Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Belanja Online: Tiada Hari Tanpa Diskon, Jebakan atau "Aji Mumpung"?

13 Mei 2020   20:32 Diperbarui: 13 Mei 2020   20:57 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi belanja online. (KOMPAS.com/shutterstock)

Kalau Anda berangkat dari Jombang menuju Surabaya, kendaraan apa yang Anda pilih? Bagi penggemar kereta api, silakan menggunakan jasa Kereta Api Indonesia. Yang gemar naik bus, silakan naik bus tarif biasa atau bus cepat. Dan mohon tidak mengecam mereka yang memilih naik motor karena suka touring.

Semuanya bergantung pada kemampuan, pertimbangan, dan bahkan hobi yang berbeda setiap orang.

Digital Footprint

Demikianlah cara dan metode orang menempuh perjalanan, demikian pula cara dan metode kita membelanjakan uang. Mau belanja secara online monggo, mau belanja secara offline silakan. Tidak ada benar yang paling benar, tidak salah yang paling salah. Relatif.

Justru yang perlu dipertimbangkan adalah fakta di balik belanja daring. Seperti menggunakan transportasi berbahan bakar fosil, belanja online memberikan dampak signifikan terhadap lingkungan.

Belanja secara daring selain praktis dan memangkas mobilitas fisik, ternyata membutuhkan berton-ton bungkus kemasan. Perusahaan ritel di Inggris membutuhkan 59 miliar barang plastik setiap tahun.

Model pengiriman barang ke rumah kian populer. Hal ini menghasilkan emisi karbon yang lebih kecil ketimbang pembeli menggunakan kendaraan sendiri untuk belanja.

Belanja online memberikan pilihan yang lebih ramah lingkungan. Apalagi, sejak corona menyapa kita, aktivitas belanja online dalam jarak kurang dari 3 kilometer yang diantar ke rumah kian diperhitungkan dan jadi pilihan menarik.

Selain memenuhi protokol kesehatan yang menganjurkan pembatasan jarak sosial dan individual, pelanggan dan pembeli bisa bersepakat untuk mengurangi penggunaan kantong logistik berbahan plastik.

Itu jelas perilaku belanja yang ramah lingkungan. Orang menyebutnya crowd-sourcing, yaitu orang mengantarkan paket sambil bepergian dengan biaya murah.

Terlepas dari perilaku belanja secara daring yang ramah lingkungan, tampaknya kita juga perlu berhati-hati. Jejak belanja digital seperti tapak kaki yang berjalan di atas tanah yang basah. Digital footprint, kata Sinta Dewi Rosadi, Guru Besar Hukum Teknologi Informasi Universitas Padjadjaran Bandung, yaitu jejak digital pasif dan aktif.

Jejak aktif, ungkap Sinta Dewi Rosadi, adalah jejak yang secara sadar kita bagikan seperti updates status di Twitter, Instagram, dan Facebook, tweet yang retweet, data geolokasi, dan foto atau video yang dibagikan melalui media sosial.

Adapun jejak pasif diambil tanpa kita ketahui saat mengunjungi situs belanja online, situs video, dan situs lainnya yang mengumpulkan data.

Jadi, kita sedang dimata-matai melalui jejak langkah digital kaki kita sendiri. Jejak bayangan itu menghasilkan gambar potret diri. Hampir semua penyedia jasa internet memanfaatkan data pribadi profil diri konsumen untuk menjaring pengiklan dan mengeruk keuntungan besar.

Ekonomi digital memerlukan perlindungan data pribadi. Bisnis e-commerce adalah bisnis kepercayaan. Begitu pilar kepercayaan runtuh akibat tidak adanya perlindungan data pribadi, ambruklah bisnis itu.

Oniomania dan Diskon Sepanjang Tahun

Idul Fitri tinggal menghitung hari. Kembali pada pertanyaan awal, apakah Anda akan berbelanja secara online atau offline untuk membeli kado lebaran?

Kalau kita mencermati aktivitas penjualan online nyaris tidak ada hari tanpa diskon. Sepanjang tahun iming-iming diskon ditawarkan melalui berbagai gaya dan variasi. Penjual dan pembeli sama-sama membutuhkan penawaran diskon.

Bagi penjual atau peritel, diskon membuka peluang untuk mendapatkan keuntungan dari barang yang tidak payu dan lama ngendon di gudang. Iklan yang menawarkan diskon dan mesin algoritma yang cerdas merekam data pribadi, begitu mudah menyihir konsumen sehingga mereka rela berbelanja tanpa diikuti perencanaan yang matang.

Bagi pembeli atau konsumen, iklan yang menarik dengan potongan harga yang menggiurkan menjadi alasan untuk membelanjakan uang. Apalagi diskon dan potongan harga ditawarkan pada momentum yang tepat, seperti saat menjelang Hari Raya Idul Fitri, sebagai bentuk "kepedulian" penjual atau ritel kepada konsumen yang akan memberikan hadiah kepada orangtua, sanak keluarga, tetangga, fakir miskin.

Psikologi aji mumpung yang dijadikan alasan utama oleh konsumen untuk membelanjakan uangnya dibaca secara akurat oleh penjual online. Bahkan, konsumen sering berharap dan menunggu penawaran diskon besar-besaran menjelang momentum penting.

Klop. Tumbu ketemu tutup. 

Uang pun menguap sangat cepat. Sementara pundi-pundi keuntungan yang dihasilkan "sihir diskon" mengguyur bagaikan air hujan.

Siapa dirugikan, siapa diuntungkan, silakan dikalkulasi. Yang pasti, secara psikologis, kita patut waspada. Apakah kita termasuk orang yang mengidap oniomania (compulsive buying disorder) atau orang yang memiliki obsesi belanja berlebihan?

Seorang oniomania merasa wajib berbelanja, tidak karena butuh melainkan ingin dan senang---dan otomatis menguras banyak uang---untuk memenuhi legitimasi pemberian hadiah atau sekadar untuk memenuhi hasrat pribadi, terutama pada momentum penting seperti Hari Raya Idul Fitri, Tahun Baru, Natal, Hari Belanja Online Nasional.

Siapa yang mengharuskan dia belanja untuk membenarkan legitimasi pemberian hadiah? Tidak ada siapa pun kecuali dirinya sendiri. Kamuflase psikologis ini dijadikan pembenaran untuk menuntaskan nafsu berbelanja yang tiada bisa dikontrol.

Perilaku oniomania tidak terbatas pada aktivitas belanja online. Belanja secara manual alias offline tidak menutup kemungkinan menjebak kita menjadi seorang oniomania.

Artinya, bukan terutama kita belanja secara apa, online ataukah offline? Bukan bergantung pada ada penawaran diskon atau tidak. Tidak pula dipengaruhi kita belanja di supermarket atau pasar tradisional.

Segalanya kembali kepada manusia-nya, kepada kejernihan pikirannya, kepada kebeningan hatinya, kepada kewaspadaan kuda-kuda logika dan akal sehatnya.[]

Jagalan, 130520

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun