[caption id="attachment_190109" align="aligncenter" width="300" caption="Menara Petronas hampir lenyap dari pandangan karena asap dari kebakaran lahan Sumatera (sumber : http://nasional.vivanews.com/news/read/328592-kabut-asap-dari-indonesia-selimuti-petronas)"][/caption] bukan sulap bukan sihir... wussss...wusssss......aseekkkk....makan tuh asap..hirup..nikmati baru dikasih asep aja udh kewalahan..hahaha...apalagi diserang.. gara2 hobinya meng klaim.. sep... lanjutkan perjuanganmu, kabutin tuh jalan-jalan nya kasihan malaysia dikirim asap ama malaysia sendiri hha kapok :D semoga hilang beneran ky WTC aamiin...,
Asap Indonesia sudah tahu harus lari kemana klaim sekalian tuh asap...jangan cuman budaya indonesia yg di klaim... hheeeeeeehheeeee
Saya tersenyum sekaligus prihatin membaca komentar-komentar pembaca di sebuah berita dari laman online berjudul “Asap Indonesia Lenyapkan Menara Petronas” (sumber vivanews.com, 23 Juni 2012). Komentar bernada sinis dan anti- Malaysia ini membuat saya tertarik untuk menelusuri lebih lanjut berita terkait kebakaran hutan atau lahan di Indonesia. Berita ini kemudian menarik perhatian saya untuk membuka topik terkait. Ada beberapa berita lain terkait kabut asap yang menyelimuti negara tetangga akibat kebakaran hutan dan lahan di wilayah Indonesia khususnya di Sumatera.
Kabut asap juga sudah menjelajah sampai ke Thailand. Seperti juga diberitakan oleh vivanews.com, yang dikutip dari laman Bernama, 19 Juni 2012, kabut asap mulai tampak di sejumlah wilayah di Thailand Selatan. Badan Meteorologi Thailand yang ada di provinsi Songkhla menyatakan kabut ini dibawa angin muson. Direktur Badan Meteorologi ini, Wanchai Sakudomchai, mengatakan image satelit menunjukkan adanya 163 titik api di Sumatera. Angin muson barat daya tampaknya membawa kabut asap dari kebakaran ini ke beberapa wilayah Thailand selatan. (Baca : Asap kebakaran Sumatera Sampai Ke Thailand)
Di wilayah Indonesia, kebakaran lahan yang mengakibatkan kabut asap juga melanda Pontianak. Menurut berita yang dirilis oleh vivanews.com (17/06), kebakaran lahan di sejumlah wilayah di Kalimantan Barat belakangan ini, menyebabkan Kota Pontianak dan sekitarnya diselimuti kabut asap. Namun, kabut asap yang ada belum mengganggu transportasi baik darat, laut, dan udara. (Baca : Kabut Asap Mulai Kembali Ganggu)
Kebakaran hutan juga dilaporkan terjadi di Nusa Tenggara Timur. Laman online kompas.com memberitakan bahwa pengamatan di sejumlah titik di kota Kupang dan sekitarnya, Kamis (14/6/2012), si jago merah melalap bagian kawasan di Naimata, Matani, Naioni dan Fatukotu. Pohon-pohon yang berada di antara rerumputan dan perdu tampak menghitam. Begitu juga kawasan sekitar tepi jalan Lintas Timor sejak Kabupaten Kupang - Kabupaten Timor Tengah Selatan - Kabupaten Timor Tengah Utara hingga Belu (kabupaten yang berbatasan langsung dengan Negara Timor Leste), kebakaran telah menjadi pemandangan luas (Baca kompas.com : Kebakaran Hutan Mulai Landa NTT )
Hampir seluruh wilayah Indonesia mulai memasuki musim awal musim kemarau. Datangnya musim kemarau, akan mendorong beberapa daerah yang tiap tahun rawan kebakaran lahan terjadi kebakaran. Hal ini terbukti dari berbagai laporan pemantauan titik panas (hotspot) yang meningkat khususnya di Bulan Juni. Seperti data yang dikeluarkan oleh Badan Meteorologi dan Geofisika menyebutkan bahwa terpantau sebanyak 163 hostpot. Terbanyak berada di provinsi Riau, yakni 77 titik pada Senin 18 Juni2012 (Sumber Vivanews.com : 163 Titik Api Muncul di Sumatera) Propinsi Riau yang letaknya dekat dengan Malaysia, Singapura dan Thailand, tentu saja sangat memungkinkan “menyerang” negara-negara tentangga dengan kiriman asapnya bila angin berhembus ke arah negeri jiran tersebut.
Sampainya asap ke Negara tetangga yang baru saja mendapat “serangan” pernyataan dari masyarakat Indonesia akibat isu klaim budaya Indonesia akhir-akhir ini, berasal dari aktifitas kebakaran dari 3 sampai 7 hari sebelumnya. Sumber lain yang merilis data harian hotspot yaitu Kementerian Kehutananng dalam mailing list sipongi menyebutkan juga hal yang sama bahwa Riau menempati ranking tertinggi dalam deteksi titik panas di Indonesia. Data Satelit NOAA 18 (National Oceanic and Atmospheric Association) yang digunakan Kemenhut untuk mendeteksi titik panas memperlihatkan jumlah yang melonjak tajam dalam sepuluh hari terakhir ini.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa kebakaran lahan di Sumatera banyak disebabkan konversi lahan diberbagai wilayah khususnya di lahan gambut hutan menjadi perkebunan dan hutan tanaman. Kanal-kanal besar dibuat untuk membuat saluran irigasi yang akhirnya berdampak mengeringnya lahan gambut. Keringnya lahan gambut yang bersifat irreversible drying (kering tidak balik) mengakibatkan daya serap gambut terhadap air hilang. Fenomena ini ditegaskan juga pernyataan WALHI yang menyatakan bahwa perusahaan banyak membuat kanalisasi dengan skala besar, sehingga air di lahan gambut menjadi kering. Ketika terjadi kebaran, maka api sulit dipadamkan dan menimbulkan kabut asap yang luar biasa (Baca vivanews.com : Hutan Riau Terbakar, Menhut Salahkan Petani). Bila gambut sudah kering, maka bila musim kemarau, lahan gambut paling rawan kebakaran. Kebakaran yang berasal dari lahan gambut menghasilkan asap yang lebih tebal dan membahayakan agi kesehatan.
Kalau budaya Indonesia, Malaysia dengan sangat bersemangat mengklaimnya. Bila kabut asap, mereka mulai mencari-cari siapa yang mengirimkan. Mungkin betul juga kata komentator artikel diatas
klaim sekalian tuh asap...jangan cuman budaya indonesia yg di klaim
Asap berlabuh sesuai kondisi alam. Sebagian perusahaan perkebunan sawit di Sumatera dimiliki pengusaha Malaysia, begitupun dengan di Kalimantan, tidak sempit pengusaha Malaysia memiliki lahan sawit di Pulau Borneo ini. Namun, tetaplah yang paling menderita adalah warga Riau, Pontianak dan NTT. Kita tetap harus prihatin dengan masih maraknya kebakaran hutan dan lahan dan bahkan sampai membuat negara lain mendapat dampak buruknya. Komentar tersebut juga salah satu bentuk koreksi bagi semua pihak, bahwa urusan kabut asap sudah bukan lagi urusan pemerintah daerah dan pusat, namun juga dunia Internasional. Asap tak kenal batas negara.
Salam Lestari! Waspada kebakaran di musim kemarau.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H