Tidak heran ketika media sosial menjadi ruang hampa bagi anak-anak muda untuk meng-ada-kan diri. Digusur dan dikalahkan oleh berbagai kenyataan yang menyakitkan dan membuat bangkrut harkat kemanusiaan, mengungsi ke dunia maya yang menawarkan kebebasan sekaligus kepuasan berteriak adalah pilihan yang logis.
Menggunakan bahasa planet pun tidak masalah asal telah terjalin kesepakatan kode atau simbol bahasa, baik teks atau image antar sesama anggota komunitas dan grup. Mereka adalah penganut madzhab instagrammable yang fanatik. Mereka adalah para anonymous.
Dan alangkah sunyi sepi hidup anak-anak itu. Alangkah merana nasib kesadarannya. Alangkah tega kita atau siapa saja yang memenjarakan mereka dalam ruang sunyi sepi dalam jeruji nasib yang merana.
Dengan rasa perih di hati saya akan setia membantu dan menemani sahabat-sahabat saya yang rajin menyelenggarakan kompetisi menulis. Menemani anak-anak muda berkarya dalam situasi mental yang digusur oleh kenyataan hidup seperti melemparkan saya ke jalan sunyi. Atau jangan-jangan saya adalah bagian dari penindas anak-anak muda itu. Entahlah. []
Jombang 050318
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H