”Ayah, kita memerlukan kendaraan mewah yang bisa mengantar kita tanpa terkena panas dan hujan. Tapi mereka punya pohon-pohon yang menaungi mereka dari panas dan hujan.”
” Kita punya seekor tupai dan 3 ekor burung yang dibeli dengan harga mahal. Sementara tupai dan burung-burung itu datang sendiri dan bersarang di pekarangan mereka yang rindang.”
”Kita membeli AC dan kipas angin untuk mengusir panas. Sementara mereka memiliki udara yang segar dan bersih dimana pun mereka bekerja dan beristirahat.”
”Kita harus membeli buah-buahan, rempah-rempah dan obat untuk kebutuhan kita. Mereka tinggal memetik, memungut, meramu dan menghidangkan semuanya dari kebun mereka sendiri.”
”Kita harus membeli kayu yang mahal untuk memperindah rumah kita. Mereka tinggal mengambil sendiri di depan rumahnya, kapan saja mereka mau.”
”Kita memagari rumah dan membuat dinding tinggi agar aman dari terik matahari dan angin kencang. Mereka mempunyai pepohonan yang melindungi dan membuatnya aman dari gangguan cuaca.”
”Kita minum dan mandi dengan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Mereka bebas mandi, mencuci dan minum air dari sungai yang dikeluarkan dari kumpulan pohon-pohon , Ayah.”
”Kita datang kemari dengan menyisihkan tabungan berbulan-bulan untuk melihat pohon-pohon ini. Mereka tiap saat menikmati pemandangan dan suasana alami dan memetik hasil darinya.”
Ayahnya mendesah. Ia sangat puas dengan jawaban anaknya. Sang Ayah ingin memperkuat renungan anaknya.
” Ini semua karena keberkahan dari menanam pohon, anakku. Mungkin juga berkat doa-doa yang dipanjatkan burung, tupai, cacing dan makhluk lain yang bisa hidup nyaman karena tumbuhnya pohon.”
Lalu sang Ayah memeluk tubuh anaknya. Semilir angin mengiringi langkah mereka menembus persawahan menuju mobil yang ditinggalkannya sejak pagi. Mentari sore mengiringi perjalanan pulang ayah dan anak ini. Mereka telah mendapatkan hikmah dari perjalanannya. Hikmah dari lukisan alam-Nya.