Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Vigilantisme, Ajang Pertarungan Akibat "Wes" Merasa Benar

1 Desember 2018   00:08 Diperbarui: 1 Desember 2018   03:14 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiba-tiba benda itu terbang ke angkasa.

"Burung!" kata pengembara kedua.

"Kerbau!" kata pengembara pertama.

"Yang bisa terbang itu burung."

"Pokoknya itu kerbau. Bisa terbang atau tidak, itu pasti kerbau."

Pengembara pertama meyakini benere dhewe atau benar menurut versinya sendiri lalu dipaksakan kepada pengembara kedua.

Yang kedua, benere wong akeh atau benar menurut orang banyak. Orang banyak itu terkumpul dalam satuan organisasi, komunitas, paguyuban, partai politik, kubu, ormas, jam'iyyah. Atau kebenaran yang dihasilkan dari konsensus yang disepakati bersama juga masuk kategori benere wong akeh. 

Biasanya konsensus ini terikat dan diikat oleh kepentingan bersama. Soal apa kepentingannya itu lain soal.

Yang ketiga, bener kang sejati atau benar yang sejati. Kita semua tengah bergerak menuju kebenaran yang sejati. Tidak ada garis finis, karena bener kang sejati serupa cakrawala. Kita baru tiba pada tahap, yang orang Jawa mengatakan "meh" atau hampir. 

Begitu terasa hampir tiba di cakrawala, ternyata garis itu masih saja terbentang jauh di depan kita. Jadi, kita ini "meh" bener atau hampir mendekati benar menurut cakrawala benar yang sejati.

Persoalannya, terhadap kebenaran yang sejati ini kita sering bersikap "wes" atau sudah. "Wes" bener seratus persen atau sudah benar seratus persen. "Wes" berdiri di cakrawala padahal cakrawalanya berada di depan kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun