Ini pengalaman pribadi saya atas kelahiran putera pertama kami di tahun Januari 2018.Â
Awalnya saya tidak ada niat untuk menggunakan jasa operasi caesar rumah sakit apalagi rumah sakit swasta, mengingat biaya akan membengkak terlebih saat itu saya sedang tidak memegang uang yang cukup untuk biaya kelahiran di rumah sakit.Â
Saya berharap istri melahirkan dengan normal di bidan-bidan desa dengan estimasi biaya Rp. 1.000.000 sampai dengan Rp. 1.500.000. Tapi keadaan berkata lain pada saat kandungan sudah besar (sembilan bulan) bidan tempat istri rutin kontrol menyarankan agar dilakukan tindakan operasi caesar di rumah sakit. Hal ini dikarenakan janin dan sang ibu tidak mendukung untuk persalinan normal.
Opsi RSUD, khususnya di daerah saya ini merupakan pertimbangan yang agak sulit diterima, karena banyak rumor yang beredar tentang pelayanan yang kurang memuaskan.Â
Pihak keluarga juga menyarankan untuk tidak kesana. Bukan maksud mendiskreditkan RSUD di tempat saya hanya karena rumor, tetapi keluarga kami menyarankan untuk menjadi opsi yang terakhir.
Akhirnya saya menuju Surabaya, kota besar di provinsi domisili saya saat ini. Setelah keliling kota mencari rumah sakit yang cocok, akhirnya saya memutuskan untuk menggunakan jasa rumah sakit milik Pelindo (salah satu BUMN), yakni RS PHC.
Selain peralatan yang memadai, konon menurut cerita-cerita dari pelanggan yang telah menggunakan jasa mereka untuk operasi Caesar merasa puas akan pelayanan dari rumah sakit.Â
Selain pelayanan yang memuaskan jarak dari rumah saya tergolong dekat dibanding RS lainnya di kota Surabaya. Inilah beberapa pertimbangan saya menjadikan RS PHC sebagai tempat bersalin istri.Â
RS PHC bila dikategorikan merupakan rumah sakit swasta. Bagaimana dengan Penggunaan biaya? Tentunya biayanya tidak sama dengan bidan desa. Perhitungan kotor atau estimasi yang saya terima dari pihak RS adalah berkisar 1000% lebih mahal, ya 10 kali lipat lebih mahal. Hal ini tentu berbeda dengan RSUD yang gratis total bila menggunakan BPJS Kesehatan.
Setelahnya saya bertanya perihal penggunaan BPJS di RS PHC. Pihak rumah sakit  menerima penggunaan BPJS, dalam kasus saya adalah untuk operasi Caesar atau bahkan persalinan normal. Â
Penggunaan BPJS di RS PHC dibatasi dengan limit tertentu. Untuk persalinan dengan operasi Caesar, BPJS hanya menanggung sampai dengan Rp. 8.000.000 dan sisanya dibayar oleh pasien sendiri.
Dua minggu sebelum operasi, pihak RS menyarankan untuk kontrol di dokter untuk mempermudah proses administrasi bersalin. Biaya kontrol tidak ditanggung BPJS dan jumlah sekitar Rp. 250.000 per kedatangan. Istri saya 2-3 kali kontrol di dokter kandungan.Â
Si dokter menyarankan untuk masuk melalui IGD (Instalasi Gawat Daruat) terlebih dahulu sebelum dirujuk ke kamar rawat inap. Hal ini untuk memotong sistem rujukan dari BPJS yang melalui Faskes I.Â
Kesannya seolah gawat darurat di tengah perjalanan dan hendak melahirkan. Sistem BPJS memperbolehkan tanpa rujukan untuk langsung ke rumah sakit apabila keadaan gawat dan pihak rumah sakit tidak bisa menolak.Â
 Sesampainya di IGD istri saya diperiksa bermacam-macam oleh perawat. Saya juga bilang baik kepada perawat maupun administrasi IGD bahwa telah janjian dengan dokter. IGD RS PHC paham dan istri saya langsung diperbolehkan untuk memiliki kamar rawat inap.
Dalam pemilihan kamar rawat inap, istri saya menggunakan BPJS Kelas 1 dan seharusnya mendapatkan kamar kelas 1. Tetapi pada saat itu pihak RS bilang kamar kelas 1 penuh dan hanya tersedia kamar VIP dan VVIP (konon ini dijadikan permainan pihak rumah sakit untuk mendapatkan uang yang lebih banyak dari BPJS Kesehatan). Akhirnya saya memilih kamar VIP.
Selisih biaya antara kamar kelas 1 dan VIP ditanggung pasien. Inilah salah satu yang menyebabkan tagihan di akhir membengkak. Kamar VIP diisi oleh 3 orang pasien dengan kondisi yang sama, yakni persalinan. Operasi caesar dilaksanakan satu hari setelah proses cek kondisi dan dinyatakan siap untuk operasi.
Istri saya mendapatkan jadwal operasi sore hari sekitar jam 14.30. Tidak sampai 20 menit operasi caesar selesai. Alhamdulillah anak pertama saya lahir berjenis kelamin laki-laki dengan tinggi 51 cm dan berat 3,3 kg dan sehat tidak kekurangan apapun.
Anak saya keluar terlebih dahulu dan langsung dimasukkan semacam ruangan inkubasi untuk dihangatkan. Hal ini dilakukan agar bayi tidak kaget dengan perbedaan antara di rahim dan di ruangan. Istri saya 40 menit kemudian keluar ruangan dengan kondisi sadar tanpa sakit menurutnya, karena hanya bius separuh badan saat operasi.
Total biaya persalinan dan rawat inap mencapai Rp. 12.xxx.xxx. BPJS menanggung hanya Rp. 8.000.000 dan sisanya Rp. 4.xxx.xxx ditanggung pasien. Untungnya istri memiliki asuransi dari perusahaan tempatnya bekerja. Â Sisa tagihan dibebankan pada asuransi. Puji syukur rejeki anak pertama.
Kenapa saya tidak menggunakan asuransi perusahaan langsung? Pertama dikarenakan limit asuransi lebih kecil dari BPJS. Kedua pihak RS menyarankan agar BPJS dijadikan asuransi pertama karena program pemerintah.
Seperti itu cerita kelahiran putera pertama saya. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H