Mohon tunggu...
Achmad Siddik Thoha
Achmad Siddik Thoha Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Pegiat Sosial Kemanusiaan

Pengajar di USU Medan, Rimbawan, Peneliti Bidang Konservasi Sumberdaya Alam dan Mitigasi Bencana, Aktivis Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan, Penulis Buku KETIKA POHON BERSUJUD, JEJAK-JEJAK KEMANUSIAAN SANG RELAWAN DAN MITIGASI BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM. Follow IG @achmadsiddikthoha, FB Achmad Siddik Thoha

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cara Cerdik Menghentikan Korupsi

8 Februari 2012   05:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:55 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_161345" align="aligncenter" width="372" caption="Image from Google"][/caption] Seorang cerdik pandai, sebut saja namanya, Abu Panas, di sebuah negeri yang alamnya kaya raya, diminta memberikan ceramah di hadapan pejabat negara. Semua sudah tahu bahwa pejabat negara negeri tersebut suka memeras rakyat kecil dengan berbagai pungutan wajib, mengkorupsi uang negara dan upeti-upeti terselubung. Pungutan akan semakin menggila jika rakyat memerlukan wewenang mereka untuk menyelesaikan suatu urusan. Yang lebih parah, semua proyek selalu dibuat tinggi angkanya meskipun hanya membangun tempat buang hajat. Dalam ceramahnya, Abu Panas bertutur: “Pada suatu ketika beberapa Negara mengadakan pertandingan untuk membuktikan siapa negara paling digdaya di dunia. Yang ikut bertanding adalah wakil-wakil dari Negara Hitam, Putih, Merah, Kuning dan juga Negara kita. Pertandingannya sendiri tidak terlalu sulit dan luar biasa. Hanya memeras handuk basah. Siapa yang berhasil mengocorkan air paling banyak dari handuk yang basah yang hampir kering, dialah yang menang. “Majulah peserta dari Negara Hitam yang terkenal kuat-kuat. Ia mengangkat handuk itu lalu memerasnya sekuat tenaga. Hiyaaaaaa….”teriak peserta Negara Hitam Tes…tes…tes… hanya beberapa tetes air, yang keluar “Sekarang giliran peserta dari Negara putih yang sangat terkenal kepandaian dan kekuatannya. Sambil mengambil ancang-ancang dia bersiap dan… Huupppppphhh…. Ternyata air yang keluar dari handuk juga hanya sedikit. “Orang Negara merah yang tersohor sombong pun demikian kesudahannya. Walaupun ia sudah nungging dan bergelimpangan di tanah sampai berkeringat, handuk itu cuma mengeluarkan beberapa titik air. Tibalah saatnya peserta dari Negara Kuning yang bangsanya menguasai dua pertiga dunia dengan kecerdikan dan kekuatannya. Memang, Orang negara Kuning boleh saja merajalela di jalan-jalan, di pasar-pasar dan di istana orang berpangkat. Namun ketika memeras handuk yang setengah kering itu, air yang mengucur juga tidak banyak. Hanya beberapa ciprat saja. “Maka majulah wakil Negara kita. Orangnya kecil, kerempeng dan pucat pasi, hingga para wakil Negara lainnya mencibirkan bibir sambil berteriak “Huuuuuuu…..Hwahwahwahaaaaa…..”. Penonton mengejek peserta Negara kita. “Mana mungkin orang sekurus itu bisa menandingi mereka?” teriak salah satu penonton sangat keras. “Tetapi, sungguh mencengangkan. Saat mengangkat handuk basah itu, wakil Negara kita sudah sangat kewalahan. Namun apa yang terjadi, air yang keluar banyak sekali, sampai timbul banjir dimana-mana. “Dengan takjub lawan-lawannya bertanya serempak, “Sangat mengherankan. Bagaimanakah Tuan yang kecil dan kurus dapat memeras handuk itu sampai airnya melimpah ruah? “Sambil membusungkan dada, wakil dari Negara kita itu menjawab, “Wahai Tuan-tuan. Tentu saja takkan bisa menandingi saya dalam pertandingan memeras handuk ini. Sebab di negeri saya, soal peras-memeras memang merupakan kebiasaan sehari-hari, dimana-mana?” Mendengar ceramah Abu Panas tersebut, tersebut para pejabat negara yang sering melakukan pemerasan dan korupsi itu tertunduk. Mereka merasa malu dan berjanji tak kan mengulangi perbuatan buruk itu lagi. *Diadaptasi dari Buku 30 Kisah Teladan Karangan Alm. KH Abdurrahman Arroisi (Jilid 6)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun