Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berendah Hati di Hadapan "Peradaban Kerokan"

24 November 2017   21:17 Diperbarui: 24 November 2017   21:30 900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: https://theconversation.com/

Kalau ada anak kecil gondongen "obat"-nya adalah mengalungkan buah pace di leher anak itu. Kepala pusing diobati cukup dengan irisan jeruk purut dicampur dengan njet (kapur sirih) lalu ditempelkan di pilingan sebelah kanan dan kiri. Kalau perut tiba-tiba seneb, segeralah mencari daun simbukan, lalu ikat melingkar di perut seperti mengenakan sabuk. Atau kalau tangan Anda teriris pisau dapur atau silet, carilah gamet yang biasanya nylempit di sudut ruangan, lalu tempelkan di luka yang berdarah.

Saya mohon maaf atas beberapa diksi yang mungkin asing di telinga Anda. Bahasa Indonesia belum memiliki padanan kata untuk menyebut diksi tertentu dari bahasa daerah. Namun, kita tetap bersyukur: bahasa Jawa dan bahasa daerah lainnya memiliki kekayaan kosa kata yang berakar dari filosofi dan kebijaksanaan hidup.

Saya juga memohon agar Anda memaklumi beberapa contoh pengobatan zaman dahulu yang saya ceritakan di awal tulisan ini. Pengobatan yang sama sekali tidak masuk akal, namun diakui atau tidak ternyata ampuh menyembuhkan keluhan-keluhan sakit. Bagaimana pace, jeruk purut, njet, daun simbukan dan gamet bisa menyembuhkan? Mbah buyut kita pasti akan menjawab: "Kuasane Pengeran, Nak!" Maksudnya, semua berkat kuasa Tuhan.

Peradaban Kerokan

Kita bisa mendaftari beratus-ratus metodologi pengobatan zaman dahulu. Salah satu pengobatan yang fenomenal dan mengatasi perjalanan waktu adalah kerokan. Belum ada penelitian atau research yang menjelaskan siapa penemu kerokan? Sejak kapan kerokan menjadi model pengobatan mainstream zaman itu? Bagaimana alur dan pola eksperimen kerokan, lengkap dengan kaifiyahnya, sehingga bertahan dan melampaui perjalanan zaman? Apa paradigma yang digunakan oleh mbah buyut untuk menemukan kaitan antara masuk angin, kulit punggung, benggol atau alat pengerok lainnya, dan arah kerokan dari atas ke bawah?

Jawaban yang keluar dari bibir mulia mbah buyut pasti bukan diksi dan ungkapan-ungkapan medis, seperti stratum korneum, biomolekuler, endothelium. Bisa jadi yang terlontar adalah ungkapan sederhana namun sarat dengan penghayatan dan kepasrahan hidup yang total. Semua berkat kuasan Tuhan. "Kuasane Pengeran!"

https://www.jd.id/
https://www.jd.id/
Kerokan dan berbagai metode pengobatan zaman dahulu membuktikan nenek moyang dan mbah buyut kita memiliki teknologi internal batiniah yang connect dengan "ayat-ayat" kekuasan Tuhan di alam semesta. Konektivitas yang entah bagaimana cara dan metodenya telah melahirkan kearifan di berbagai dimensi hidup. Kerokan adalah salah satu buah kearifan itu.

Peradaban nenek moyang kita adalah peradaban yang memiliki pondasi Kuasane Pengeran---pondasi yang menjalin hubungan antara manusia, alam dan Gusti Ingkang Murbeng Dumadi dalam dialektika harmoni yang tidak saling menindas dan membunuh. Pilar-pilar peradaban itu ditegakkan oleh produk kebudayaan yang kontributuf terhadap harmoni dan kemesraan antara manusia, alam dan Tuhan. Kerokan adalah salah satu "batu bata" yang menegakkan pilar peradaban itu.

Namun, otak kita yang modern terlanjur memasang label tradisional pada hasil ijtihad pengobatan yang ditemukan nenek moyang dan mbah buyut. Kita telah menempatkan tradisionalitas pada batas waktu yang berkonotasi masa lalu dan mengagungkan modernitas untuk menuding masa kini serta masa depan. Sungguh tidak adil.

Mengapa tidak adil? Pertama, karena kita tidak memiliki akurasi yang tepat kapan sejarah pengobatan nenek moyang layak dikirim ke dalam gerbong waktu masa lalu sehingga pantas disebut tradisional. Apakah jejak dan karya masa lalu akan selalu memakai baju tradisional? Candi borobudur yang "tradisional" itu hingga kini belum tertandingi oleh karya arsitektur modern.

Kedua, kerokan dan pengobatan tradisonal lainnya tetap eksis hingga hari ini, walaupun ia memikul beban ketidakadilan. Label kampungan, ndeso, tidak ilmiah adalah stigma yang sembrono dan semena-mena. Sedangkan tidak sedikit malapraktek pengobatan modern yang dilangsungkan secara ndeso dan tidak ilmiah.

Ketiga, di tengah arus mainstream pengobatan modern, pengobatan tradisional diakomodasi sebatas pengobatan alternatif. Yang primer adalah obyektifitas dan rasionalitas medis pengobatan zaman now, dengan industri farmasi sebagai tulang punggungnya. Pengobatan alternatif berhadapan muka, face to face, dengan raksasa global industri medis modern dan industri farmasi.

Polarisasi antara rasionalisme logika medis dengan kerokanisme pengobatan alternatif tidak terelakkan. Rasionalisme-materialisme pasti akan memenangkan logika medis pengobatan modern. Tidak heran, karena pengobatan medis modern lahir dari rahim rasionalisme-materialisme. Iklan pengobatan medis tidak terutama untuk mendidik jangan sampai Anda sakit dan mengapa Anda sakit, melainkan apa obat yang harus Anda minum. Industri farmasi telah menyediakan lengkap obat-obatan---mulai obat masuk angin, sakit kepala, hingga susah tidur.

Folk Belief yang Tangguh

Diguyur oleh hujan deras rasionalisme-materialisme pengobatan medis, tidak membuat sebagian bangsa Nusantara basah kuyup. Mereka memiliki payung sistem kepercayaan dan praktik pengobatan yang memiliki struktur logika tersendiri. Johanna Debora Imelda menyebutnya folk belief.

"Walaupun dari sudut pandang ilmiah, keyakinan akan penyebab suatu penyakit tidak masuk akal, namun pengobatan dan perawatan dari penyakit tersebut merupakan konsekuensi yang logis dari kepercayaan tersebut. Dalam pengobatan tradisional, seperti kerokan, logika pengobatan diyakini bersama antara penderita dan pemberi layanan karena mereka memiliki sudut pandang dan dasar nilai budaya yang sama," ungkapnya dalam "Dari Sudut Pandang Ilmiah, Inilah Kenapa Orang Indonesia Suka Kerokan."

Folk belief yang mengakar di setiap sistem kepercayaan dan logika masyarakat tidak seharusnya dipasangi stigma yang meruntuhkan pilar-pilar peradaban bangsa sendiri, seberapapun irasionalitas dan tidak masuk akal logika yang dikandungnya. Faktanya, budaya kerokan tetap ngetrend. Dipadu dengan kehangatan Balsem Lang, kerokan terasa makin nyamleng.

Kita tidak bisa menafikan fakta yang secara subjektif dihidupi oleh sistem kepercayaan dan struktur logika pengobatan tradisional. Yang kita butuhkan adalah saling berendah hati dan keseimbangan mata pandang: "folk belief" juga berlangsung di pengobatan medis modern. Secanggih apapun peralatan medis, sepintar apapun dokter yang mengobati, semahal apapun biaya yang dikeluarkan, semuanya akan sia-sia kalau folk belief pasien telah dikalahkan oleh pesimisme.

Pada konteks dikotomisasi obat kimiawi dengan kerokanisme kita jangan terjebak pada cara pandang siapa yang salah dan siapa yang benar, melainkan apa yang salah dan apa yang benar. Kecuali kita merelakan diri untuk terus menerus masuk angin. Kesadaran menjadi oleng dan pikiran miring-miring tidak seimbang.

Fenomena masuk angin selain menjangkiti per individu manusia juga tengah mengepung dialektika pergaulan kebangsaan kita yang limbung oleh tema pertengkaran. Kebenaran beradu dengan kebenaran. Orang bertengkar atas nama kebenaran. Kita mengalami masuk angin massal dan beramai-ramai saling buang angin.

Gerakan kerokanisme perlu digalang bersama. Baik yang ngeroki maupun yang dikeroki saling percaya, saling mesra, saling memberi kehangatan. Kerokanisme adalah terapi untuk mengembalikan folk belief khas bangsa Nusantara.[]

Jombang, 24 November 2017

Facebook: Achmad Saifullah Syahid

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun