Mohon tunggu...
Achmad Siddik Thoha
Achmad Siddik Thoha Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Pegiat Sosial Kemanusiaan

Pengajar di USU Medan, Rimbawan, Peneliti Bidang Konservasi Sumberdaya Alam dan Mitigasi Bencana, Aktivis Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan, Penulis Buku KETIKA POHON BERSUJUD, JEJAK-JEJAK KEMANUSIAAN SANG RELAWAN DAN MITIGASI BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM. Follow IG @achmadsiddikthoha, FB Achmad Siddik Thoha

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menunggu Komando Presiden Mengakhiri Bencana Kemanusiaan Kabut Asap

29 September 2015   11:01 Diperbarui: 29 September 2015   14:42 856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Presiden meninjau Kebakaran di Kalimantan Tengah 23/9/2015 (Sumber: setkab.go.id)"][/caption]

”Ini konteksnya bencana kemanusiaan. Harus ditetapkan sebagai bencana nasional dan Presiden mengambil alih komando. Segala birokrasi dan prosedur bisa cepat diputuskan,” kata Haris Gunawan, Kepala Pusat Studi Bencana Universitas Riau, Senin (28/9), di sela-sela pertemuan pakar gambut yang digelar Kementerian LHK di Jakarta. (Haris Gunawan, Kepala Pusat Studi Bencana Universitas Riau. Baca  Kompas.com dan Headline Harian Kompas 29/9/2015: Komando Presiden Diperlukan http://print.kompas.com/baca/2015/09/29/Komando-Presiden-Diperlukan)

Sampai hari ini kabut asap masih menyelimuti di beberapa provinsi di Indonesia. Kompas.com menyebutkan setidaknya warga di enam provinsi dengan penduduk sekitar 20 juta terpapar udara tidak sehat. Teriakan warga di ruang publik makin kencang. Saya menelusuri beberapa diskusi serius, teriakan membutuhkan bantuan sampai status dengan nada hampir putus harapan.

Di diskusi warga Kalimantan Tengah yang saya peroleh dari status FB dengan gambar menyayat hati. Gambar anak memakai masker oksigen dengan tulisan “Kami Butuh Posko Pengobatan Gratis, Bukan hanya Masker Gratis” bisa menyayat hati. Saat saya posting gambar ini ke akun media sosial dan whatsapp, banyak simpati berdatangan. Bahkan sebuah lembaga kemanusiaan mulai bergerak untuk menggalang bantuan. (Sumber Gambar dari Gerakan Anti ASap - GAAS)

[caption caption="Teriakan Warga meminta bantuan untuk warga yang terpapar asap (Sumber Gambar Gerakan Anti Asap (GAAS)"]

[/caption]

Kondisi kabut asap yang kian parah ini mengusik Novelis terkenal Tere Liye. Dalam halaman Facebook Tere Liye dengan jumlah Like lebih dari satu juta, beliau meminta presiden minimal minta maaf sama rakyatnya. Berikut status di fanpage Tereliye 

Kalian yang masih mati-matian membela pemerintah soal asap ini mudah sekali memahaminya: karena kalian tidak tinggal di kota-kota dengan asap tebal, di kampung-kampung terselimuti asap. Tidak punya anak yang berminggu2 bahkan bulan diliburkan sekolah. Tidak punya kerabat yang sedang hamil. Tidak punya keluarga yang masih bayi dan matanya perih merah. Ada ribuan orang anggota page ini yang bisa memberikan kesaksian betapa menderitanya hidup mereka sejak berbulan-bulan lalu.

Silahkan saja benci page ini gara2 saya menulis tentang asap kebakaran hutan. Bila perlu silahkan juga menulis sumpah serapah tentang Tere Liye demi membela idola kalian. Tapi data dan fakta membuktikan: setahun lalu rezim ini bilang dengan santai sekali di tanah Riau, bahwa mengatasi asap itu gampang. Hari ini, mereka tidak ada bedanya dengan rezim2 sebelumnya.

Setahun kemudian, apa hasilnya? Asap kebakaran hutan terus mengungkung puluhan juta penduduk Indonesia. Kalau mau tahu diri, dek, rezim ini minimal minta maaf sama rakyatnya. Bersimpuh meminta maaf ke bayi2 yang menangis, ke balita2 yang sesak nafasnya. Bukan malah nyinyir ke negara tetangga, menolak bantuan pesawat, apalagi menterinya malah asyik menyetujui kenaikan tunjangan pejabat.

Diambil dari: Tere Liye (sumber disini)

Di media sosial Twitter, warga terus menyuarakan agar pemerintah dan semua lapisan masyarakat bergerak mengakhiri bencana kabut asap. Beberapa public figure ikut bersuara dengan tagar #MelawanAsap seperti Asma Nadia dan Ippho Santosa:

@asmanadia Selain doa, yuk #SedekahMasker lewat @ACTforHumanity utk provinsi yg #MelawanAsap. Tiap hari,perlu 1 masker. Tiap keluarga, perlu 3-4 masker (25/9/2015).

@ipphoright Kita-kita yang tidak dikepung asap, pernahkah memikirkan saudara-saudara kita yang terkepung asap? #MelawanAsap (25/9/2015).

Warga juga mengkhawatirkan kondisi anak-anak mereka. Seorang ibu mem-posting gambar seorang anak memakai masker di Twitter dengan me-mention Presiden Jokowi salah satunya. Berikut tweet salah satu warga  (Ibu Mayang-Pekanbaru) di Twitter yang diposting hari ini (29/9/2015) karena anaknya sudah sebulan tidak bersekolah:

@mayangsari_ira : Ini Naya kelas 6 Sd.. Sdh hampir 1 bln tdk bisa bersklh... #MelawanAsap @jokowi @Pak_JK @Metro_TV @aniesbaswedan

[caption caption="Gambar anak di Riau yang sudah sebulan tidak bersekolah karena dilliburkan akibat kabut asap (dari twitter ‏@mayangsari_ira)"]

[/caption]

Sementara dari pantauan Satelit NOAA dan Satelit Terra dan Aqua (bisa dicek di situs SiPongi KLHK http://sipongi.menlhk.go.id/hotspot/main), titik panas masih cukup banyak terpantau di beberapa wilayah di Indonesia. Pantauan Satelit NOAA, sebanyak 148 titik panas terdeteksi dengan jumlah terbanyak di Provinsi Sumatera Selatan sebanyak 95. Sementara satelit Terra/Aqua mendeteksi sebanyak 267 titik panas dengan jumlah terbanyak di Provinsi Sumatera Selatan (134 titik panas), Kalimantan Tengah (33 titik panas), Kalimantan Timur (27 titik panas) dan Kalimantan Timur 22 titik panas). Meskipun jumlah titik panas banyak ditemukan di Sumatera Selatan, angin yang mengarah ke timur laut membawa asap hingga Jambi dan Riau.

[caption caption="Sebaran titik panas dari Satelit Terra /Aqua 28/9/2015 (Sumber: sipongi.menlhk.go.id)"]

[/caption]

Kondisi di atas belum mengalami peerubahan banyak sejak kabut asap mulai meluas sebulan lalu. Dua kali blusukan presiden ke Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah tidak cukup menghentikan kabut asap. Kini jutaan warga yang terpapar kabut asap menunggu presiden memainkan peran sebagai Komando, memimpin langsung mengahiri “menghilangkan hambatan-hambatan penanganan selama ini yang dikesankan lamban oleh banyak pihak". Pemerintah Daerah sudah berbuat, namun sumber daya mereka tidak memadai dengan kondisi yang sudah membuat banyak aktivitas terhenti.

Selamat memimpin dan memberi komando, Pak Presiden. Kami rakyat sangat berharap pada Bapak!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun