Mohon tunggu...
Achmad Siddik Thoha
Achmad Siddik Thoha Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Pegiat Sosial Kemanusiaan

Pengajar di USU Medan, Rimbawan, Peneliti Bidang Konservasi Sumberdaya Alam dan Mitigasi Bencana, Aktivis Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan, Penulis Buku KETIKA POHON BERSUJUD, JEJAK-JEJAK KEMANUSIAAN SANG RELAWAN DAN MITIGASI BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM. Follow IG @achmadsiddikthoha, FB Achmad Siddik Thoha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kisah Sedih di Balik Bencana Kabut Asap

4 Oktober 2015   17:55 Diperbarui: 6 Oktober 2015   12:33 2230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB, hari ini di limimasa twitter menyatakan bahwa kabut asap sudah mengepung banyak wilayah. Asap mengepung Sumsel, Jambi, Riau, Sumbar, Sumut, Malaysia, Kalteng, Kalbar. Harus ada komando yang lebih tegas. Saat ini ada 9 heli dan pesawat untuk water bombing & hujan buatan di Sumsel. Potensi nasional perlu ditambah.

[caption caption="Timeline twitter Sutopo Purwo Nugroho 4/10/2015"]

[/caption]

Hal senada diungkapkan oleh Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, bahwa mobilisasi nasional untuk penanggulangan kabut asap harus segera dilakukan.

"Harus ada mobilisasi nasional, harus hentikan sumber asap. Ada mobilisasi uang, sumber daya manusia, aparat, sipil, militer harus datang dan padamkan sehingga asap berhenti.” Ungkap Fahri.(Baca Fahri: Harus Ada Mobilisasi Nasional untuk Hentikan Bencana Asap http://news.detik.com/berita/3032235/fahri-harus-ada-mobilisasi-nasional-untuk-hentikan-bencana-asap)

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga ikut bersuara agar pemerintah segera menuntaskan kabut asap. Komnas HAM melalui Waka Internal Siti Noor Laila menyatakan : “Pemerintah sudah seharusnya berupaya untuk memenuhi hak masyarakat akan lingkungan hidup yang sehat dan hak atas kesehatan. Saat ini yang perlu diprioritaskan adalah mengevakuasi warga yang terkena dampak,” katanya.

“Telah terjadi pelanggaran HAM, karena masyarakat tidak dapat lagi mengakses udara bersih yang seharusnya menjadi hak setiap umat manusia. Udara sudah tercemar oleh asap, setiap harinya kami bernafas dengan racun. Data 2015, per 11 September 2015, terdapat 43.386 jiwa yang terpapar ISPA.  Salah satu akibatnya, hampir  satu bulan anak-anak tidak dapat bersekolah. Artinya hak atas pendidikan tidak dapat dilaksanakan. Bahkan tidak ada perlindungan terhadap anak-anak, kelompok rentan, ibu hamil dan ibu menyusui. Tidak diberlakukan evakuasi, dan mereka harus hidup dalam kondisi yang sangat tidak sehat ini,” urai  Ade Wastuti, salah satu perwakilan Gerakan Rakyat Riau Melawan Asap atau Seruni juga meliputi elemen DPRD Riau. (Baca Pemerintah RI Harus Hentikan Kabut Asap Riau)

Saat ini, sudah semakin banyak warga dan kelompok masyarakat di luar daerah terdampak kabut asap bergerak dengan kemampuan yang mereka miliki. Lembaga kemanusiaan sudah bergerak menghimpun dana untuk memberi bantuan masker dan pengobatan gratis bagi warga korban bencana asap. Pejabat negara juga ada yang menggunakan jaringan konstituen dan follower-nya menggalang dana untuk membantu korban bencana. Semoga usaha berbagai warga ini sebagai bentuk dukungan pada upaya pemerintah agar lebih tegas dan cepat menghentikan kabut asap ini.

Semoga warga di lokasi terdampak kabut asap diberi kekuatan dan kesabaran dalam menghadapi musibah ini.

Salam peduli.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun