Tingginya pertumbuhan industri Finance yang terjadi hingga tahun 2019. Ini menjadi satu pembuktian bahwa keberadaan industri ini akan menjadi pendamping bagi industri perbankan yang ada di Indonesia. Dimana hingga tahun 2019, kondisinya sudah cukup baik. Ambil contoh, untuk tahun 2018 saja total aset industri pembiayaan mampu tumbuh sebesar 6% menjadi Rp431,9 trilliun. Sedangkan untuk tahun 2017 masih berada di angka Rp255 triliun.
Prospek industri pembiayaan ( finance) saat ini menjadi salah satu sektor yang cukup bagus perkembangannya pasca Era Industri 4.0. Dimana terkait dengan potensinya sendiri, bisa di katakan memasuki tahun 2019, semakin memperlihatkan peningkatan. Sebut saja misalnya di tahun 2018 lalu, total aset industri pembiayaan-nya sudah mampu tumbuh hingga Rp431,9 Triliun.
Peningkatan  yang terjadi dalam dua tahun terakhir dalam industri pembiayaan.  Memang mengindikasikan sektor  ini memiliki prospek cukup bagus. Dalam dua tahun terakhir saja sudah mampu meningkat 6%, dari Rp255 triliun (2017) menjadi Rp431,9 triliun(2018). Jika kondisinya seperti ini terus maka ke depan  bisa jadi industri ini mampu menyaingi sektor perbankan.
Sekalipun potensinya masih belum menyebar dalam beberapa paket program. Namun dengan perkembangan yang ada, kita  merasa bahwa industri ini memang bagus. Hingga tahun 2019, sektor pembiayaan multi guna (60%) masih mendominasi di banding pembiayaan modal kerja (40%). Hal ini memang sejalan dengan kondisi di mana pelaku industri butuh alternatif pembiayaan.
Namun di balik bagusnya potensi bisnis di sektor finance (pembiayaan). Nyatanya industri ini masih di hadapkan pada satu masalah yang cukup serius. Masalah double pledging (jaminan ganda), menjadi kendala terbesar dalam pengembangan bisnis di sektor finance (pembiayaan). Inilah masalah yang mesti di pecahkan antara pemerintah dan swasta.
Hingga pada akhirnya pemerintah dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan merasa perlu untuk mencoba bersinergi dengan swasta. Salah satu yang dilakukan adalah dengan merealisasikan penggunaan sistem pengenalan masalah (know your customer (KYC) versi digital atau biasa di sebut sebagai versi digital (e-KYC).
Hal itu sejalan dengan komitmen yang di sampaikan Bambang W Budiawan, Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non Bank (IKBN). " Saat ini  bahwa saat ini yang mesti dilakukan oleh para pelaku di industri pembiayaan adalah memantapkan keberadaan sektor industri pembiayaan di Indonesia. Yaitu dengan mengoptimalkan service untuk meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap  industri pembiayaan.
Setidaknya dengan melihat perkembangan yang terjadi  hingga tahun 2019.  Ada sekitar 3 masalah yang masih menjadi kendala dalam industri pembiayaan ( finance ). (1) Perlunya membangun satu  kepercayaan terhadap customer dan investor terhadap keberadaan industri pembiayaan (2) Masalah sistem dan sumber permodalan, keduanya masih menjadi kendala dalam pengembangan industri pembiayaan (3) Optimalisasi dalam penggunaan teknologi digital.
Adalah Handri Kosada, CEO Barantum yang memiliki pendapat tersendiri terkait 3 hal masalah yang  terjadi dalam industri pembiayaan.  " Kami mengembangkan apa yang dinamakan sistem CRM ( Customer Relationship Management). Sebuah sistem yang berguna untuk membantu perusahaan meningkatkan omzet penjualan.
Apa yang menarik dari pernyataan Handri soal CRM dan masalah di sektor industri pembiayaan. Seperti inilah seorang Handri memberikan penjelasannya," sistem CRM yang dibangun oleh Barantum sengaja mengintegrasikan antara CRM & Call Center. Keunggulannya dengan adanya penggabungan ini, bahwa sistem ini mampu menjawab masalah yang ada, lanjut Handri. Â
Pernyataan Handri Kosada yang Founder Barantum bukan sekadar pernyataan kosong. Terbukti dari data Divisi Business Development-nya terbukti hingga kini ada sekitar 20 sektor industri yang mengaplikasikan sistem CRM. Dimana dari 20 sektor tersebut ada  5 sektor yang berbasis teknologi : industri retail, industri electronic, industri advertising, industri pembiayaan (finance).