Ketika cahaya pagi semburat di cakrawala engkau bergegas sembunyi dari riuh keramaian sambil mengemasi luka usai menuntaskan lakon perang semalam.
Matahari semakin tinggi, engkau takut menatap sorot mata berkilat pedang, tak tahan nyalimu bertarung di arena siapa berkuasa dia pasti jadi pemenang.
Siang harimu adalah malam bertapa di antara desing peluru dan jerit tangis bayi-bayi yang diusir dari rahim ibunya.
Bunga cinta yang engkau tawarkan jadi rongsokan sisa kenangan masa silam yang dicibir dan disepelekan.
Dunia dirundung malang penghuninya tertawa girang jadi memedi gentayangan
ngalor ngidul memuja bayangan.
Ini puisi engkau lempar ke selokan berhamburan huruf dan kata-kata, terinjak lalu menempel di bawah sepatu, tak seorang pun hirau engkau pernah mencipta puisi di keheningan yang merobek gendang nurani.
Jagalan, Juni 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H