Mohon tunggu...
Achmad Siddik Thoha
Achmad Siddik Thoha Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Pegiat Sosial Kemanusiaan

Pengajar di USU Medan, Rimbawan, Peneliti Bidang Konservasi Sumberdaya Alam dan Mitigasi Bencana, Aktivis Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan, Penulis Buku KETIKA POHON BERSUJUD, JEJAK-JEJAK KEMANUSIAAN SANG RELAWAN DAN MITIGASI BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM. Follow IG @achmadsiddikthoha, FB Achmad Siddik Thoha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kisah Sedih di Balik Bencana Kabut Asap

4 Oktober 2015   17:55 Diperbarui: 6 Oktober 2015   12:33 2230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Nabila, Bayi usia 15 Bulan asal Jambi yang meninggal setelah terserang ISPA akibat kabut asap (Sumber http://tv.liputan6.com/read/2331643/asap-makan-korban-bayi-di-jambi-meninggal-kehabisan-oksigen)"][/caption]Kabut asap pelan tapi pasti menggoreskan kisah sedih dari hari ke hari. Kematian anak balita akibat sakit saluran pernafasan mulai diberitakan satu persatu. Kabar anak-anak diungsikan orang tuanya ke tempat yang aman juga menjadi kepastian khususnya di daerah terpapar kabut asap parah di Riau dan Kalimantan Tengah. Demikian pula, batalnya banyak acara penting yang sudah dijadwal lama mengiringi kisah sedih akibat ‘tragedi’ kabut asap yang tak kunjung usai. Simak beberapa potret sedih berikut :

Gambar diambil hr ini pukul 10.30 wib. Yah, ini pemandangan di dpn rumah saya di palangkaraya kalteng. Sudah lebih dari 2 bulan kami merasakan kabut asap, pada bulan ramadhan rasanya asap sudah mulai terasa. Embun anak ku yg pertama saja awal ramadhan sudah terserang ISPA, disusul kemudian adikx Raditya, sebulan lebih mereka sakit, embun suhu tubuhx naik turun, adiknya batuk hampir 1,5 bulan lamanya. Yang mengalami ini bukan hy anak2 saya, sampai dgn minggu ke4  September sudah 15.528 orang tserang ISPA (data DinKes Prov.Kalteng).

Dan asap makin parah sampai dengan sekarang. Tgl 29 september 2015, kandungan partikular udara di palangkaraya sdh mencapai 1.996 ugr/m3 (data BMKG). Sampai sebatas apa kondisi ini akan ditetapkan sebagai bencana nasional???
Sementara kejadian kebakaran terus terjadi, teman2 manggala agni 24jam bekerja memadamkan api, tak adakah komando teratas yg bisa mengeluarkan
kebijakan zero burning, mengerahkan semua instansi & aparatx utk bisa menanggulangi bencana ini???

Yang lebih miris adalah kmren saat saya mengikuti Rakornas di instansi sy bekerja, ibu menteri yg terhormat & bpk Dirjen yg duduk diatas sana, dengan lantangx mengeluarkan kebijakan PERMUDAH SEMUA PERIZINAN & TINGKATKAN PENGAWASAN...
Dengan adanya bencana ini cukup yakinkan wahai pejabat negeri ini (dari status Facebook seorang teman di Palangkaraya, bisa ditelusuri disini)

[caption caption="Suasana Palangkaraya Sabtu, 3/10/2015 (Sumber FB Mirta Sari Palangkaraya Kalteng)"]

[/caption]

Dan berita terbaru dari MetoTV diberitakan bahwa Dampak kabut asap di kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah menelan korban jiwa. Seorang bayi berusia 45 hari meninggal karena ISPA, Minggu (4/10/2015). (Simak di sini)

Beberapa hari lalu, di Jambi juga diberitakan korban meninggal akibat kabut asap. Nabila Julia Rahmadani yang 5 Oktober mendatang berusia 15 bulan, meninggal dunia. Menurut dokter yang merawatnya, Nabila kehabisan oksigen gara-gara paru-parunya dipenuhi dahak. Penyebabnya karena sejak 2 bulan terakhir menghirup udara beracun yang bersumber dari kabut asap.

10 Hari sebelum meninggal dunia, Nabila menderita batuk dan pilek, dan diperiksa ke dokter. Ternyata kondisinya memburuk, sehingga sang ayah membawa ke rumah sakit. Namun sang putri akhirnya meninggal dunia.

Ahmad berharap cukuplah putrinya saja yang jadi korban kabut asap. Ia meminta pemerintah serius mengatasi pembakaran lahan yang memicu kabut asap, sehingga tidak ada korban lagi. (Baca selengkapnya di liputan6.com Asap Makan Korban, Bayi di Jambi  Meninggal Kehabisan Oksigen)

Sementara itu, kondisi memprihatinkan juga menyergap petugas yang memadamkan kebakaran di lapangan. Menurut berita dari RIAUONLINE, PEKANBARU, ribuan pasukan TNI dikerahkan memadamkan kebakaran hutan di sejumlah wilayah Riau. Tidak mengenal waktu, sepanjang hari pasukan tentara terus berjibaku menjinakkan api yang melahap gambut. Sampai pada akhirnya dua pasukan dari kesatuan Komando Strategi Angkatan Darat harus tumbang tercekik asap gambut. Keduanya mengalami gangguan Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) saat berusaha memadamkan api di Pangkalan Baru, Pelalawan. (Baca Kala Tentara Semaput Tercekik Gambut)

Apa yang mendesak diperlukan?

Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB, hari ini di limimasa twitter menyatakan bahwa kabut asap sudah mengepung banyak wilayah. Asap mengepung Sumsel, Jambi, Riau, Sumbar, Sumut, Malaysia, Kalteng, Kalbar. Harus ada komando yang lebih tegas. Saat ini ada 9 heli dan pesawat untuk water bombing & hujan buatan di Sumsel. Potensi nasional perlu ditambah.

[caption caption="Timeline twitter Sutopo Purwo Nugroho 4/10/2015"]

[/caption]

Hal senada diungkapkan oleh Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, bahwa mobilisasi nasional untuk penanggulangan kabut asap harus segera dilakukan.

"Harus ada mobilisasi nasional, harus hentikan sumber asap. Ada mobilisasi uang, sumber daya manusia, aparat, sipil, militer harus datang dan padamkan sehingga asap berhenti.” Ungkap Fahri.(Baca Fahri: Harus Ada Mobilisasi Nasional untuk Hentikan Bencana Asap http://news.detik.com/berita/3032235/fahri-harus-ada-mobilisasi-nasional-untuk-hentikan-bencana-asap)

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga ikut bersuara agar pemerintah segera menuntaskan kabut asap. Komnas HAM melalui Waka Internal Siti Noor Laila menyatakan : “Pemerintah sudah seharusnya berupaya untuk memenuhi hak masyarakat akan lingkungan hidup yang sehat dan hak atas kesehatan. Saat ini yang perlu diprioritaskan adalah mengevakuasi warga yang terkena dampak,” katanya.

“Telah terjadi pelanggaran HAM, karena masyarakat tidak dapat lagi mengakses udara bersih yang seharusnya menjadi hak setiap umat manusia. Udara sudah tercemar oleh asap, setiap harinya kami bernafas dengan racun. Data 2015, per 11 September 2015, terdapat 43.386 jiwa yang terpapar ISPA.  Salah satu akibatnya, hampir  satu bulan anak-anak tidak dapat bersekolah. Artinya hak atas pendidikan tidak dapat dilaksanakan. Bahkan tidak ada perlindungan terhadap anak-anak, kelompok rentan, ibu hamil dan ibu menyusui. Tidak diberlakukan evakuasi, dan mereka harus hidup dalam kondisi yang sangat tidak sehat ini,” urai  Ade Wastuti, salah satu perwakilan Gerakan Rakyat Riau Melawan Asap atau Seruni juga meliputi elemen DPRD Riau. (Baca Pemerintah RI Harus Hentikan Kabut Asap Riau)

Saat ini, sudah semakin banyak warga dan kelompok masyarakat di luar daerah terdampak kabut asap bergerak dengan kemampuan yang mereka miliki. Lembaga kemanusiaan sudah bergerak menghimpun dana untuk memberi bantuan masker dan pengobatan gratis bagi warga korban bencana asap. Pejabat negara juga ada yang menggunakan jaringan konstituen dan follower-nya menggalang dana untuk membantu korban bencana. Semoga usaha berbagai warga ini sebagai bentuk dukungan pada upaya pemerintah agar lebih tegas dan cepat menghentikan kabut asap ini.

Semoga warga di lokasi terdampak kabut asap diberi kekuatan dan kesabaran dalam menghadapi musibah ini.

Salam peduli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun