Lelaki yang dipanggil "Ril" itu / sekarang berjalan cepat sekali / seolah mau berpacu dengan angin. Dia berada di atas rel kereta ketika itu, / dan di wajahnya, di matanya, tersembunyi / kepedihan yang tidak tertahankan.
(Aku, berdasarkan perjalanan hidup dan karya penyair Chairil Anwar, Sjuman Djaya)
Sesaat setelah menerima kabar kematian neneknya, Chairil berjalan cepat, di atas rel kereta, menyalakan mesin kreativitasnya. Dapat dibayangkan bagaimana pemandangan di sepanjang rel kereta: rumah kumuh, gelandangan, anak-anak bertelanjang dada, gubuk-gubuk darurat. Tapi, itu semua tidak menghalangi pikiran Chairil yang sedang loading bekerja keras. Chairil melakukannya sambil berjalan kaki. Lalu lahirlah sajak: bukan kematian benar menusuk kalbu.
Dari sekolah peripatetik hingga Umbu Landu Paranggi
Jalan kaki adalah jalan hidup para penulis. Ungkapan ini tidak terkait, misalnya dengan gaya hidup melarat atau ketiadaan uang untuk membeli tiket pesawat. Berjalan kaki adalah cara ampuh yang murah meriah untuk menyalakan mesin kreativitas.
Adalah William Wordsworth, pujangga kenamaan asal Inggris, rata-rata berjalan kaki 104 Km sehari. Kebiasaan yang dijalaninya sejak Wordsworth berusia lima tahun. Aristoteles mengajarkan prinsip-prinsip filsafat, sains, politik kepada para muridnya dengan berjalan kaki. Model diskusi sambil berjalan kaki diterapkan Aristoteles di Sekolah Peripatetik.
"Si Buruk Rupa", Socrates, dikabarkan sering berjalan tanpa alas kaki untuk menemui dan berdiskusi dengan orang yang dianggap bijak oleh masyarakat setempat. Menurut Socrates seorang filsuf tak ubahnya seorang bidan---ia membantu kelahiran ilmu pengetahuan, sambil berjalan kaki.
Masih ingat Umbu Landu Paranggi? Dalam "Presiden Malioboro", Cak Nun menulis kesaksian tentang kebiasaan Umbu berjalan kaki. "Menjelang tengah malam, di tahun 1973, Umbu datang ke kamar kost saya dan mengajak pergi. Sebagaimana biasa saya langsung tancap, berjalan cepat mengejar langkah Umbu yang panjang-panjang. Hampir tiap malam kami jalan kaki menempuh sekitar 15 sd 20 Km di jalanan Yogya.Â
Sebulan dua bulan sekali kami mengukur jarak Yogya ke Magelang, ke Klaten, ke Wates, ke Parangtritis, dengan jalan kaki. Atau duduk saja di trotoar sesudah toko-toko tutup hingga pagi para pelajar berangkat sekolah."
Selain gemar dan rajin membaca, penulis dan pelaku industri digital yang handal, kreatif dan produktif, rasanya memiliki kebiasaan yang sama: berjalan kaki. Ya, berjalan kaki---bukan jalan-jalan. Mlaku---bukan mlaku-mlaku. Ada perbedaan yang sangat mendasar antara "jalan" dan "jalan-jalan", antara "mlaku" dan "mlaku-mlaku" . Yang pertama menghayati, yang kedua melewati secara sekilas.
Maka, aktivitas yang dimaksud oleh Peneliti Stanford University Graduate School of Education, Dr. Oppezzo dan Professor Daniel L. Schwartz, PhD., untuk melihat efek besar pada kreativitas adalah berjalan kaki. Hasilnya menakjubkan. 81-85 % siswa yang mengikuti uji coba menunjukkan tingkat kreativitas yang tinggi saat menjawab pertanyaan setelah mereka diberi kesempatan untuk berjalan kaki, dibandingkan sesi pertama saat mereka menjawab sambil duduk.
Schwartz memberi saran agar melakukan aktivitas jalan kaki untuk menyegarkan pikiran sehingga mesin kreativitas menyala kembali. Berjalan kaki memiliki efek yang sangat kuat terhadap kreativitas, tegasnya.
Apabila kita merasa stuck, beku, jumud dan kosong ide itu pertanda kita tengah butuh berjalan kaki.
Berapa langkah kaki per hari?
Sayangnya, di tengah tantangan industri kreatif yang sedang naik daun, ketika ide yang fresh, unik, dan bernilai manfaat tinggi sedang sangat dibutuhkan, people zaman nowdi Indonesia tergolong orang yang malas berjalan kaki. Jurnal Nature yang memuat hasil riset para peneliti dari Universitas Stanford melansir temuan bahwa dari 111 negara yang jadi partisipan, Indonesia menempati posisi juru kunci dengan hanya 3.513 langkah per hari. Kalah jauh dengan Hongkong yang penduduknya paling rajin berjalan kaki rata-rata 6.880 langkah setiap hari.
Riset tersebut jangan terlalu dimasukkan hati. Terdapat lapisan dan lipatan masyarakat Indonesia yang pasti tidak menjadi bagian dari riset tersebut. Mereka adalah Mbah-mbah, Nenek-nenek, Mbak Yu Bakul, Pakdhe-paklik yang tinggal di pelosok ketiak bumi Nusantara. Setiap dini hari mereka memanggul, memikul, nyunggi dagangan, berjalan pulang pergi sekian puluh kilometer menuju pasar.
Di dusun Bakalan Kec. Ploso Jombang, setiap pagi saya selalu berpapasan dengan nenek tua, berjalan kaki sambil nyunggi hasil bumi untuk dijual di pasar kecamatan.
Ayo menyalakan mesin kreativitas!
Tuhan tidak pernah pelit gagasan. Dia bahkan menitipkan sejuta mozaik inspirasi pada selembar daun dan setetes embun. Kita saja yang malas bergerak dan lemot saat meng-upgrade software berpikir.
Tidak ada alasan bagi kita karena kehabisan ide, gagasan, inspirasi. Semua tenaga kreativitas dan butiran-butiran ilham yang bercahaya telah disediakan Tuhan dalam diri kita dan di lingkungan sekitar. Ide-ide fresh tidak perlu dicari --- sebagaimana ilham juga tidak perlu diburu. Yang perlu segera kita lakukan adalah melakukan internal-conditioning agar pori-pori akal kesadaran kita terbuka, sehingga ide dan gagasan akan menerobos masuk, merasuki mesin kreativitas.
Saran saya sederhana saja. Bangun pagi, syukur-syukur sebelum subuh. Mandi wuwung: mengguyur kaki, badan, hingga kepala secara merata dengan mata terbuka. Mandi dalam tradisi Jawa ini kerap dilakukan oleh para ibu yang baru melahirkan. Ditengarai udara menjelang subuh memiliki kandungan gas ozon yang tinggi. Melancarkan peredaran darah, menambah imunitas tubuh, meningkatkan sel darah putih adalah sejumlah manfaat mandi wuwung sebelum subuh.
Supaya badan terasa hangat usai mandi wuwung, oleskan Kayu Putih Aroma pada bagian dada, perut dan punggung secara merata. Ulangi seperlunya. Mengapa Eucalyptus Oil, komposisi utama Kayu Putih Aroma dimasukkan ke dalam golongan minyak kayu putih? Karena hampir sebagian besar karakter dan manfaat yang ditawarkan sama dengan minyak kayu putih yang terbuat dari Cajuput Oil. Bedanya, minyak Kayu Putih Aroma Cap Lang lebih hangat dan memiliki aroma yang lebih lembut sehingga memberi efek yang menenangkan.
Efek terapi yang menenangkan itu dibutuhkan untuk tahap awal menyalakan mesin kreativitas. Badan hangat pikiran tenang. Usai menjalankan shalat Subuh, saatnya menggerakkan tubuh, keluar dari rumah, lalu berjalan kaki.
Sederhana memang, namun dengan berjalan kaki tubuh dan kesadaran kita akan berinteraksi dengan dunia, dengan lingkungan, dengan bunga, dengan penjual ketan, dengan bau tanah yang basah di pagi hari, dengan udara, embun, angin, bisikan suara hati, lompatan pemikiran---pokoknya berinteraksi dengan segala kenyataan yang tampak maupun yang tidak tampak.
Diselingi aroma Kayu Putih Aroma yang meruap ke dalam pernafasan, kita berjalan kaki secara rileks. Mesin kreativitas akan mengerjakan sendiri tugasnya. Selama berjalan kaki, kesadaran tetap hening namun penuh isi. Hingga inspirasi bagaikan cahaya yang berpendar-pendar. Kita pun tinggal memetiknya.
Semua itu tidak selalu berlangsung lama---kadang bahkan dalam hitungan detik, berkelebat dalam kilatan cahaya yang benderang.
Kesadaran menyemesta ini tengah diidamkan banyak pelaku dan tokoh penting di industri digital. Ekosistem kerja yang memerlukan kreativitas tingkat tinggi. Tidak heran apabila Marc Zuckerberg, Jack Dorsey, Marc Andreessen dan Steve Jobs adalah para penggemar jalan kaki. Kabarnya, di Silicon Valley rapat-rapat penting untuk memacu ide dan kreativitas tidak lagi dilakukan dengan duduk rapi di ruang tertutup, melainkan sambil berjalan di sebuah taman.
Khasanah untuk memantik ide kreatif yang brilian dan memiliki nilai manfaat untuk kemanusiaan juga diabadikan oleh manusia Jawa menjadi nama Malioboro. Dua suku kata: Malio-Boro, artinya Malio (jadilah Wali, Kekasih Tuhan) dan Boro (yang mengembara). Jadilah Kekasih Tuhan, Duta Tuhan di bumi yang mengembara---mengeksplorasi potensi-potensi kemanusiaan, menjelajahi intelektualitas, menguak cakrawala kreativitas, berkelana di langit rohani.
Nenek moyang bangsa Nusantara ternyata ampuh-ampuh. Teknologi internal batin mereka dahsyat. Mereka adalah para pejalan kaki yang tangguh. Benar apa yang dikatakan Nietzsche: All truly great thoughts are conceived by walking. Bagaimana dengan people zaman now? Apakah kita masih mengeluh sedang tidak punya ide dan gagasan? []
Jombang, 21 Desember 2017
Facebook: Achmad Saifullah Syahid
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H