Aku bersyukur pada-Nya bahwa adikku masih bisa bertahan. Hari-harinya adalah inspirasi bagiku. Dia senantiasa tersenyum pada kami, keluarganya, saat kami menjenguknya. Bahkan hampir tiap hari dia menulis artikel. Dia juga sangat bersemangat menggambar arsitekstur. Seolah dia tak merasakan apa-apa dalam tubuhnya. Anggota badannya memang tak banyak bisa digunakan optimal, namun pikiran dan jiwanya terus bergelora memberi cahaya bagiku, keluarga dan orang lain.
”Cobaanku ini tak seberapa Bang. Lihat teman sekamarku. Gara-gara lumpuh dia ditinggal oleh calon suaminya. Sejak itu dia berusaha melupakan penderitaannya. Tiap hari dia berusaha kuat agar bisa berjalan. Satu kalimat dari dia yang membuatku termotivasi, Bang.”
“Apa itu dik?” Aku penasaran.
“Kita tidak selalu mendapatkan apa yg kita sukai, karena itu kita harus berusaha menyukai apapun yang kita dapatkan.”
Mataku berkaca-kaca. Tak kuasa aku membendung air jernih tumpah dari mataku. Adikku, sakitmu telah memberi cahaya padaku dan banyak orang.
****
Ini adalah kisah nyata dengan tokoh yang disamarkan. Setahun lalu penderitan radang otak itu sembuh dan saat ini sudah menikah dan memiliki seorang bayi mungil. Semoga menjadi pelajaran bagi yang sedang diuji Tuhan dengan sakit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H