Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Hikmah Pandemi: Mendidik "Bersama" Rakyat, Bukan Mendidik "Untuk" Rakyat

16 Mei 2020   00:15 Diperbarui: 16 Mei 2020   14:36 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak SDN Mawan berjalan kaki pulang sekolah di Distrik Mandobo, Kabupaten Boven Digoel, Papua, Selasa (3/3/2020). Foto: Kompas.id/AGUS SUSANTO

Bahkan, format Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sudah disediakan dan harus mengikuti model resmi pemerintah. Sejak Menteri Nadiem diangkat, polemik itu bisa ditengahi.

Hegemoni birokrasi pendidikan yang terlalu berkuasa menimbulkan "partisipasi pasif" dari orangtua dan masyarakat. Partisipasi tapi pasif, bagaimana ini? 

Orangtua dan masyarakat memang berpartisipasi dalam pendidikan, tapi dikerjakan secara pasif untuk sekadar merespons aturan dan regulasi yang ditetapkan pemerintah. Selebihnya, mereka manut dan sendhika dhawuh.

Akibatnya, proses belajar di sekolah selalu begitu-begitu saja. Miskin inovasi. Fakir kreativitas.

Mengapa bisa begitu? Nyaris semua kebutuhan perangkat lunak dan keras diambil alih dan berusaha dipenuhi pemerintah. Pelatihan guru, misalnya, harus mengikuti regulasi yang ditetapkan pemerintah. Sedangkan kita tahu, formalisme birokrasi terasa menyengat aromanya.

Bagus di permukaan tapi keropos di dalam. Itulah sebagian fakta yang kini mendera para guru yang dinyatakan lulus sertifikasi. Sejak program Sertfikasi Guru diluncurkan hingga kini belum terjadi peningkatan kualitas belajar yang signifikan.

Pemerintah juga kedodoran menghadapi regulasi belajar di rumah. Dari pendataan Pemerintah Provinsi Papua, 54 persen dari 608.000 pelajar di provinsi itu tak dapat menerapkan belajar di rumah melalui media daring ataupun elektronik. Kondisi ini akibat minimnya prasarana jaringan internet, televisi, ataupun radio, ungkap Kompas.id.

Telah tiba saatnya, pemerintah merangkul masyarakat sebagai partner dan mitra pendidikan. Atmosfer pendidikan "untuk" rakyat diganti pendidikan "bersama" rakyat. Mendidik bersama rakyat, bukan mendidik untuk rakyat.

Harapan itu menerbitkan optimisme manakala Menteri Nadiem meluncurkan Program Organisasi Penggerak yang mencakup sekolah pada satuan pendidikan PAUD, SD dan SMP.

Di sana ada Komunitas Penggerak yang terdiri dari orang tua, tokoh masyarakat dan adat, organisasi, cendekiawan, relawan, dan pemangku kepentingan lainnya yang bergotong-royong menciptakan inovasi-inovasi pembelajaran untuk mewujudkan pendidikan terbaik bagi seluruh siswa Indonesia.

Menarik bukan? Sangat menarik bahkan di tengah kondisi pendidikan kita yang "jalan di tempat".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun