[caption caption="Bersama warga Palangkaraya di rumah evakuasi (dok. pribadi 25/10/2015)"][/caption]
Subuh yang berbeda pagi ini, Ahad, 25/10/2015. Ketika keluar dari kamar menuju teras penginapan, mata saya perih, hidung saya pengap dan pemandangan berkabut. Itu terjadi di dalam ruangan. Di luar ruangan lebih dari ini suasananya.
Pagi ini tidak seperti biasanya seperti keseharian yang saya nikmati sebelumnya. Biasanya saya menikmati udara sejuk seperti umumnya di wilayah Jawa. Biasanya wajah saya bebas tanpa masker dalam setiap beraktivitas. Tapi pagi ini saya harus memakai masker kalau keluar ruangan. Saya lebih memilih mengurung diri dalam kamar menghindari situasi tidak sehat di luar kamar.
Pagi ini memang begitu berbeda karena saya tidak sedang berada di Bogor, Jawa Barat, Indonesia. Saya sedang berada di salah satu tampat paling berbahaya udaranya saat ini di Indonesia, yaitu Kota Palangkaraya, Provinsi Kalimantan Tengah. Sampai kemarin, Sabtu, 24/10/2015, ISPU di Palangkaraya mencapai lebih dari 3000 menurut data Pak Joko, aktivis Relawan Kemanusiaan untuk Indonesia (Relindo) Kalimantan Tengah.
Pagi ini, pukul 08.00, Palangkaraya tetap berkabut. Bau menyengat, jarak pandang hanya sekitar 20 m dan rasa sedikit menyayat masih terasa. Ini menandakan bahwa udara Palangkaraya masih sangat berbahaya. Pantauan ISPU di situs BMKG pada pukul 09.00 menunjukkaan angka di atas 1000.
Sejak kemarin, Sabtu, 24/10/2015 saya beserta empat rekan relawan dari Relindo Jawa Barat melakukan assessment dan penyaluran bantuan masker dan obat-obatan kepada warga dan petugas pemadam kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Kalimantan Tengah. Dalam waktu kurang dua hari saya berusaha mencapai beberapa titik penyaluran bantuan dan mengumpulkan data terkait bencana kabut asap khususnya di Kalimantan Tengah. Situasi kabut asap mulai terasa sejak saya mendarat di Bandara Syamsuddin Noor, Banjar Baru, Kalimantan Selatan pukul 08.30 WIB. Asap menyelimuti areal bandara. Saat pintu pesawat dibuka, udara khas kabut asap kebakaran lahan segera menyeruak dan tercium tajam. Jarak pandang memang agak terbatas, namun warga masih terlihat cukup nyaman beraktivitas.
Kegiatan penyaluran bantuan mulai kami lakukan. Keluar dari bandara Kalsel, saya langsung menyerahkan bantuan untuk warga Kalsel yang diterima oleh beberapa mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat. Mereka dengan senang menyambut kami dan menerima 100 masker N95 dan 500 masker biasa. Usai mengambil dokumentasi sebentar kami langsung meluncur ke Kalteng melalui jalan lingkar Kecamatan Gambut dan Sungai Tabuk.
Selama perjalanan ke Kalteng, kami melihat kanan kiri jalan Jalan Lintas di Kecamatan Gambut Banjarmasin lahan-lahanya habis terbakar. Lahan yang terbakar adalah berupa lahan yang ditumbuhi Pohon Galam dan sawah yang usai dipanen. Kabut asap tidak cukup terlihat meskipun mata agak perih dan hidung tersengat cukup kuat oleh aroma asap kebakaran lahan gambut.
Lahan-lahan terbakar di Kalsel ini khususnya yang berada di pinggir jalan merupakan lahan milik dengan status SHM dan sebagian akan dibangun komplek perumahan. Saya menduga lahan terbakar dipinggir jalan itu memang “ingin terbakar” agar lahannya menjadi bersih dan nilai jualnya meningkat.
[caption caption="Lahan bekas kebakaran di pinggir jalan lintas Kalsel-Kalteng (dok. pribadi 25/10/2015)"]