Begitu gagal menegakkan kemiringan, yang terjadi adalah hoaks, bully, klaim sepihak, persekusi, hingga tragedi kemanusiaan yang mengerikan.
Maka, menulislah untuk menegakkan martabat keseimbangan dalam diri kita. Tidak menjadi bagian dari situasi turbulance yang mengepung kita saat ini.
Untuk itu, kita perlu menjadi pribadi yang merdeka. "Aku mau bebas, dari segala," kata Chairil Anwar. Bebas dari ketidakseimbangan yang menyeret kita ke dalam pusaran polemik. Menjerumuskan kita ke dalam kubangan dikotomi benar dan salah. Menjegal kita dengan polarisasi "kelompok kita" dan "kelompok mereka".
Tiga Model Manusia
Menulis adalah pekerjaan "manusia nilai". Kesanggupan manusia nilai adalah berbagai nilai, andum manfaat, menebar maslahat. Memelihara harmoni hidup bebrayan, menjaga kemesraan bersama serta menegakkan martabat kemanusiaan.
Semua itu dikerjakan di tengah kecenderungan global yang didominasi oleh "manusia pasar" dan "manusia istana".
Apa pula itu manusia pasar dan manusia istana? Adalah manusia yang hidup dan matinya dipertaruhkan untuk menguasai akses ekonomi serta meraih kekuasaan.
Misi manusia pasar adalah mengeluarkan modal sesedikit-sedikitnya untuk meraih keuntungan atau laba sebanyak-banyaknya.
Adapun manusia istana adalah manusia yang setiap tarikan dan hembusan nafasnya digunakan untuk mendapatkan kekuasaan hingga dalam pengertian yang paling telanjang sekalipun.
Tidak ada yang salah dengan tiga kategori manusia tersebut, selama kita berada dalam titik keseimbangan. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Kita mendambakan kaya yang sekaya-kayanya dan kuasa yang nyaris mutlak, melalui segala cara.
Lantas di manakah manusia nilai berada? Sayangnya, mereka kadang ikut memperebutkan ladang-ladang kekayaan dan mendaki puncak-puncak kekuasaan.
Lanjutkan Perjuangan!
Di tengah semua keprihatinan ini saya tetap optimis. Manusia nilai yang menjaga keseimbangan zaman akan selalu lahir. Dalam konteks kepenulisan akan terus mucul pujangga, sastrawan, penyair, eseis, kolumnis yang menjadi nurani zaman.