Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Semarak Merdeka Belajar Meruntuhkan Stigma Negatif Pendidikan Nasional

30 Mei 2023   01:18 Diperbarui: 30 Mei 2023   01:20 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: KOMPAS/RIZA FATHONI

Saya menggunakan analogi ini, selain bertujuan untuk memudahkan pemahaman, juga untuk memberikan gambaran yang utuh tentang profil pelajar Pancasila. Pemahaman dan gambaran yang utuh dinilai penting karena kita kerap melihat Semarak Merdeka Belajar dan visi pendidikan secara parsial. Pandangan yang sepenggal terhadap visi pendidikan dapat menimbulkan sejumlah persoalan yang berakhir dengan kegagalan.

Dari enam pintu masuk menuju "ruangan" profil pelajar Pancasila, pintu manakah yang akan kita masuki? Kita bebas memilih dan menentukan salah satu pintu. Namun, pilihan itu seyogianya tidak diputuskan secara serampangan. Ia harus berangkat dari kajian mendalam tentang kebutuhan mendasar peserta didik.

Lantas, apa kebutuhan peserta didik yang paling mendasar dalam konteks karakter profil pelajar Pancasila? Kita boleh menjawab bahwa semua karakter dibutuhkan dan mendesak untuk diinternalisasikan. Namun, perlu juga diperhatikan bahwa bernalar kritis merupakan fondasi bagi perilaku peserta didik yang beriman dan bertakwa, berkebinekaan global, bergotong royong, kreatif, dan mandiri.

Masing-masing karakter itu merupakan outcome dari kemampuan peserta didik menerapkan keterampilan critical thinking. Berpikir kritis lebih dari sekadar menjawab soal-soal ujian. Ia memotivasi peserta didik untuk membuat hubungan antar ide, menyelesaikan masalah, melibatkan diri dalam pemikiran kreatif, dan menggunakan pengetahuan dengan cara yang inovatif.

Keterampilan berpikir kritis tidak hanya relevan dengan mata pelajaran sains dan matematika. Kemampuan ini dinilai penting untuk mencapai kesuksesan di berbagai disiplin ilmu dan memandu perilaku peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.

Projek Profil Pelajar Pancasila dan Critical Thinking

Rasanya jauh panggang dari api kalau penerapan projek profil pelajar Pancasila tidak dibarengi kemampuan bernalar kritis. Seorang guru dipastikan gagal memberikan kesempatan kepada peserta didik "mengalami pengetahuan" ketika atmosfer belajar justru mengekang kebebasan bernalar kritis.

Oleh karena itu, mindset guru harus berubah. Ia tidak lagi menggunakan pendekatan dikotomi benar-salah. Guru bukan hakim yang memutuskan jawaban siapa yang benar dan jawaban siapa yang salah. Setiap jawaban, pendapat, dan pandangan peserta didik ditampung dan dihargai. Analisis peserta didik yang beragam dijadikan bahan pembelajaran bersama.

Proses berpikir kritis tidak hanya melibatkan kemampuan kognitif. Guru menjadi motivator yang memantik rasa ingin tahu peserta didik, mencontohkan pikiran yang terbuka, dan meneladankan sikap rendah hati.

Oleh karena itu, alih-alih menyodorkan pertanyaan yang disiapkan sebelumnya, guru dapat melatih peserta didik menyusun sejumlah pertanyaan sesuai topik. Dalam konteks berpikir kritis, kemampuan menyusun pertanyaan merupakan keterampilan primer.

Daripada menjelaskan sungai yang dipenuhi sampah, guru dapat mengajukan pertanyaan, "Mengapa sungai di seberang sekolah dipenuhi sampah?" Selanjutnya, peserta didik dipandu membuat pertanyaan menurut versi mereka sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun