Tiba-tiba benda itu terbang ke angkasa.
"Burung!" kata pengembara kedua.
"Kerbau!" kata pengembara pertama.
"Yang bisa terbang itu burung."
"Pokoknya itu kerbau. Bisa terbang atau tidak, itu pasti kerbau."
Pengembara pertama meyakini benere dhewe atau benar menurut versinya sendiri lalu dipaksakan kepada pengembara kedua.
Yang kedua, benere wong akeh atau benar menurut orang banyak. Orang banyak itu terkumpul dalam satuan organisasi, komunitas, paguyuban, partai politik, kubu, ormas, jam'iyyah. Atau kebenaran yang dihasilkan dari konsensus yang disepakati bersama juga masuk kategori benere wong akeh.Â
Biasanya konsensus ini terikat dan diikat oleh kepentingan bersama. Soal apa kepentingannya itu lain soal.
Yang ketiga, bener kang sejati atau benar yang sejati. Kita semua tengah bergerak menuju kebenaran yang sejati. Tidak ada garis finis, karena bener kang sejati serupa cakrawala. Kita baru tiba pada tahap, yang orang Jawa mengatakan "meh" atau hampir.Â
Begitu terasa hampir tiba di cakrawala, ternyata garis itu masih saja terbentang jauh di depan kita. Jadi, kita ini "meh" bener atau hampir mendekati benar menurut cakrawala benar yang sejati.
Persoalannya, terhadap kebenaran yang sejati ini kita sering bersikap "wes" atau sudah. "Wes" bener seratus persen atau sudah benar seratus persen. "Wes" berdiri di cakrawala padahal cakrawalanya berada di depan kita.Â