Cepat juga Kak Siagian ini menambal ban. Tidak sampai 30 menit dua ban yang bocor sudah selesai ditambal. Saya sangat kagum pada wanita ini. Kak Siagian sanggup menjalani profesi penambal ban untuk bertahan hidup demi mendampingi suami dan membesarkan anaknya.
[caption id="attachment_171686" align="aligncenter" width="336" caption="Kak Siagian sedang mengisi angin ban (dok. pribadi)"]
Kak Siagian, wanita penambal ban, bisa menjalani hidup apa adanya. Dia berjuang keras sebagai perantau yang berasal dari Porsea Tapanuli Utara. Bersama suaminya, beliau dikenal sebagai pasangan penambal ban yang sangat bagus kerjanya. Tidak hanya kualitas tambalannya, tapi cara mereka melayani penambal yang sangat ramah dan akrab. Bila saya datang ke tempat mereka, rasanya saya mendatangi saudara sendiri, bukan pada penambal ban. “Berapa, Kak?” saya menanyakan ongkos tambal ban, meski saya tahu berapa yang harus saya bayar.
“Tidak usah Bang, bawa saja. Abang kan sudah kasih Jajan sama Sekar dan oleh-oleh makanan.”
“Wah itu lain lagi Kak. Ini ya Kak” saya menaruh uang 12 ribu di meja etalase sparepart ban.
“Makasih ya, Bang.”
Sore itu hati saya berbunga. Tidak hanya karena saya bisa bermain dengan Sekar, tapi karena cahaya kehidupan dari Kak Siagian. Saya menemukan kembali wanita-wanita tangguh yang tak menyerah menghadapi kerasnya hidup. Kak Siagian memberi inspirasi bagi saya untuk tidak malu bekerja apapun. Dia wanita yang tak putus asa dengan kondisi suaminya dan justru bahu membahu hidup bersama meski saat ini baru sebagai penambal ban. Kak Siagian bukan hanya penambal ban, tapi juga penambal hati saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H