[caption id="attachment_160523" align="aligncenter" width="604" caption="Bang Sihotang dan Sekar (dok. pribadi)"][/caption]
Aku bingung karena hari ini harus segera berangkat ke kampus, sementara motor plat BK-ku pecah ban dalam dan robek ban luarnya. Kuarahkan motorku ke bengkel tambal ban langgananku.
Abang tukang tambal ban langgananku bernama Sihotang, asal Sumatera Utara ini dengan cepat menemukan ban bekas yang dimaksud. Tanpa basa-basi dia memasang ban dengan cekatan. Kurang dari sepuluh menit, motorku sudah normal kembali.
"Berapa Bang?" Aku menanyakan harga ban dalam baru dan ban luar bekas pada Bang Sihotang usai memperbaiki ban motorku.
”Terserah kau saja, berapa kau punya.”
Kubuka dompetku.
”Masya Allah, hanya ada dua puluh ribu, cukup nggak ya?” bisikku
Kusodorkan uang dua puluh ribu, sambil cengengesan memelas.
”Maaf ya , Bang. Aku cuma punya segini.”
“Oke, Bang, tak masalah. Kau ini, macam orang jauh saja.” Bang sihotang menepuk pundakku dengan penuh keakraban.
Ya, Bang Sihotang, begitu aku memanggil tukang tambal ban di daeah Warung Borong Ciampea Kabupaten Bogor. Atas kemurahan hatinya, aku bisa masuk kuliah yang sangat menentukan hari.
[caption id="attachment_160536" align="alignleft" width="240" caption="Bang Sihotang sedang mengisi angin ban motor (dok. pribadi)"]
Sejak itu, aku semakin akrab dengan Bang Sihotang dan istrinya. Logat medannya yang khas dan selorohnya yang lepas membawa pikiran yang penat menjadi rileks sejenak saat ngobrol dengannya. Tak hanya masalah ban luar dan menambak ban. Pernah juga aku butuh ban dalam mobil buat ban berenang anak-anakku, saat kuberi uang, Bang Sihotang berujar.
”Gak usah, bawa saja. Macam orang lain saja kau ini.”
Harus kuakui, aku mengagumi keluarga Bang Sihotang. Bang Sihotang dan istrinya dikenal sebagai tukang tambal yang kompak dan selalu melayani pelanggannya dengan penuh keceriaan. Bahkan mereka berdua masih bersedia melayani orang yang akan menambal ban motor malam hari ketika mereka tidur. Terkadang orang yang memakai jasanya hanya memberinya uang Rp. 5.000,-, padahal dia memaksa dengan menggedor-gedor pintu rumah petak pinggir jalan berukuran 2 x 5 m pada pukul 01.00.
Sejak itu, aku berusaha selalu membunyikan klakson bila melewati depan bengkelnya. Aku pun tak mau menambal ban di tempat lain bila ban motor bocor di daerah dengan rumahku.
Suatu ketika, ketika aku melewati depan bengkelnya, kulihat ada gantungan baju bayi yang penuh dengan baju mungil.
”Bayi?” Apakah si Kakak (istri Bang Sihotang) melahirkan?” Bisikku dalam hati.
Sepulang dari kampus aku pulang dan mengajak istriku ke bengkel Bang Sihotang. Benar, ternyata Istri Bang Sihotang melahirkan seorang bayi perempuam yang parasnya cantik.
”Siapa namanya, Kak? Aku memegang ubun-ubun bayi itu. ”Sekar, Bang.” Jawab Istri Bang Sihotang. ”Nama yang saya sukai, Kak. Ini Kak, titipan dari istriku, Cuma baju kecil buat sekar.” Bang Sihotang dan istrinya tersenyum ceria menerima sepasang baju dan celana bayi itu.
”Makasih, Bang!” Jawaban suami istri itu bersamaan.
Sekar berarti bunga Ya, bayi itu laksana bunga yang membuat mekar kehidupan sepasang kekasih yang memiliki hati yang lapang. Status dan kondisi keluarga yang terbatas tak membuat mereka kehilangan semangat keceriaan dan ketulusan menolong orang lain. Kini keluarga penambal ban itu semakin ceria karena Sekar tumbuh jadi anak yang sehat sampai di usianya yang hampir dua tahun.
Bang Sihotang, terima kasih, kau telah memberi pelajaran hidup yang berharga tentang ketulusan, keceriaan dan kelapangan hati. Kau bisa memberi energi keceriaan saat semangatku sempat meredup. Kau bukan hanya penambal ban tapi juga penambal hati. Saat orang lain bekerja untuk mendapat uang sebanyak-banyaknya, kau justru tak mempedulikan keuntungan. Ketika orang lain enggan bekerja diluar jam tugas dan wewenangnya, kau datang dan bekerja tanpa beban. Kala orang bekerja dimana semua jasanya harus dinilai dengan uang, kau mengabaikannya dan melayani orang lain dengan lapang dada.
Banyak orang bekerja, mencurahkan tenaga, waktu dan pikiran hanya demi uang. Mereka hanya bekerja terpaku pada tugas dan fungsinya. Mereka bahkan ada yang memanfaatkan tugasnya untuk mengeruk keuntungan dengan jalan menipu dan ”memakan” harta orang lain dengan jalan tak halal. Alih-alih mereka mau memberi pelayanan, mereka justru melakukan manipulasi yang merugikan banyak orang. Mereka yang berstatus pemimpin atau pejabat, dengan wewenang dan tugasnya tanpa disadari melakukan pembunuhan pelan-pelan pada rakyatnya. Mereka telah mengalami kebocoran hati dan perlu ditambal segera agar hatinya tidak rusak parah.