Mohon tunggu...
Achmad Siddik Thoha
Achmad Siddik Thoha Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Pegiat Sosial Kemanusiaan

Pengajar di USU Medan, Rimbawan, Peneliti Bidang Konservasi Sumberdaya Alam dan Mitigasi Bencana, Aktivis Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan, Penulis Buku KETIKA POHON BERSUJUD, JEJAK-JEJAK KEMANUSIAAN SANG RELAWAN DAN MITIGASI BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM. Follow IG @achmadsiddikthoha, FB Achmad Siddik Thoha

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pohon yang Takkan Pernah Berbuah

18 September 2012   09:20 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:17 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_206425" align="aligncenter" width="298" caption="Pohon Kering (dok. Gito Ginting)"][/caption] "Kamu telah menanam pohon dengan penuh keserakahan dan perasaan curiga. Bagaimana mungkin, kamu bisa mengharapkan pohon ini bermurah hati padamu dengan memberi buah yang berlimpah? "

Seorang petani mempunyai adik di kota yang menjadi tukang kebun. Petani ini memiliki kebun yang luas penuh dengan pohon-pohon buah lebat dan bagus. Kemampuan petani merawat kebun dan pohon-pohonnya yang indah terkenal di mana-mana. Suatu hari petani pergi ke kota untuk mengunjungi adiknya. Dia terkejut pada deretan pohon-pohon yang tumbuh kurus dan merana. Buah itu juga tidak berbuah dan berbunga. "Dengar, adikku," kata Sang petani. "Aku akan memberikanmu sebuah pohon mangga, yang terbaik dari kebunku. Kamu, anak-anakmu, cucu-cucumu dan anak dari cucu-cucumu akan bisa menikmatinya." Setelah pulang ke kebunnya, petani memanggil para pekerja dan memerintahkan mereka untuk mengambil pohon dan mengangkutnya ke kebun adiknya. Tibalah pohon mangga yang yang bagus itu di rumah sang Adik, Keesokan paginya Sang Adik mulai bertanya-tanya di mana dia harus menanamnya. Sang adik berbisik pada dirinya sendiri "Kalau aku menanamnya di atas bukit,, angin dan hujan bisa merontokkan bunga dan buah yang lezat sebelum matang. Jika kutanam dekat ke jalan, orang lewat akan melihat dan buah manggaku yang enak ini. Mereka akan mencuri mangga-manggaku. Tapi kalau aku menanam terlalu dekat pintu rumah, pembantu atau anak-anak mudah sekali memetik buah, nanti buahnya tidak sempat banyak.” Setelah ia berpikir mendalam, akhirnya Sang Adik menanam pohon mangga itu di gudang, dan berkata dalam hati, "Nah…pencuri-pencuri itu tidak akan berpikir untuk mencarinya di sini." Ia mengangguk tanda puas. Tapi selang beberapa lama, pohon itu belum memberi buah dan bunga mekar. Pada tahun pertama dan kedua poho itu tetap tanpa buah yang diharapkan. Dengan kesal dia mendatangi saudaranya yang petani, dan mencelanya dengan marah: "Kamu telah menipuku. Kamu memberiku sebuah pohon yang tak mau berbuah. Ini adalah tahun ketiga dan belum menumbuhkan apa-apa selain daun!" Lelaki Tukang kebun, lalu berkunjung ke rumah adiknya. Ketika melihat di mana pohon itu ditanam saudaranya, ia tertawa dan berkata: "Kamu telah menanam pohon di mana udaranya sangat lembab, tidak ada matahari dan kehangatan disini. Bagaimana, mungkin kamu bisa berharap bunga dan buah-buahan?" "Kamu telah menanam pohon dengan penuh keserakahan dan perasaan curiga. Bagaimana mungkin, kamu bisa mengharapkan pohon ini bermurah hati padamu dengan memberi buah yang berlimpah? "

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun