Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kuda-kuda Keseimbangan untuk Para Pemuda

29 September 2019   01:06 Diperbarui: 30 September 2019   10:45 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Santri menulis? Ah, itu bukan berita baru. Akan menjadi kabar istimewa ketika di tengah arus digitalisasi, para santri berhimpun memberdayakan diri. Mereka turut menjadi bagian gerakan literasi digital.

Dunia pesantren memang memiliki kehidupan yang khas. Selain mobilitas kegiatan yang tinggi, mereka berada dalam atmosfer keilmuan yang kental.

Pesantren membentangkan cakrawala ilmu. Kehidupan kreatif menemukan cuacanya yang paling ideal. Sanggupkah para santri memanfaatkan atmosfer tersebut untuk memacu potensi dirinya?

Sabtu (28/09/2019), di Pondok Pesantren Nurul Huda Mergosono Malang, saya menjumpai gairah kreativitas yang menyala. Adalah para santri, rata-rata mahasiswa perguruan tinggi, menyelenggarakan workshop menulis.

Menariknya, acara ini bukan sekadar ajang bagi-bagi motivasi. Mereka membentuk kelompok kerja sesuai tema yang mereka sepakati bersama. Tema ini diambil dari rubrik Nun Media, website hasil besutan mereka.

Bersikap Adil dan Seimbang
Pekerjaan saya jadi ringan. Tugas saya adalah mengajak mereka berpikir dan menulis secara seimbang.

"Jangan sampai kita kehilangan keseimbangan saat menulis. Seimbang itu bisa berarti adil, indah, bijaksana," pesan saya kepada kawan-kawan santri.

Ketika menulis puisi, misalnya, Anda perlu bersikap adil. Puisi yang dilahirkan oleh pikiran dan perasaan yang adil akan meneteskan keindahan di hati pembaca.

Mengapa bersikap adil menjadi kunci saat menulis? Hidup adalah keseimbangan yang mengalir dan bergetar. Ada api dan air, siang dan malam, hitam dan putih, tinggi dan rendah, baik dan buruk, dan seterusnya.

Dua fakta tersebut bukan saling melawan atau berlawanan, melainkan pasangan yang diikat oleh cinta. Api akan memanggil air. Malam setia menanti siang. Tinggi bersetia terhadap rendah.

Penulis, apapun karya yang dihasilkan, adalah manusia yang tegak menyeimbangkan kemiringan-kemiringan.

Begitu gagal menegakkan kemiringan, yang terjadi adalah hoaks, bully, klaim sepihak, persekusi, hingga tragedi kemanusiaan yang mengerikan.

Maka, menulislah untuk menegakkan martabat keseimbangan dalam diri kita. Tidak menjadi bagian dari situasi turbulance yang mengepung kita saat ini.

Untuk itu, kita perlu menjadi pribadi yang merdeka. "Aku mau bebas, dari segala," kata Chairil Anwar. Bebas dari ketidakseimbangan yang menyeret kita ke dalam pusaran polemik. Menjerumuskan kita ke dalam kubangan dikotomi benar dan salah. Menjegal kita dengan polarisasi "kelompok kita" dan "kelompok mereka".

Tiga Model Manusia
Menulis adalah pekerjaan "manusia nilai". Kesanggupan manusia nilai adalah berbagai nilai, andum manfaat, menebar maslahat. Memelihara harmoni hidup bebrayan, menjaga kemesraan bersama serta menegakkan martabat kemanusiaan.

Semua itu dikerjakan di tengah kecenderungan global yang didominasi oleh "manusia pasar" dan "manusia istana".

Apa pula itu manusia pasar dan manusia istana? Adalah manusia yang hidup dan matinya dipertaruhkan untuk menguasai akses ekonomi serta meraih kekuasaan.

Misi manusia pasar adalah mengeluarkan modal sesedikit-sedikitnya untuk meraih keuntungan atau laba sebanyak-banyaknya.

Adapun manusia istana adalah manusia yang setiap tarikan dan hembusan nafasnya digunakan untuk mendapatkan kekuasaan hingga dalam pengertian yang paling telanjang sekalipun.

Tidak ada yang salah dengan tiga kategori manusia tersebut, selama kita berada dalam titik keseimbangan. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Kita mendambakan kaya yang sekaya-kayanya dan kuasa yang nyaris mutlak, melalui segala cara.

Lantas di manakah manusia nilai berada? Sayangnya, mereka kadang ikut memperebutkan ladang-ladang kekayaan dan mendaki puncak-puncak kekuasaan.

Lanjutkan Perjuangan!
Di tengah semua keprihatinan ini saya tetap optimis. Manusia nilai yang menjaga keseimbangan zaman akan selalu lahir. Dalam konteks kepenulisan akan terus mucul pujangga, sastrawan, penyair, eseis, kolumnis yang menjadi nurani zaman.

Optimisme ini saya bangun bersama anak-anak muda melalui forum-forum pertemuan yang tidak resmi. Mereka berdiskusi, merumuskan keadaan, merintis pemberdayaan skala lokal.

Mereka adalah anak-anak yang dilahirkan oleh sejarah panjang negeri ini. Kepada para santri dan 63,82 juta pemuda Indonesia, kita menitipkan pesan: "Lanjutkan perjuangan!"
Mergosono 290919

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun