Mohon tunggu...
Achmad Siddik Thoha
Achmad Siddik Thoha Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Pegiat Sosial Kemanusiaan

Pengajar di USU Medan, Rimbawan, Peneliti Bidang Konservasi Sumberdaya Alam dan Mitigasi Bencana, Aktivis Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan, Penulis Buku KETIKA POHON BERSUJUD, JEJAK-JEJAK KEMANUSIAAN SANG RELAWAN DAN MITIGASI BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM. Follow IG @achmadsiddikthoha, FB Achmad Siddik Thoha

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Wisata Hati di Pedesaan

11 Desember 2012   23:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:49 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13552687132039123580

[caption id="attachment_221130" align="aligncenter" width="448" caption="Liburan keluarga di Desa Karya Mukti Tomo Sumedang (dok. pribadi)"][/caption]

Liburan tak harus jauh dan mahal. Berlibur bisa hanya mengganti rutinitas kegiatan dengan kegiatan lain yang lebih menyegarkan. Yang diperlukan hanyalah kejernihan hati, keterbukaan pikiran dan kelapangan jiwa menangkap isyarat kebaikan dari alam dan manusia di lingkungan sekitar.

Dari semua kegiatan liburan, wisata hatilah yang jarang dilakukan. Orang lebih memilih libutran dengan wisata fisik dan pikiran namun membiarkan hati terkungkung dan jiwa terjerat rutinitas dan kegalauan. Berikut sebuah kisah yang bisa menjadi pengingat diri saya sendiri bagaimana memaknai liburan yang tidak tergantung pada tempat, tapi menggali makna di manapun dan kegiatan apapun kita berlibur

***

Musim liburan baru dimulai. Seorang keluarga dari kota sudah banyak menghabiskan waktu berkeliling tempat wisata terkenal. Mereka sepertinya tidak mendapatkan kepuasan batin dengan kegiatan rekreasinya. Mereka hanya menyisakan lelah, uang ang terkuras dan waktu yang berlalu begitu saja.

Suatu ketika, perjalanan mereka terhenti di sebuah desa yang jauh dari keramaian. Mereka tertarik dengan pemandangan alami desa itu. Sawah terhampar menghijau. Burung berkicau sangat indah. Para petani menabur pupuk dan menjaga padinya. Dari jauh terlihat perkampungan di tengah sawah yang dikelilingi pepohonan.

Sang Ayah mengajak anak satu-satunya berjalan menuju kampung untuk meilhat lebih dekat kehidupan masyarakat desa. Mereka melihat-lihat pemandangan dan aktifitas masyarakat tanpa mengganggunya. Ayah dan anak itu sangat menikmati kegiatan ini sampai terlupa mobil yang ditinggalkannya.

Tibalah mereka di sebuah gubuk di tengah sawah. Ayah dan anak ini duduk melepas lelah sambil menikmati hamparan padi muda dan semilir angin sore. Sang Ayah kemudian memulai pembicaraannya.

”Anakku, apakah kamu senang dengan perjalanan barusan?” ”Sungguh menakjubkan Ayahku...baru kali ini aku merasakan perjalanan rekreasi yang berkesan.” Jawab Sang Anak.

”Apa yang membuatmu sangat terkesan sayang?” Sang Ayah penasaran ”Ternyata mereka lebih kaya daripada kita Ayah” Anak itu menjawab perlahan. Ayahnya mengangguk pelan. Dia yakin anaknya punya alasan yang akan membuatnya kagum. ”Coba terangkan alasanmu, Nak, mengapa mereka lebih kaya?”

Sang anak menghela nafas sejenak. ” Ayah...kita memiliki kendaraan mewah yang bisa mengantar kita tanpa terkena panas dan hujan. Tapi mereka punya kaki yang kuat dan tubuh yang bersahabat dengan panas dan hujan.”

” Kita punya seekor kucing dan tiga ekor burung yang dibeli sangat mahal. Mereka memiliki banyak sekali hewan peliharaan yang datang sendiri kerumah mereka.”

” Kita membeli AC dan kipas angin untuk mengusir panas. Mereka memiliki udara yang segar dan bersih dimana pun mereka bekerja dan beristirahat.”

” Kita mempekerjakan pembantu untuk melayani kita. Mereka hidup saling melayani satu sama lain tanpa ada yang meminta upah.”

” Kita harus membeli makanan dan dilayani saat waktu makan. Mereka bisa menyediakan makanannya, memasak dan menghidangkannya sendiri.”

”Kita hanya punya tanah yang sempit di depan rumah kita. Mereka memiliki halaman sebatas mata memandang.”

”Kita punya rumah yang tidak luas dan kamar yang sempit. Rumah mereka beratap langit dan mereka tidur dimanapun berselimut embun.”

” Kita memagari rumah dan membuat dinding tinggi agar aman. Mereka mempunyai banyak tetangga dan sahabat yang saling melindungi dan membuatnya aman.” ” Kita minum dan mandi dengan batasan biaya. Mereka bebas mandi, mencuci dan minum air tanpa membayar.”

” Kita kesini dengan menyisihkan tabungan berbulan-bulan. Mereka tiap saat menikmati pemandangan dan suasana alami dan memetik hasil darinya.”

Sang Ayah memeluk tubuh anaknya. Semilir angin mengiringi langkah merka menembus persawahan menuju mobil yang ditinggalkannya sejak tadi pagi. Mentari sore mengiringi perjalanan pulang mereka. Mereka telah mendapatkan inspirasi dan energi jiwa dari perjalanannya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun