Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Sensor dan Blokir Tanpa Konteks, Inikah Wajah Kita yang Sebenarnya?

19 September 2019   06:10 Diperbarui: 19 September 2019   09:42 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KPI bukan malaikat pengawas yang serba bisa mengawasi setiap tayangan, menit per menit. Akan ironis apabila KPI juga memaksakan diri menjadi malaikat bermata elang serta over acting menjalani perannya.

Baik pemerintah, KPI, stasiun televisi maupun masyarakat perlu melihat konteks bagaimana perilaku penyiaran dan standar program siaran diterapkan.

Lingkaran Setan
Tidak dimungkiri, tayangan televisi adalah bisnis media yang mengejar keuntungan. Kita tidak menutup mata bahwa rating yang tinggi adalah pendapatan iklan yang juga tinggi. Bagaimana keuntungan diraih oleh perusahaan televisi, inilah soalnya.

Acara televisi dibanjiri sinetron dan hiburan. Hal ini tidak terlepas dari selera masyarakat. Adapun bagaimana selera masyarakat dibentuk, program televisi memiliki andil di dalamnya. Ini menjadi lingkaran setan yang terus berputar.

Perusahaan televisi ingin mendapat keuntungan sebesar-besarnya. Masyarakat ingin melampiaskan selera sepuas-puasnya. Klop sudah!

Lalu datanglah KPI dengan membawa sejumlah pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran. Sedangkan publik kadang tidak tahu bahwa aksi sensor dilakukan oleh tim internal stasiun televisi bersangkutan. Itu pun antar stasiun televisi menerapkannya secara berbeda.

Tidak ada cara yang lebih efektif untuk mengontrol tayangan televisi selain melibatkan peran keluarga. Tugas pemerintah adalah mengatasi keluarga yang miskin literasi media.

Selama ini penonton masih dianggap sebagai subjek yang pasif dan tidak cerdas. Sensor dan blokir yang dilanggengkan tanpa menghitung konteks adegan, justru mencerminkan wajah buruk kita sendiri.

Jagalan 190919

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun