Mohon tunggu...
Achmad Siddik Thoha
Achmad Siddik Thoha Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Pegiat Sosial Kemanusiaan

Pengajar di USU Medan, Rimbawan, Peneliti Bidang Konservasi Sumberdaya Alam dan Mitigasi Bencana, Aktivis Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan, Penulis Buku KETIKA POHON BERSUJUD, JEJAK-JEJAK KEMANUSIAAN SANG RELAWAN DAN MITIGASI BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM. Follow IG @achmadsiddikthoha, FB Achmad Siddik Thoha

Selanjutnya

Tutup

Nature

Sketsa Warga Kapuas (6): Habis Kayu Terbitlah Emas

28 April 2012   23:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:59 1670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_177812" align="aligncenter" width="448" caption="Areal Pembuangan Limbah Penambangan Emas Rakyat di Kapuas (dok. pribadi-27/04/2012)"] [/caption]

“Disini, 99 % warganya menambang emas, Mas.”

Apa yang terbayang di benak Anda tentang Pulau Kalimantan? Pasti salah satu diantara kita mengetahui bahwa Kalimantan adalah wilayah berhutan lebat dengan pohon-pohon besar. Dari pohon-pohon besar itu akan diproduksi kayu untuk keperluan rumah tangga. Tak heran, bila dulu di banyak toko material bangunan, bahkan di luar Kalimantan, di jual kayu Kalimantan yang diperuntukkan sebagai bahan bangunan. Kayu Kalimantan adalah beberapa jenis kayu dari pohon Ulin, Meranti, Kamper dan lain-lain.

Saat ini, Kayu Kalimantan sudah sulit ditemui di pasaran.  Apa sebabnya? Yang pasti disebabkan oleh  sumber  bahan baku kayu yaitu hutan sudah semakin menyusut. Kawasan yang disebut hutan memang masih ada, namun yang tersisa adalah pohon-pohon kecil, semak belukar dan alang-alang. Sebagian besar yang dulunya lahan berhutan, kini juga mulai berubah menjadi perkebunan karet dan kelapa sawit. Perkebunan ini banyak yang dikelola oleh masyarakat sendiri dan perusahaan swasta.

Apakah masyarakat Kalimantan sudah semakin berkurang penghasilannya setelah kayu, yang sempat menduduki peringkat kedua ekspor non-migas di Indonesia ini, makin berkurang? Tidak sama sekali. Selain perkebunan yang semakin luas kawasannya, masyarakat dan perusahaan swasta kini bisa menikmati sumberdaya alam yang nilainya lebih besar dari kayu, yaitu bahan tambang. Salah satunya adalah tambang emas.

Awalnya saya tidak percaya bahwa di Kabupaten Kapuas banyak sumber bijih emas di dalam hutan. Saya kemudian terkejut dan terperangah setelah melakukan survei pada Jumat, 27 April 2012. Survei yang saya lakukan bukan bertujuan untuk melacak sumber emas. Saya sedang penelitian tentang kebakaran hutan dan lahan. Berdasarkan analisa citra Satelit banyak kawasan hutan bekas terbakar pada lima tahun terakhir ini mengalami perubahan tutupan lahan. Ada areal yang dominasi lahan terbuka yang cukup luas di daerah dekat Desa Pujon Kecamatan Kapuas Tengah Kabupaten Kapuas Propinsi Kalimantan Tengah. Saya menduga-duga, mungkin ini lokasi tambang emas atau pasir zirkon. Zirkon sejenis pasir halus sebagai bahan baku keramik dan komponen elektronik.

[caption id="attachment_177813" align="aligncenter" width="448" caption="Areal hutan yang sudah rusak menjadi lokasi penambangan emas (dok. pribadi-27/04/2012)"]

13356560101499994578
13356560101499994578
[/caption]

“Disini, 99 % warganya menambang emas, Mas.”

Seorang Ibu pengelola Losmen di Desa Pujon Kecamatan Kapuas Tengah Kabupaten Kapuas menegaskan dugaan saya, tentang cerita warga Kapuas tentang tambang emas.

Benar saja, setelah saya mulai bergerak, ke arah utara Desa Pujon, sepanjang kanan kiri jalan bekas Jalan HPH (Hak Pengusahaan Hutan) yang kini jadi jalan Kabupaten, banyak hamparan luas berwarna putih. Laksana padang pasir berwarna putih terang. Areal tersebut adalah  lokasi pembuangan limbah pasir dari aktifitas penambangang emas rakyat.

[caption id="attachment_177814" align="aligncenter" width="448" caption="Padang pasir di dalam hutan bekas lokasi penambangan emas masyarakat (dok. pribadi-27/04/2012)"]

13356560831812609978
13356560831812609978
[/caption]

Bagaimana mereka “memanen” emas? Menurut penuturan warga yang pernah menambang, mereka masuk ke dalam hutan yang sudah mulai terbuka akibat kebakaran, perladangan dan penebangan, lalu mulai mencari lokasi yang diduga mengandung bijih emas. Pendugaan lokasi yang mengandung bijih emas dilakukan sesuai pengalaman atau bahkan ada yang memakai jasa “orang pintar”. Setelah lokasi ditentukan, maka digalilah tanah hingga menembus bagian pasir. Setelah itu lalu dilakukan penyedotan tanah. Tanah disedot dengan mesin penyedot khusus yan diarahkan ke mesin lain yang didesain untuk menyaring pasir dengan air. Bijih emas akan terpisah di bagian penyaring yang mengandung bahan kimia merkuri (Air Raksa). Bagian lain yakni pasir halus berwarna “hitam manis” yakni pasir zirkon juga dipisahkan untuk dijual sebagai “panen tambahan”.

[caption id="attachment_177816" align="aligncenter" width="448" caption="Penyedot pasir dan instalasi penyaringan pasir ala penambang masyarakat (dok. pribadi-27/04/2012)"]

13356562482067579362
13356562482067579362
[/caption]

Menurut artikel di Kompas.com (Baca : Pasir Zirkon Diekspor Tanpa diolah), kualitas pasir Zirkon dari Kalteng termasuk yang paling baik di Indonesia. Harga pasir Zirkon ada warga yang mengatakan Rp. 6.000,-/kg.

[caption id="attachment_177815" align="aligncenter" width="448" caption="Lokasi penambangan dan pondok penambang di dalam hutan (dok. pribadi-27/04/2012)"]

13356561621087876192
13356561621087876192
[/caption]

Berapa panen yang mereka peroleh? Menurut salah satu warga yang pernah ikut menambang emas dengan metode sedot pasir, bila mereka beruntung, tim penambang bisa mendapat bijih emas seberat 1- 2 ons . Harga bijih emas paling murah dijual ke pengumpul seharga Rp. 100.000/gram. Kalau sebesar 1 ons berapa? Nilai ini tentu harus dibagi-bagi ke beberapa penambang yang ikut dalam kegiatan pemanenan emas ini. Tentu saja bagian terbesar adalah pemilik mesin sedot yang biasanya juga pemodal kegiatan penambangan. Ini penuturan salah satu warga yang bisa saja tidak sama antar mereka.

[caption id="attachment_177817" align="aligncenter" width="448" caption="Salah satu sisi Desa Pujon, desa yang hampir semua warganya berprofesi sebagai penambang emas (dok. pribadi - 27/04/2012)"]

13356565181054578059
13356565181054578059
[/caption]

Apa dampak perekonomian bagi warga desa? Tentu saja sangat jelas terlihat. Di Desa Pujon, ibukota Kecamatan Kapuas Tengah, beberapa fasilitas modern telah terbangun. Ada menara salah satu operator seluler, jalan desa yang mulai di bangun dan aktifitas perekonomian yang makin ramai. Lima tahun lalu, menurut warga yang biasa berdagang di desa ini, saat ini Pujon sudah demikian berubah.  Termasuk juga harga-harga  barang. Contohnya seperti yang saya alami, hanya makan 3 porsi sarapan pagi sederhana saya sudah harus merogoh uang Rp. 60.000,- untuk membayarnya. Mahal bukan? Namun buat orang Pujon, harga seperti itu sudah normal karena penghasilan dari tambang emas sangatlah besar.

“Disini, Pak. Mangga yang harganya Rp. 500,-/buah di Kuala Kapuas  laku dijual Rp. 5.000,-. Harga tidak jadi soal.”

Demikian ungkap salah satu pedagang yang dulu sering bolak-balik Kuala Kapuas – Pujon menggambarkan betapa mudahnya mendapat uang di Desa penambang emas ini.

Akses jalan dari Kecamatan Timpah ke Pujon saat ini jauh lebih baik. Awalnya Pujon adalah Desa yang bisa ditembus melalui jalur sungai Kapuas atau  melalui jalan Eks HPH. Jalan Eks HPH inilah yang diperbaiki dan kemudian dijadikan jalan Kabupaten yang menghubungkan antar desa di Kecamatan Timpah dan Kecamatan Kapuas Tengah. Dulu sekitar 5 tahun lalu, ongkos angkutan dari Kuala Kapuas ke Pujon mencapai Rp. 300.000,- karena sulitnya akses. Namun saat ini, ongkos mobil Kuala Kapuas-Pujon turun jadi Rp. 100.000,-.

[caption id="attachment_177818" align="aligncenter" width="448" caption="Akses jalan menuju Desa Pujon yang dulunya adalah jalan HPH (dok. pribadi-27/04/2012)"]

13356566101836575384
13356566101836575384
[/caption]

Catatan penting lain adalah selain kemakmuran yang dirasakan warga sekitar areal penambangan emas, dampak lingkungan nampaknya diabaikan begitu saja. Para penambang tanpa peduli membuang begitu saja limbah pasir kasar yang dalam istilah penambangan besar disebut Tailing. Limbah penambangan inilah yang merupakan ancaman lingkungan yang sangat nyata. Selain rusaknya tanah dan vegetasi di areal hutan, air sungai yang tercemar Merkuri sangat berbahaya bagi manusia dan lingkungan.

[caption id="attachment_177819" align="aligncenter" width="448" caption="Pasir putih, air keruh dan air tercemar Merkuri adalah sisa dari aktifitas penambangan masyarakat (dok. pribadi-27/04/2012)"]

1335656670802669857
1335656670802669857
[/caption]

Saya melihat dan merasakan sendiri air sungai berwarna coklat kemerahan yang berbusa mengalir begitu saja ke sungai. Saat saya berniat ingin membuang air besar di sungai di dekat penambangan emas, saya mengurungkan niat karena bau air yang sangat menyengat. Air dari aliran sungai  yang keruh di dekat penambangan akan masuk ke Sungai Kapuas hingga membuatnya menjadi keruh dan tercemar. Karenanya, beberapa warga tidak mau memakan ikan yang dipancing atau diambil dari sungai Kapuas, khawatir sudah terpapar Merkuri.

[caption id="attachment_177820" align="aligncenter" width="448" caption="Air tercemar merkuri di sekitar penambangan emas, warna coklat kemerahan, berbusa dan bau menyengat (dok. pribadi-27/04/2012)"]

1335656744824068163
1335656744824068163
[/caption]

Sungguh prihatin melihat fakta kondisi lingkungan yang akan mereka nikmati dalam jangka panjang. Meski saat ini hasil dari penambangan emas sudah menaikkan status ekonomi mereka, apa yang akan mereka, warga dari desa sekitar penambangan emas, yang akan nikmati setelah emas habis? Akankah terbit “barang berharga” lain? Habis Kayu Terbitkah Emas. Habis Emas, terbitlah….

Semoga pihak yang bertanggung jawab atas kelestarian lingkungan segera merespon dampak yang nyata dari aktifitas penambangan emas rakyat.

Salam lestari!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun