Mata pandang kita ternyata tidak harus selalu melihat masa depan. Sesekali atau dalam momentum tertentu mata pandang diarahkan ke belakang. Setelah saya diajak terbang ke masa depan, Bapak menarik anak panah ke belakang. "Dahulu, zaman Bapak masih kecil..." Refleksinya adalah melesat jauh ke masa depan harus seraya mengenali akar sejarah masa lalu. Partikel-partikel kanvas DNA masa lalu mewarnai lukisan masa depan.
Hal itu sebenarnya logis dan wajar. Kalau akar sejarah kita adalah bangsa Nusantara, jadilah bangsa Nusantara. Kalau partikel kesadaran akar kita adalah Garuda, jadilah Garuda. Kalau kita orang Jawa, jadilah orang Jawa. Kalau kita orang Bugis, jadilah orang Bugis. Baik sebagai individu maupun bangsa kita berproses menjadi individu dan bangsa yang otentik. Membangun rumah kejayaan masa depan memerlukan fondasi masa lalu yang kokoh.
Jadi, alur perjalanan masa kini (sekarang), masa depan, masa lalu adalah gerakan spiral---rotari dan linier sekaligus. Kita bisa menggunakan "mesin waktu" ini, misalnya sebagai cara pandang untuk mencermati tahun politik 2018-2019, menilai para Cagub dan Cawabup, atau untuk mengatasi persoalan hidup sehari-hari. Monggo sak kerso panjenengan. []
Jombang, 15 Januari 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H