Satu level lebih tinggi, yakni usaha kecil dan menengah kehilangan pendapatan secara signifikan. Siapa yang jadi korban dari usaha kecil dan menengah? Siapa lagi kalau bukan pegawainya. Perusahaan akan memutar otak untuk menyiasati berkurangnya pendapatan dengan mengurangi beban gaji pegawai, yakni dengan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).
Dalam sektor perbankan kegaduhan mulai mewarnai pinjaman kredit. Ketidakjelasan pidato presiden tentang penundaan kredit membuat masyarakat menuntut pihak bank. Pihak bank jelas menolak karena hanya berupa pernyataan, tanpa ada penjelasan teknis. Hingga ada nya penjelasan dari Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman
"Sasaran utama penerima POJK adalah individu yang telah positif Covid 19, baik yang telah isolasi di rumah sakit dan yang melakukan isolasi mandiri", ucap juru bicara presiden Fadjroel di Istana Kepresiden. Banyak yang kecewa atas penjelasan ini tentunya dan mereka hanya mampu sambat.
Lambatnya pemerintah direspon oleh sebagian masyarakat yang mulai bergerak. Para Influencer mengadakan kegiatan amal menggalang donasi untuk membantu meringankan beban rakyat. Penggalangan donasi amal juga membantu masyarakat ditengah penantian kebijakan pemerintah yang diharapakan akan lebih baik.
Apa yang seperti ini yang diharapkan korban-korban melambatnya perekonomian? Tentu tidak 100% salah dan tidak pula benar. Karena bantuan para Influencer ini ada batasnya, seperti Raja Sulaiman yang hendak menanggung makanan seluruh makhluk, tetapi hanya seekor paus saja dia sudah menyerah.
Pengganguran, hilangnya pendapatan, keluarga yang butuh makan, cicilan rumah, cicilan kendaraan merupakan kata-kata yang akan menghantui dalam beberapa bulan ke depan. Warga yang kehilangan harapan hidup di kota besar mulai beranjak untuk pulang ke kampung halaman. Tentu pilihan kembali ke kampung halaman bukanlah opsi yang tepat saat ini
Tetapi bukannya  menyelesaikan masalah, para pemudik ini justru akan menyebabkan masalah baru. Pemudik yang berasal dari zona merah secara tidak langsung menyebarkan Covid 19 dan membuat penyelesaian wabah semakin lama dan meluas ke daerah. Dampaknya akan terjadi kekacauan akibat naiknya harga dan berkurangnya daya beli. Stabilitas keuangan semakin parah dan kita tidak berharap rupiah menjadi kertas toilet seperti mata uang Zimbabwe.
Para OKB (Orang Kaya Baru) disibukkan urusan tiktokan  upaya membunuh waktu menunggu wabah selesai. Bahkan dalam urusan membuat video tak jelas itupun uang mengalir ke saku mereka. Dari rumah pun mereka sudah terfasilitasi dengan kemudahan-kemudahan. Rekening tabungan yang menggunung membuat para OKB santai saja di rumah.
Kondisi yang berkebalikan, si Miskin harus menahan lapar bersama anak dan istrinya. Bahkan seorang supir ojol dan anaknya hanya makan satu kali satu hari. Sang bapak mekat menantang maut dengan keluar rumah agar tak ada yang harus dihapus dari KK (Kartu Keluarga). Pilihan dirumah saja merupakan pilihan terburuk di tengah minimnya dukungan pemerintah.
Pada ujungnya krisis model apapun, si miskin yang akan terkena dampak paling parah. Warga miskin ini bila diumpakan sudah "hancur terkoyak-koyak sepi"-nya perkotaan dan kebijakan akibat Covid 19.