Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Mengapa Hawa Nafsu Selalu Jadi Tersangka?

5 April 2022   03:20 Diperbarui: 5 April 2022   03:27 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Shutterstock / kompas.com

Jadi, apa yang membuat hidup Anda tidak bahagia? Apa alasan Anda sehingga tidak bahagia? Jawabannya tidak terletak di luar diri kita, melainkan tertanam dalam lubuk nurani kesadaran kita masing-masing.

Tuhan itu Maha Tidak Tega kepada hamba-Nya sehingga manusia diciptakan dengan default kebahagiaan. DNA hidup manusia adalah DNA bahagia. Akar yang menopang pohon kehidupan manusia adalah akar bahagia.

Kalau pun ternyata kita tidak bahagia kemungkinan penyebabnya ada dua. Pertama, mata kita buta sehingga tidak melihat kenikmatan yang melekat pada diri sendiri. Penyebab pertama ini mengakibatkan kita tidak pandai bersyukur.

Kedua, arah padang mata kita selalu tertuju pada orang lain yang dianggap lebih bahagia, lebih sukses, lebih makmur. Sikap ini tidak kalah gawat. Dengki, hasud, iri, merasa diri gagal merupakan sederet akibat psikologi yang merusak kesehatan mental dan fisik.

Jadi siapa yang mengacaukan irama hidup? Siapa yang menghalangi bahagia? Siapa yang mengingkari default bahagia yang tertanam laten dalam diri setiap manusia? Ya, siapa lagi kalau bukan kita sendiri pelakunya.

Entah apa yang ada di pikiran kita sehingga sering tidak menyadari nikmat tersembunyi seperti rasa lapar dan haus. Pernahkah kita menyadari nikmatnya lapar dan haus saat puasa? Lapar itu bukan musuh kita. Tak perlu kita membenci apalagi memusuhinya dengan menumpuk-numpuk makanan saat berbuka puasa sebagai bentuk balas dendam.

Yang buruk bukan laparnya, melainkan perilaku yang berlebih-lebihan saat merespons rasa lapar. Yang buruk bukan hausnya, melainkan nafsu yang tidak terkendali saat merespons rasa haus. Sebagaimana marah juga bukan sesuatu yang buruk. Yang salah dan buruk adalah perilaku destruktif akibat tidak bisa mengendalikan marah.

Lapar, haus, marah, sedih, bahagia serta perangkat emosi psikologi lainnya---juga hawa nafsu---tidak bisa dijadikan kambing hitam atas bobroknya kehidupan manusia. Setiap perangkat fisik, jasmani, emosi dan rohani bersifat netral: mereka tidak bisa dikenai pasal hukum baik buruk atau benar salah. Yang baik atau buruk, yang benar atau salah adalah output perilaku manusianya.

Maka kita tidak bisa menyalahkan makanan manis sebagai tersangka utama penyakit diabetes. "Salah saya apa?" tanya gula pasir. "Saya hanya mematuhi perintah Tuhan agar mengantarkan rasa manis kepada lidah manusia. Kalau ternyata manusia mengonsumsi saya secara berlebih-lebihan itu salah perilaku mereka sendiri."

Jadi, puasa bukan pertempuran melawan "tidak boleh makan" atau "tidak ada makanan", melainkan pengendalian melawan nafsu makan yang melewati batas.[]

Jagalan, 5 April 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun