Ada sesuatu yang berbeda di hutan CIFOR Kelurahan Situgede Kecaatan Bogor Barat Kota Bogor di hari Minggu 11 Desember 2011. Siang itu seratusan anak-anak, remaja dan orang tua berkumpul di bawah teduhnya pepohonan meranti. Mereka sedang mengikuti acara Hari Pohon Sedunia yang diadakan Komunitas Pohon Inspirasi dan LSM LATIN (lembaga Alam Tropika Indonesia). Dengan memakai topi yang terbuat dari dedaunan kering dari hutan CIFOR, mereka asyik bermain game pohon dan saling berkenalan.
[caption id="attachment_162418" align="aligncenter" width="599" caption="Game Pohon (dok. pribadi)"][/caption]
Sampailah acara yang ditunggu-tunggu peserta dan terutama saya, yaitu membacakan dongeng pohon. Dongeng ini saya karang dari adaptasi beberapa cerita dan sudah pernah di posting di grup Facebook POHON INSPIRASI, berjudul “Kasih Tak Berbalas”. Salah satu guru TK Amanah Bandung yang ikut berpartisiasi daama cara ini, sebut saja namanya Bunda, sudah menyiapkan diri dengan matang untuk membawakan dongeng. Mereka membentuk tim dan melibatkan “malaikat kecilnya” untuk ikut mendongeng. Hebatnya lagi mereka membawa alat peraga berupa pohon yang terbuat dari kertas serta boneka. Mereka juga memakai topi berbentuk lingkaran penuh bunga. Sungguh tim yang hebat.
[caption id="attachment_162419" align="aligncenter" width="614" caption="Mendengarkan dongeng pohon di Hutan Situgede (dok. pribadi)"]
Mulailah Bunda mendongeng dengan ekspresi yang sangat tepat dan mengharukan. Hampir 100 peserta yang terdiri dri anak-anak, remaja dan orang tua terpukau mendengar dongeng pohon. Menjelang akhir cerita, saya melihat beberapa peserta larut dalam cerita yang mengharukan. Ada tetes air mata haru di akhir sesi dongeng ini. Bunda melanjutkan cerita akhir dari dongeng pohon.
”Esok harinya, dengan lunglai si anak petani kembali mendatangi pohon besar yang tinggal akarnya ini. Pohon besar menyapa lebih dulu. ”Bagaimana kawanmu, Adik kecil? Apakah telah kalian temukan?” “Huuhuuhuu… huhuhuhuhu...” tangis si anak petani akhirnya meledak. “Kawanku sudah meninggal, aku tak lagi memiliki etman untuk bermain, Pohon...” jawab si anak petani sesenggukan. “Berbaringlah, peluklah akar-akarku, kau pasti merasa lebih baik. Aku akan setia menemanimu...” Pohon besar mengeluarkan udara sejuk dari akar-akarnya hingga si anak petani tertidur.
Semua senyap. Mereka terkesima dan tak sadar bahwa dongeng sudah berakhir. Mata-mata sembab saya lihat dari seratusan anak-anak dan remaja. Juga mata Bunda yang terlihat sisa air mata meski sudah disekanya.
[caption id="attachment_162420" align="aligncenter" width="576" caption="Peserta antusias mendengar dongeng pohon (dok. pribadi)"]
Dongeng yang mengharukan itu akhirnya berubah ceria setelah lagu pohon dikumandangkan bersama Bunda dan “Para Malaikat Kecil” penyelamat bumi.
Akulah pohon tempat berteduh. Ini batangku dan ini dahanku. Ini rantingku & ini daunku. Jika aku tumbang ke kanan..krek krek krek.(sambil menggerakkan kepala dan pinggang ke kanan) Jika tumbang ke kiri..krek krek krek. .(sambil menggerakkan kepala dan pinggang ke kiri) Jika tumbang ke belakang..krek krek krek. .(sambil menggerakkan kepala dan pinggang ke belakang) Jika tumbang ke depan..krek krek krek (.(sambil menggerakkan kepala dan pinggang ke depan)
Tepuk tangan menggema. Saya rasa pohon-pohon meranti di sekeliling kami juga tersenyum pada kami saat itu. Seandainya pohon punya tangan yang bisa digerakkan, mereka juga akan bertepuk tangan.
Saya yakin peserta sudah mulai letih, karena waktu sudah melewati tengah hari. Setiba di pendopo LATIN mereka saya putarkan film kartun tentang pohon. Mereka tampak serius menyimak.
Ada satu agenda yang sebenarnya berat dilakukan saat letih seperti ini tapi inilah acara inti sebenarnya yaitu menanam bibit pohon. Tadinya acara ini adalah wajib bagi anak-anak pesera lomba menwarnai dan menggambar. Saya berpikr inilah saatnya saya mendapatkan “buah” dari rangkaian acara untuk mendekatkan peserta pada pohon.
“Siapa yang mau menanam pohon?” saya melontarkan tawaran yang kurang popular saat waktunya harus menerima hadiah dan segera pulang.
“Saya, Aku…” banyak tangan terangkat. Saya merasa mendapat kejutan. “Baik, bagi yang mau menanam, silahkan ikuti saya, dan yang tidak mau silahkan duduk di pendopo.” [caption id="attachment_162423" align="aligncenter" width="362" caption="Anak-anak menanam bibit pohon di Acara Hari Pohon Komunitas Pohon Inspirasi Desember 2011 (dok. pribadi)"]
Ternyata yang mau menanam adalah sebagian besar peserta dan orang tuanya. Saya lega dan merasa bahwa ini sesuatu yang sangat saya dambakan. Menanam bukan lagi program yang dipaksakan. Menanam muncul dari kesadaran dan kebutuhan. Momen inilah yang berbeda dan sangat berkesan dibanding acara Komunitas Pohon Inspirasi sebelumnya.
Setelah kegiatan di Bogor, Guru TK Amanah menyebarluaskan kisah pohon tersebut ke murid-muridnya. Mereka membuat teater yang bersumber dari kisah pohon tersebut. Mereka juga memperdengarkan kisah pohon itu ke penyandang tuna netra. Semoga semakin banyak orang yang menikmati kisah inspirasi dari pohon ini sehingga pohon-pohon semakin disayang.
Salam Lestari
Achmad Siddik Thoha Pendiri Komunitas Pohon Inspiasi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI