Di samping itu, zat-zat sisa pupuk juga terseret. Zat-zat inilah yang kemudian membuat tanaman eceng gondok tumbuh menjamur di permukaan danau. Sekilas, danau menjadi Nampak seperti sebuah lapangan.
Banyak pihak yang menyalahkan warga sekitar atas pola pertanian yang tidak ramah lingkungan, seperti menggunakan pupuk kimia dan tidak menggunakan tersering, mengingat sudut kemiringan lahan pertanian cukup tajam.
Namun tidak elok rasanya kalau hanya menyalahkan warga. Ranu Pane. Ranu Pane adalah korban Revolusi Hijau di tahun 70-an.
Seperti yang dikemukakan seorang Indonesianis, George Hefner dalam bukunya The Political Economy of Mountain Java, bahwa wilayah Tengger tidak lepas dari agenda Revolusi Hijau yang dilancarkan Orde Baru.
Revolusi Hijau membuat tanah menjadi bergantung pada pupuk kimia, dan hal tersebut yang terjadi di pertanian desa Ranu Pane.
Kerusakan ekologis di Ranu Pane adalah konsekuensi sejarah, dimana produksi pertanian digenjot degan sangat ekstraktif.
Ini mirip seperti sebuah bom waktu, yang tanpa disadari akan menimbulkan 'ledakan' yang merusak.
Namun, sebagai sebuah hal yang berharga bagi masyarakat sekitar dan Negara, kita tidak bisa diam. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menyelamatkan danau ini.
Pemerintah melalui Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), LSM, kelompok Pecinta Alam, dan masyarakat sekitar berkali, kali bahu-membahu mengangkat eceng gondok dari danau. Namun pasca dibersihkan, eceng gondok tumbuh menjamur lagi.
Sampai saat ini, upaya yang bisa dilakukan adalah terus membersihkan danau ini dari eceng gondok.
Kita doakan saja, atau bagi yang membantu secara langsung juga diperbolehkan. Agar danau Ranu Pane bisa terselamatkan.