bakar minyak. Hal ini sangat positif bagi ketahahan energy dan penurunan emisi gas rumah kaca. Upaya masyarakat yang bisa mengembangkan energi alternatif khususnya dari energi berbasis masyarakat perlu diberikan insentif. Insentif ini bisa berupa peningkatan kuantitas dan kualitas infrastruktur desa, pengembangan ekonomi berbasis energi alternative dan pengembangan kapasitas masyarakat sehingga mampu mendorong kemajuan desa lebih pesat lagi.

Akhirnya, penulis optimis bahwa energi alternatif berbasis masyarakat ini mampu menjadi penyokong bagi kemandirian energi bagi Indonesia. Kemandirian energi yang mampu disokong sampai tingkat masyarakat menjadikan Indonesia tangguh dan memiliki kekuatan dalam ketahanan energi dan mampu bersaing secara global. Tuhan sudah memberikan begitu banyak limpahan kelebihan berupa iklim yang sangat mendukung, tanah yang subur  serta kultur agraris yang semuanya menjadi keunggulan yang tak dimiliki bangsa lain dalam pengembangan energi selain fossil. Mari manfaatkan karunia Tuhan ini untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran umat manusia.

Salam lestari!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun