”Hmm..mungkin bunga ini hasil dari perawatan yang sangat baik, sehingga bisa tumbuh subur dan cantik. Ya, itu saja, Pak.”
Pria tua itu kemudian menyentuh lembut kelopak demi kelopak Amarlirys.
”Tidak sekedar itu, nak. Saat kupandangi Amarylis, terbayang dipikiranku segumpal awan yang menyemai uap air. Ketika kusentuh ia, terlintas pula titik-titik hujan yang jatuh membelai lembut permukaan tanah. Terpikir juga olehku mineral dalam tanah yang membuat tanah subur. Aku juga melihat matahari yang menghangatkan dan udara yang menyejukkan menelusup masuk ke tubuhnya. Kubayangkan sederet waktu, segunung ketekunan dan selangit cinta orang-orang yang merawatnya. Banyak sekali yang membentuk bunga hujan ini sampai menjadi secantik ini.
”Bapak, Bapak. Apakah yang menjadikan Bapak memiliki padangan yang sangat dalam seperti itu? Padahal ini hanyalah bunga, Pak.” pemuda itu terkagum-kagum.
”Bila kita menatapnya dengan penuh kesadaran, sepenuh jiwa dan pikiran serta penuh kedamaian, keindahan bukan hanya milik bunga ini. Keindahan Amarilys hasil dari berbagai elemen yang saling memberi peran. Mereka saling menanggung satu sama lain. Amarilys takkan seindah ini bila tidak ada yang lainnya.”
*****
Sahabat, tak ada di dunia ini yang bisa hidup sendiri. Tak satu pun diantara kita yang bisa eksis tanpa dukungan sesuatu yang lain. Nyatanya, bunga terwujud keindahannya dari unsur di luar bunga. Eksistensi takkan bisa berdiri sendiri di dunia ini. Bahkan diri kita sendiri, ada sesuatu yang lain yang membuat diri kita eksis, produktif dan sukses.
Persepsi ini hanya timbul dari orang yang mempunyai kesadaran dan kedamaian jiwa. Kesadaran bahwa eksistensi kita ditentukan oleh yang lain akan menumbuhkan jiwa yang damai, jauh dari kecurigaan, kebenciaan, dendam dan tindakan yang merusak. Tanpa sesuatu yang lain, kita takkan ada. Dengan memelihara sesuatu yang lain itulah eksistensi kita akan terjaga. Sebaliknya, menghilangkan keberadaan sesuatu di luar kita sama saja kita mengantar jiwa dan raga kita pada kebinasaan.
Berapa ragam keahlian dan profesi yang harus ditekuni agar benih padi kemudian menjelma menjadi nasi lezat yang siap saji di depan kita. Berapa panjang rangkaian ilmu yang disusun agar kita bisa nyaman menyantap daging. Betapa tidak mudahnya mengurai komponen yang tersusun agar kita bisa menghidangkan sayur yang sehat. Sesuatu yang ternyata hanya terkumpul dalam satu piring hidangan makan malam kita. Hidangan itu ternyata butuh banyak elemen yang menyusunnya, beragam keahlian yang harus dikuasai dan rangkaian panjang ilmu yang mendukungnya.
Lalu mengapa kita harus merasa lebih baik dari yang lainnya kalau kita tergantung padanya. Mengapa kita merasa paling benar, padahal kebenaran itu hanya milik-Nya. Mengapa kita masih sulit berbagi, padahal semesta berperan atas eksistensi kita. Semesta adalah diri kita. Dan Sang Maha Pencipta penentu kita. Maka kembalikan diri kita hanya pada-Nya.
Sumber gambar disini