Bagaimana dengan PKS? Partai yang jarang beriklan di media mainstream ini sangat "ngotot" memainkan perang di media sosial. Aksi memutihkan Gelora Bung Karno (GBK) pada kampanye perdana PKS pada 16 Maret 2014 diduga memberi kontribusi bagi pendukung PKS untuk membuat topik tentang PKS dan menyebarluaskannya di media sosial. Orasi dan aksi Presiden PKS, Anis Matta di panggung sangat mungkin menjadi topik yang banyak di-share oleh pendukung PKS. Bila PDIP memiliki Ksenjata Jokowi Effect, mungkin PKS memakai Anis Matta untuk bersaing. PKS memang tidak mampu menguasi opini di media mainstream seperti Jokowi dan PDIP, tapi cukup efektif memanfaatkan media sosial dalam "berkampanye". Hasilnya, seperti yang dirilis oleh politicawawe dalam bentuk garfik yang penulis sajikan diatas.
Bahkan PKS mampu mengungguli PDIP menurut analisa Mesin Awesometrics. Republika online merilis berita berjudul PKS 'Putihkan' Media Sosial. Republika menyebutkan :
"Peneliti Awesometrics Ridho Rahman mengatakan di Facebook dan Twitter penyebutan 'Partai Keadilan Sejahtera' dengan jargon utama "PKSM3NANG" mendominasi media sosial pada Ahad (16/3). Mesin Awesometrics menghitung perolehan PKS sebanyak 63.542 kali penyebutan di dua ranah media sosial ini. Pesaing terdekatnya, PDI Perjuangan hanya meraih 10.315 dan Partai Golkar mengantongi 8.202 percakapan," kata Ridho dalam siaran persnya kepada Republika, Rabu (19/3).
Media sosial saat ini menjadi penyeimbang bagi media massa yang mendominasi isu pemberitaan yang muncul di mayarakat seperi TV, Koran, Majalah, Radio dan Tabloid. Media sosial mampu menjadi penyeimbang isu negatif bagi kelompok atau topik perbincangan yang santer di media konvensional. Mengutip pernyataan Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Katolik Atma Jayakarta, Alois A Nugroho yang dimuat di Harian Kompas 7 Februari 2013, di halaman dua, mengungkapkan bahwa untuk mengimbangi tirani informasi yang muncul menjelang dan selama pelaksanaan pemilu 2014, masyarakat diminta menggunakan media sosial sebagai alat penyebaran informasi pembanding.
"Bisa dikatakan informasi di media sosial bisa dipakai untuk mengimbangi pemberitaan media massa." Kata Alois. Dia menambahkan, komunikasi lewat media sosial juga bisa menghimpun gerakan civil society dalam isu tertentu.
"Tapi harus diingat, gerakan melalui media sosial hanya bisa efektif jika diikuti dengan gerakan offline." Ungkapnya.
Semua parpol perlu melihat fenomena sosial yang ada di media sosial untuk berkaca diri dan mengatur strategi, Tak semua kejadian buruk yang menimpa parpol akan serta merta menjatuhkan parpol itu dalam seketika. Sangat menarik untuk terus mengikuti perkembangan parpol khususnya di media sosial. Tentunya hasil puncaknya adalah tanggal 9 April 2014 sebagai ajang pembuktian keampuhan strategi masing-masing parpol.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H